KEINDAHAN yg tersisa.

Bunga Kamboja dan hikmah pagi.

CIKONDANG, akwnulis.com. Semilir angin pagi menemani hadirnya sentuhan hangat mentari yang selalu hadir menepati janji. Menebar janji kehangatan kepada seluruh alam, meskipun terkadang ditutup awan keresahan.

Begitupun raga ini, sesaat tengadah menikmati kesegaran pagi. Hangat mentari menyapa muka dan sebagian badan yang berbalut dosa. Betapa tak sebanding antara rahmat Sang Pencipta Alam dengan perilaku hamba ini dalam menjalani hari-hari.

Astagfirullohal adzim.

Perlahan kepala menunduk dan tertumbuk pada sebuah keindahan. Keindahan yang hadir dari kelopak bunga kamboja kuning yang terserak dan tergeletak tanpa daya.

Ada yang terdiam bersama kawan di antara rerumputan, ataupun menyendiri terdiam di tengah-tengah dedaunan.

Bunga kamboja kuning ini masih terlihat segar dan indah, meskipun jika diperhatikan lebih detail maka sudah mulai hadir bercak-bercak coklat pertanda prosesi alami sedang terjadi, menandakan semuanya di dunia fana ini tidak hakiki.

Begitupun warna kuning segarnya sudah memudar, kembali memutih dan akhirnya menyerah menjadi kecoklatan untuk luruh dan bersatu kembali dengan tanah setelah tuntas melaksanakan tugas sebagai penghias kesegaran serta pengantar keharuman khas bunga kamboja.

Sebuah kesadaran menggema, bahwa siklus kehidupan adalah keniscayaan. Kenyataan yang harus di syukuri dan ditafakuri. Serta satu hal penting lagi adalah semua berproses sesuai tugas fungsi masing – masing hingga akhirnya harus bersiap dan ikhlas bahwa masa keindahan sudah tuntas dan akhirnya kembali kepada asal yang hakiki. Wassalam (AKW).

PERTEMUAN TAK SENGAJA

Keindahan bergerak di catwalk.

BOJONGHALEUANG, akwnulis.com. Pertemuan tak disengaja diri ini dengannya menyisakan sebuah kenangan tak terlupa.

Betapa tidak, dibalik kegarangannya tersimpan bentuk keindahan yang tak bisa diungkap dengan kata-kata.

Dikala dikau berjalan meniti catwalk rumput kehidupan, maka terlihat gemerlap dan keyakinan serta rasa percaya diri yang pas dan tidak berlebihan.

Meskipun memang jikalau ada yang berani mengganggumu dengan secuil sentuhan saja, maka konsekuensi ketidaknyamanan akan diterima tanpa banyak pertanyaan.

Maka tidak ada kata lain yang lebih berarti, kecuali mengabadikan gerakanmu agar tersimpan abadi di hati. Jikalau dikau pergi dari pandangan dan menghilang dibalik catwalk kehijauan itu, maka siluet dan bentuk rumbai keindahanmu akan selalu dikenang.

Photo : Meniti catwalk kehidupan / dokpri.

Selamat menjalani catwalk kehidupan selanjutnya, jangan pernah menyerah karena kehidupan ini adalah anugerah. Wassalam (AKW).

PAPATONG.

Perlahan tapi pasti, akhirnya…..

BOJONGHALEUANG, akwnulis.com. Pertemuan dengannya secara tidak sengaja, dikala kaki melangkah mengejar mentari pagi disitulah pertemuan terjadi. Dia sedang diam dan memunggungi, tapi aura keindahannya terpancar membawa rasa yang berbeda. Memaksa langkah untuk dipercepat agar segera bisa hadir sedekat kata seintim keinginan.

Setelah tinggal jarak satu meter, nafas diatur perlahan dan tangan bersiap untuk mengabadikan pertemuan ini. Sesuai aturan untuk mendapatkan hasil terbaik sebuah dokumentasi pertemuan, maka jarak 5 sentimeter adalah jarak yang ideal. Mengendap dan tahan nafas, sambil mengendalikan gejolak penasaran yang membuncah semenjak awal. Dilengkapi sebuah doa supaya pertemuan ini benar-benar terjadi, Bismillah.

Jarak tinggal satu meter lagi, dia masih diam membelakangi. Setengah meter lagi… tetap memunggungi dengan punggung indah perak keemasan. Hingga akhirnya…. tepat 5 sentimeter lagi, tetap terdiam sambil pura-pura tidak tahu. Memberanikan diri menjulurkan tangan hingga jarak tinggal 3 sentimeter.. dan….

…..

…..

CETREK!!!

Berhasillll….... mengambil moment berharga punggung dan sayap tipis perak keemasan yang mempesona, Alhamdulillah.

