PAPATONG.

Perlahan tapi pasti, akhirnya…..

BOJONGHALEUANG, akwnulis.com. Pertemuan dengannya secara tidak sengaja, dikala kaki melangkah mengejar mentari pagi disitulah pertemuan terjadi. Dia sedang diam dan memunggungi, tapi aura keindahannya terpancar membawa rasa yang berbeda. Memaksa langkah untuk dipercepat agar segera bisa hadir sedekat kata seintim keinginan.

Setelah tinggal jarak satu meter, nafas diatur perlahan dan tangan bersiap untuk mengabadikan pertemuan ini. Sesuai aturan untuk mendapatkan hasil terbaik sebuah dokumentasi pertemuan, maka jarak 5 sentimeter adalah jarak yang ideal. Mengendap dan tahan nafas, sambil mengendalikan gejolak penasaran yang membuncah semenjak awal. Dilengkapi sebuah doa supaya pertemuan ini benar-benar terjadi, Bismillah.

Jarak tinggal satu meter lagi, dia masih diam membelakangi. Setengah meter lagi… tetap memunggungi dengan punggung indah perak keemasan. Hingga akhirnya…. tepat 5 sentimeter lagi, tetap terdiam sambil pura-pura tidak tahu. Memberanikan diri menjulurkan tangan hingga jarak tinggal 3 sentimeter.. dan….

…..

…..

CETREK!!!

Berhasillll….... mengambil moment berharga punggung dan sayap tipis perak keemasan yang mempesona, Alhamdulillah.

Tapi sayang, perjumpaan ini hanya sekejap. Begitu sadar raga ini mendekat, bukan rangkulan yang didapat. Tetapi tatapan takut dan khawatir sambil dia bergegas pergi, tanpa menoleh dan memberikan harapan apapun…

Namanya PAPATONG, itu nama dalam bahasa sunda. Bahasa indonesianya adalah CAPuNg atau versi LNnya DRAGONFLY. Binatang yang cantik, ringan dan lincah dengan sayap tipis warna perak keemasan. Kawan bermain masa kecil yang begitu menyenangkan.

Salah satu keahlian dia, sering digunakan oleh para orangtua dulu untuk menghentikan kebiasaan ngompol anaknya. Tentu dengan cara yang unik, Capungnya ditanģkap juga anak yang sering ngompolnya ditangkap hehehehehe. Baju anaknya dibuka dan…… disoŕongkanlah mulut si capung untuk menggigit udel ataù Bujal… eh Pusar/puser.

Awww…. pasti si anaknya jejeretean dan harus direjengan (berontak dan harus dipengangin dengan erat)… tapi cespleng lho….

Tuntas prosesi gigit udel sama papatong, maka dengan segera kebiasaan ngompol pun terhenti.

Entah apa sebenarnya yang terjadi, tapi fakta yang membuktikan. Mungkin suatu saat akan ada disertasi yang berjudul EFEK GIGITAN PAPATONG TERHADAP PSIKOLOGI DAN PHISIK ANAK YANG SERING NGOMPOL DALAM DIMENSI KASIH SAYANG ORANG TUANYA.

Selamat weekend kawan akwnulis, jangan ragu jikalau tidak percaya, maka Cobalah.

Untuk orangtua yang masih ngompol, belum bisa menjanjikan berhasil atau tidak karena belum mencoba. Tapi kalau mau, mungkin perlu 10 sampai 15 papatong yang menggigit bersamaan di berbagai tempat hehehehehe. Wassalam (AKW).

Rindu bersandar.

Mencari sandaran & pegangan….

Photo : Lagi mikir / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Sejumput rindu bersandar dan bersenandung di bahu, memberikan kedamaian meskipun nirharapan. Itulah salah satu fragmen kehidupan.

Mengapa kamu perlu bersandar di bahu seseorang sebelum bersenandung?, padahal bahumupun lebar tak kurang suatu apapun

Sebuah tanya yang dijawab dengan senyuman, dilengkapi dua kedip mata kanan yang bisa menyelesaikan semua permasalahan.

Bukan bahunya sebetulnya yang diperlukan, tetapi sebuah simbol kerapuhan yang harus dipertontonkan sehingga pilihan terakhir adalah bersandar pada bahu seseorang, yang ternyata sebenarnya lebih rapuh dari yang bersandàr.

