Gedung Negara Sumedang & Aku.

Ternyata sang waktu begitu cepat berlalu, tapi memori tetap abadi.

BANDUNG, akwnulis.com. Dikala mentari pagi hampir muncul di ufuk timur, maka raga ini sudah bergegas keluar kamar mandi dan bersiap dandan berbenah diri tak peduli hari ini tanggal merah atau tidak. Karena sebentar lagi tugas – tugas telah menanti.

Teeeeeeett teeeeeeet…”

Benar saja, tepat jam 06.30 suara bel panggilan menggema. Kaki melangkah cepat menuju sumber suara dan langsung berhadapan dengan atasan yang menanyakan dengan metode 5W1H.

Apa saja acara hari ini, Siapa saja pendamping dinas yang hadir, Berapa orang tamu yang akan datang, Dimana akan diterima dan Mengapa harus pagi dan siang menerimanya dan Bagaimana teknisnya?”

Berondongan pertanyaan yang langsung diberikan jawaban lengkap dan tegas. Terlihat air muka atasan tidak menegang, tandanya beliau menerima semua jawaban ini dan ditutup singkat dengan kalimat, “Oke dipersiapkan semua dengan baik”

Siap Bapak”

Barulah raga ini balik kanan dan langsung menuju ke dapur untuk bersua dengan menu sarapan serta secangkir teh hangat sebagai mood booster dalam hadapi rangkaian acara yang begitu padat di hari sabtu ini.

Rangkaian acara dimulai di jam 07.30 wib bertempat di alun – alun, dilanjutkan jam 10.00 menuju ke daerah Darmaraja dengan judul peresmian puskesmas hingga kembali ke gedung negara dan pukul 14.00 wib menerima tamu dari tokoh nasional didampingi para kepala dinas dan asisten dilanjutkan pukul 16.00 menerima audiensi seniman dan budayawan hingga dilanjutkan malam harinya berdiskusi tentang pengembangan konsepsi pembangunan di kampung toga bersama beberapa komunitas dan tokoh masyarakat, sambil bermalam minggu menikmati city light kota Sumedang.

Ternyata …

…..itu adalah memori 20 tahun yang lalu… oh my God, betapa berkah perjalanan waktu begitu ajaib. Serasa semua itu baru terjadi kemarin. Alhamdulillah Ya Allah diberikan berkah waktu yang menakjubkan. Semoga terus diberi kesempatan umur yang panjang penuh keberkahan.

Memori 20 tahun lalu dikala ditugaskan mengabdi menjadi ajudan bupati Sumedang yang penuh dinamika serta suka duka menjadi pondasi dan pijakan awal untuk meniti karier menjadi birokrat muda hingga saat ini. Menjadi ‘buntut gajah‘ alias ajudan Bupati yang tinggi besar, tegas serta penuh wibawa, Bapak Drs. H. Misbach yang memegang jabatan bupati sumedang periode 1998- 2003.

Maka berada di gedung negara Sumedang kali ini begitu sarat makna. Terima kasih bapak Bupati Sumedang saat ini, Bapak Dony Munir yang berkenan mengundang untuk hadir disini menikmati dan memaknai kenangan masa lalu. Juga terima kasih kepada bapak Kadisparbudpora dan Kabid pariwisata kab sumedang yang juga dulu pernah mengabdi menjadi ajudan bupati sumedang meskipun berbeda periodesasinya.

Raga bergerak menyusuri ruang tengah gedung negara, menatap kursi – kursi dan penataan cahaya yang menguatkan makna sebuah kenangan. Berjalan ke aula depan gedung negara, kembali disuguhi suasana tenang dan jendela-jendela kaca yang pernah menjadi saksi pontang pantingnya seorang birokrat muda untuk mendampingi pak Bupati yang selalu tegas plus perfeksionis.

Ahh… tak habis kata untuk terus berceritera. Namun biarlah kenangan lengkapnya menjadi memori indah yang tersimpan di kepala serta sebagian dititipkan di berbagai tempat di gedung negara.