Tapi sayang, perjumpaan ini hanya sekejap. Begitu sadar raga ini mendekat, bukan rangkulan yang didapat. Tetapi tatapan takut dan khawatir sambil dia bergegas pergi, tanpa menoleh dan memberikan harapan apapun…

Namanya PAPATONG, itu nama dalam bahasa sunda. Bahasa indonesianya adalah CAPuNg atau versi LNnya DRAGONFLY. Binatang yang cantik, ringan dan lincah dengan sayap tipis warna perak keemasan. Kawan bermain masa kecil yang begitu menyenangkan.

Salah satu keahlian dia, sering digunakan oleh para orangtua dulu untuk menghentikan kebiasaan ngompol anaknya. Tentu dengan cara yang unik, Capungnya ditanģkap juga anak yang sering ngompolnya ditangkap hehehehehe. Baju anaknya dibuka dan…… disoŕongkanlah mulut si capung untuk menggigit udel ataù Bujal… eh Pusar/puser.

Awww…. pasti si anaknya jejeretean dan harus direjengan (berontak dan harus dipengangin dengan erat)… tapi cespleng lho….

Tuntas prosesi gigit udel sama papatong, maka dengan segera kebiasaan ngompol pun terhenti.

Entah apa sebenarnya yang terjadi, tapi fakta yang membuktikan. Mungkin suatu saat akan ada disertasi yang berjudul EFEK GIGITAN PAPATONG TERHADAP PSIKOLOGI DAN PHISIK ANAK YANG SERING NGOMPOL DALAM DIMENSI KASIH SAYANG ORANG TUANYA.

Selamat weekend kawan akwnulis, jangan ragu jikalau tidak percaya, maka Cobalah.

Untuk orangtua yang masih ngompol, belum bisa menjanjikan berhasil atau tidak karena belum mencoba. Tapi kalau mau, mungkin perlu 10 sampai 15 papatong yang menggigit bersamaan di berbagai tempat hehehehehe. Wassalam (AKW).

Kolam renang Green Kamojang.

Berenang segar dipadu suasana alam priangan.

Photo : Kolam renang dewasa Green Kamojang / dokpri.

GARUT, akwnulis.com. Gunung Guntur menjulang menjadi latar belakang pemandangan yang menyenangkan. Riak air kolam mengharu biru berpadu serasi dengan kehijauan dan deretan patung hewan penyembur air… ahhh segarnya, tak tahan untuk segera ikut bercengkerama.

Kolam renang dewasa dengan segala fasilitasnya memanjakan rasa mulai dari kolamnya itu sendiri, kursi santai, ruang bilas, handuk dan juga angin segar pegunungan yang senantiasa bertiup membawa harapan dan kenangan, begitupun kolam anak dengan kedalaman 60 cm menjadi pilihan untuk ‘ngasuh‘ sang buah hati.

Photo : Kolam renang anak / dokpri.

Apalagi pagi hari masih sepi, sehingga kolam renang serasa milik sendiri… Alhamdulillah.

Pilihan perjalanan kesini jika diestimasi sekitar 65 km dari bandung jika menggunakan akses tol cileunyi – rancaekek – ibun – kamojang – lokasi… ya klo tanpa kemacetan sekitar 2 jam, tetapi beberapa titik macet di jalan rancaekek – ibun perlu menjadi perhatian.

Pilihan lainnya adalah akses jalan nasional ke arah kota garut dan setelah itu menuju Green Kamojang resort, agak memutar tapi relatif kemacetan (kemungkinan) di daerah rancaekek pas bubrik (bubar pabrik) serta di Nagreg. Kalau sudah sampai kota Garut tinggal 10 km lagi menuju lokasi.

Balik lagi ke kolam renangnya, posisinya agak unik karena terletak di lantai 2, jadi aksesnya dari restoran naik tangga ke atas, ada ruang pertemuan dengan kapasitas sekitar 60 orang (maaf kira-kira)… nahhh depannya adalah kolam renang.

Untuk penginapan tersedua cottage-cottage… ah udah ah, entar disangka di-endorse sama Green Kamojang resort hehehe.

Ini mah hanya berbagi cerita dari apa yang ‘kebetulan‘ dialami. Selamat berlibur wiken bersama keluarga tercinta. Wassalam (AKW).

***

Lokasi :
Green Kamojang… eh Kamojang Green Resort.
Jalan Raya Kamojang No.KM.3, Samarang, Kec. Samarang, Kabupaten Garut, Jawa Barat 44161

Tebing Keraton

Menikmati kesendirian di Tebing Keraton.

Photo Sunrise kesiangan dari Tebing Keraton / dokpri

Sebuah harapan jangan hanya menjadi angan, tetapi perlu ikhtiar dan usaha maksimal agar berbuah kebaikan.
Berbuat baik bukan hanya untuk orang lain, berbuat baik untuk diri sendiri juga sangat penting…

Aaah egois kamuuuh!!!