Yang bikin keren adalah, keduanya tidak menyadari itu. Sehingga dapat ditarik garis merah persoalan bahwa kerapuhan bisa disandari kerapuhan yang lain asalkan masing-masing tidak paham dengan kenyataan.

Jadi sebuah istilah ‘Ketidaktahuan adalah berkah’ memang sedang berjalan disini.

Kesimpulan lainnya adalah, manakala sebuah kerapuhan bersua dengan kerapuhan lain maka mungkin saja terjadi simbiosis mutualisme yang berakhir dengan semangat saling menguatkan dan berusaha bangkit kembali dalam keterpurukan ini…. ataau saling merapuhkan dan akhirnya luruh menjadi puing-puing ketiadaan.

Photo : Awas jatuh, ayo pegangan / dokpri.

Itulah kehidupan, banyak makna yang mendalam dari seluruh kejadian. Semua kejadian dan kenyataan tidak ada yang terjadi begitu saja, tetapi skenarios super rumit tersebut sudah disiapkan jauh jauh hari oleh Allah Sang Maha Pencipta langit dan bumi beserta isinya.

Mari berjuang bersama dan memberi sandaran kepada yang sedang merana, meskipun kita sebenarnya sedang butuh sandaran juga.

Selamat weekend kawan, jangan lupa memberi sesaat kesempatan untuk seseorang yang perlu sandaran, meskipun sebenarnya kitapun perlu dukungan. Dengan begitu semoga jiwa kita tetap tegar dan fokus dengan segala beban dan tantangan. Wassalam (AKW).

Rindu Bapak Ibu.

Sebuah coretan rindu yang tertahan ‘sesuatu’.

Photo : Kopi Kerinduan / dokpri.

CIMAHI, akwnulis.com. Sejumput haru bersembunyi diujung dada kesendirian, sebait harap tetap dipegang meskipun kenyataan belum sesuai harapan.

Hari lebaran yang emosional, harus menahan rindu untuk tidak bisa wajah, raga dan jiwa bertemu langsung dengan kedua orangtuaku…..m yang sebenarnya jikalau hanya bicara jarak, sangat mudah untuk ditemui.

Bersimpuh di kaki mereka, memohon doa keberkahan dan keselamatan dunia akherat di momen hari suci pasca dilatih selama 30 hari di bulan ramadhan 1441 hijriah.

Memeluk ibu bapak dengan penuh kehangatan dan ketulusan, dimana karena merekalah, karena pengorbanan, pola pendidikan, motivasi dan keikhlasan kepada anaknya hingga segalanya dilakukan demi cita-cita hakiki yaitu agar anak cucunya kelak bahagia di kehidupan masa depannya.

Mendengarkan cerita dari ibu dan bapak, betapa kenakalanku di masa lalu adalah rangkaian kebahagiaan yang mengharu biru, tiada umpatan kasar atau bentakan, tetapi peringatan halus yang memberi ketenangan.

Berpose terbaik setahun sekali dengan senyuman dan tawa yang tak pernah habisnya lalu memposting di media sosial agar tahu bahwa dunia ikut bahagia melihat kita ceria, itu dulu karena sekarang harus menahan diri terlebih dahulu.

Maafkan anakmu ibu bapak, pandemi ini membatasi hadirnya raga tetapi jiwa dan asa tetap tidak bisa dihalangi untuk senantiasa menyayangimu sepanjang hayat ini.

Ketidakhadiran kami di kampung halaman adalah bukti kasih sayang kami untuk menjaga kebersamaan ini memiliki kesempatan lebih lama lagi.

Ah sedih….. tapi inilah pengorbanan. Jikalau tenaga kesehatan berjibaku di medan pertempuran menyelamatkan nyawa manusia yang sedang melawan ganasnya covid-19, maka kami disini berkorban untuk menghentikan penyebaran pandemi ini dengan menahan diri, mengendalikan rindu sekaligus menata rasa agar tidak memposting photo ceria bersama keluarga di media sosial kita.

Karena….. mungkin banyak yang berduka atau malah merasa pengorbanan ini menjadi sia-sia akibat terjebak oleh sebuah kultur budaya yang sebetulnya bisa kita tahan sementara.

Ah sudahlah, jangan berfikir pengorbanan rasa ini sia-sia, ikhlaslah menata asa, karena hanya Allah SWT yang tahu pengorbanan kita, semoga menjadi pahala yang menyelamatkan kita di dunia dan alam akherat nantinya.