Maka beberapa pose penting sedang berdiskusi di kursi bapak bupati dikala memimpin rapat di ruang tengah gedung negara, yang diperankan bersama kabid pariwisata sumedang menjadi replika kenangan yang tak ternilai serta penuh makna. Lalu berpose sendiri dengan berusaha hadirkan senyum terbaiknya. Alhamdulillairobbil alamin.

Tidak lupa juga mlipir ke belakang melewati pintu keluar dan menikmati sentuhan semilir angin di pinggir kolam besar yang dikenal dengan ’empang gedung negara’ serta ditengah terdapat bangunan mushola yang sering menjadi tempat favorit untuk kontemplasi diri, 20 tahun lalu. Wassalam (AKW).

Arabica Papua di Tasikmalaya.

Menikmati kopi di kota Tasikmalaya…

Photo : Kopi & Bekjul / dokpri.

TASIKMALAYA, akwnulis.com. Adzan magrib akhirnya berkumandang, tepat beberapa menit setelah rapat ditutup dengan kesepahaman dan tentunya kesepakatan.

Tak berlama-lama, segera tunaikan shalat dan berkemas untuk kembali pulang setelah giat marathon meeting nonstop senin-jumat di minggu ini.

Dari mulai berendam di Subang, tidur di kamar nyem-POD di Stasiun gambir, hingga menikmati kopi kupu-kupu di Banten dan balik ke Bandung ditemani kopi reska di Kereta Api Argo Parahyangan hingga akhirnya sekarang terdampar di Kota Tasikmalaya.

Seminggu yang penuh dinamika, jangan ditanya cape dan tidak karena bukan untuk dikeluhkan. Jalani, syukuri dan nikmati.

Photo : Kopi papua siap dinikmati / dokpri.

Seperti saat ini, dihadapan telah tersaji Kopi Papua dengan metode Vietnam drip. Disebuah kedai kopi yang bernama Warung Kopi Lawas, artinya warung kopi jadul dengan interior cafe sedehana dan berdiri sejak tahun 2010 lalu..

Wuiih udah 9 tahun berarti yaa…

Lokasinya di sekitar mesjid agung Tasikmalaya, tepatnya di Jalan Empang No. 18 Empangsari Tawang Kota Tasikmalaya.

Photo : Daftar menu warung kopi lawas / dokpri.

Sajian menu bervariasi dan kopinyapun beraneka macam, dari mulai kopi jabar hingga aneka kopi nusantara. Tadinya moo pesen kopi arabica ciwidey, eh ternyata abis. Jadinya kopi arabica papua dech.

Didalam warung tersedia meja-meja coklat dan disampingnya ada juga ruangan ngopi plus di halaman… di trotoar juga disediakan meja kursi… cocok buat kongkow sambil ngopay, memperhatikan lalulintas jalan dan orang yang melintas menyusuri takdir kehidupan.

***

Photo : Suasana di halaman warung / dokpri.

Setelah bersabar menanti tetesan terakhir dari drip diatas cangkir, maka sruputan perdana menjadi penting…. srupuuut.

Woaah nikmat kawan, bodynya medium bold dan aciditynya masih terasa meskipun tidak terlalu asem. Tastenya hadir selarik berry dan…. harumnya kopi papua ini lumayan menarik hati. Ditambah dengan suasana yang menyenangkan, termasuk disaat akan mempotret secangkir kopi ini ternyata backgroundnya motor merah masa lalu, jelas konsep jadul warung kopi ini makin terasa.

Photo : Tempat pesan di warung kopi lawas / dokpri.

Sajian menu lainnya, ada juga roti dan teman2-nya, tapi dengan waktu yang terbatas maka ngopi hitam papua tanpa gula saja yang menjadi pilihan.

Trus di seberangnya ada juga Cafe Ara. Hanya saja tidak ada kopi yang disajikan manual. Hanya kopi versi mesin yang tersedia yaitu espresso, dopio, longblack dan americano plus latte dan coldbrew. Akhirnya hanya sayhello saja….

Tetapi yang pasti rasa kopi papua ala warung kopi Lawas bisa sedikit mengobati kerinduan mengopay manual ditengah berjibakunya tugas dan pengharapan. Wassalam (AKW).