Jangan salah sangka dulu kawan. Egois atau egoisme itu asalnya bahasa yunani yaitu ‘Ego’ artinya ‘gue, aku, ana, aing’ dan ‘isme’ adalah tentang pemahaman dalam konsep filsafat. Jadi segala yang ada itu adalah aing, adalah aku. Akibatnya bersikap mementingkan diri sendiri, merendahkan orang lain, tidak mau mendengar pendapat orang lain dan banyak lagi turunan perilaku yang kurang atau malah tidak baik, dalam bahasa arab disebut ananiah.

“Klo PERSIB nu AING!!!’, itu egoisme bukan?”

Hehehehe, menurut aku sih bukan. Itu mah rasa cinta mendalam bagi klub sepak bola kesayangan atuhh.. “Hidup PERSIB”.

Klo egoisme mah.. slogannya, “Ieu Aing, kumaha Aing…..)”

Ah kok jadi uang aing yach… maafkan daku para pemirsyah. Memang klo udah nulis sesuatu itu bisa belok kemana aja… tapii tetep harus ada koridor pasti yang bernama ‘Tema’.

***

Saat ini sedang terdiam memandang hamparan hijau bentang alam kehidupan di ketinggian Kawasan Hutan Raya Ir. H. Juanda Bandung Jawa Barat.

Sebuah asupan gizi bagi jiwa dan pikiran serta membuat denyut bathin semakin tenang untuk sesaat bersatu dengan alam….. seraya menundukkan jiwa menengadahkan raga penuh rasa syukur atas nikmat Illahi Robb…

Tebing Keraton, itu nama tempatnya. Sebuah wahana alam eksotis yang memberikan kesempatan kepada kita untuk melebarkan mata meluaskan pandangan hati. Memandang indahnya jajaran hutan pinus yang pucuknya bercumbu bersama awan disinari mentari yang tak pernah letih memenuhi janji untuk terus mengitari bumi.

Setelah menyetir sekitar 30 menit dari rumah, melewati jalan Ir. H. Juanda atau Jalan Dago hingga ujungnya diataaas sana…. teruss ikuti arah ke Dago Pakar. Ntar ada petunjuk ke Tahura belok kiri… ikuti aja jalan berkelok hingga melewati gerbang pengunjung Tahura… masih lurus terus. Sekitar 300 meter ada jalan belok kanan… ikutiii….teruss..kira-kira 5 km akhirnya berhenti di parkiran sekitar Warung Bandrek.. (Masih bingung?… kemana arahnya ya, tinggal buka google map… ikutin.. nyampe dech…)

Dari parkiran mobil klo moo keringetan deras mengucur tinggal jalan kaki aja.
“Cuma 3 km dengan jalan menanjak berkelok dan ada yang masih berbatu..”

“Whaaat?…”

“Whaaat…”

“Yang bener aja?”

Kalem mas bro, akses 3 km itu tinggal 500 meteran yang kurang bagus, sisanya udah beton. Buat nyampe ke pintu gerbang Tebing Keraton ada jasa pengantaran ojeg. Tarifnya 30ribu per orang sekali anter, klo moo ditungguin sama mamang ojegnya 50ribu. Itu hasil kesepakatan Masyarakat sekitar dengan Pengelola Tahura.

Klo udah nyampe gerbang, bayar karcis 15ribu dapet secarik tiket dan asuransi plus gelang ijo unyu-unyu bertuliskan ‘Tahura Juanda, We are the forest’.

Tinggal jalan kaki menurun dikit ikutin jalan paving block yang tertata rapih. Plang petunjuk jalannya jelas, klo lurus terus ke arah perkemahan, klo belok kiri dikit.. itu arah ke Tebing Keraton.

Ada juga ke kiri menurun banget.. itu buntu menuju hutan pinus.

***

Photo selfie dan Welfie seolah menjadi keharusan, penunjung berebut untuk mengabadikan diri agar ada bukti pernah hadir disini. Setelah itu dengan sekejap mengabarkan diri kepada dunia bahwa aku sedang disini, dengan berbagai pose serta sentuhan teknologi aplikasi penghalus wajah agar meraup ‘like‘ mengumpulkan jempol serta menanti taburan komentar yang menghiasi medsos masing-masing…. perkembangan jaman tidak bisa dilawan.

***

Alhamdulillah, suara binatang hutan menemani kesendirian ini. Memberikan harmoni musik alami diselingi siulan burung bersahutan. Dedaunan hijau memandang dan memberi kesejukan, membuat jiwa ini tenteram dalam balutan alam… tetapi akhirnya panasnya sinar mentari mengingatkan diri bahwa waktu ‘me time’ sudah berlalu.

Ayo kembali ke dunia nyata yang penuh suka duka. Wassalam (AKW).