Tetap jaga silaturahmi dengan memanfaatkan teknologi tanpa harus pergi-pergi di masa pandemi ini.

Secangkir eh setengah cangkir kopi coldbrew cukup mengerti kegundahan ini, ditemani semerbak bunga sedap malam yang mekar mewangikan kesepian malam ini. Tanpa banyak basa basi merelakan diri disruput gelas pergelas hingga sebotol 250 ml tandas tuntas tanpa ampas dan keharuman bunga seolah tiada batas.

Banyak sekali yang ingin dituliskan untuk mewakili kegundahan ini, tapi biarlah sisanya tersimpan di sanubari dan catatan hakiki milik alam semesta ini.

Bapak dan ibu, maafkan kami.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.

Jiwa semoga kembali suci dan bersiap melanjutkan hari, menjaga ibadah seperti sebelum idul fitri, serta tidak lupa kembali menulis tentang hari ini dan cerita kopi.

Semoga pengorbanan ini menjadi berkah, dan sembuhkan gundah menjadi masa depan yang indah. Wassalam (AKW).

KANGEN.

Sebuah rasa yang hadir tiba-tiba…

Photo : Rehat sejenak menikmati keindahan / pic by mrs Yenny.

NAMI ISLAND, akwnulis.com. Kelopak daun menguning menemani perjalanan ini, menapaki sebuah pengalaman berbeda dikala bersamamu. Suasana yang syahdu semakin berpadu dikala rindu beradu dengan belaian angin yang tidak menderu tetapi sepoi-sepoi menyentuh kalbu.

Jajaran pohon yang berbaris melindungi perjalanan ini, semakin menguatkan semangat untuk terus bersama dalam suka dan duka. Meskipun halangan rintangan senantiasa ada, tetapi itulah dinamika yang menjadi kawah candradimuka kehidupan di dunia.

Suasana penat dan lelah berubah seketika, berganti rasa senang penuh keindahan, romansa menjalar dalam urat nadi sepanjang badan, bersemangat untuk menggamit dunia demi penuh hasrat keinginan yang tetiba membuncah tanpa tertahan.

Duduk perlahan di rerumputan kering, berlarian sambil tertawa seakan dunia sudah bukan milik bersama. Mentari siangpun sangat paham dengan keadaan, karena sesekali bersembunyi di balik awan tipis sambil mengantarkan pesan kerinduan.

Begitulah kehidupan fana yang sesaat begitu indah penuh rasa, begitu mempesona sehingga terkadang membuat lupa bahwa ini hanya sementara.

Sungguh aneh tapi nyata, karena rasa bahagia tanpa syarat ini hadir dengan tiba-tiba nir tanda-tanda, hati damai dan raga segar bergerak bersama di rimbunnya pepohonan Nami Island.

Apakah karena banyak tersembunyi pesan cinta? Atau memang suasana tenang yang membuat rasa ini berbeda? Padahal ini bukan yang pertama.

Sudahlah kawan, jangan mendebat hati nurani, biarkan semuanya mengalir tanpa perlu khawatir dengan tahapan selanjutnya. Hidup ini indah, dikala kita bisa mensyukurinya. Hidup ini penuh berkah dikala kita menjalaninya tanpa keluh kesah. Apalagi banyak hal diraih dengan susah payah, sudah sepatutnya kita bersujud dikala cita diraih pada saatnya.

Maka, momentum bercumbu dengan angin rindu perlu dinikmati tanpa pandang bulu. Duduk dan berguling bersama rumput hijau yang luas adalah kesukaan sekaligus menikmati pelukan erat aura pepohonan yang begitu ramah tanpa banyak pertimbangan.

Mari syukuri hidup tanpa melupakan kewajiban, mari jalani hari dengan segala haru biru perubahan.

Sesekali sinar mentari menerobos lindungan daun dan menyentuh wajah polosku, mengingatkan bahwa kenikmatan ini hanya sementara. Jangan terlena, tetapi harus tetap waspada. Karena setelahnya akan banyak hal – hal tak terduga yang menanti di perjalanan selanjutnya.

Sebuah catatan kecil dari seberang lautan sana, Wassalam (AKW).

Espresso Ungu

Sendu itu perlu tetapi dengan sruputan maka sendu bisa berlalu.

Photo : Espresso & bunga Ungu / dokpri.

KBB, akwnulis.com. Dikala sendu berpadu rindu, maka sajian bunga ungupun terasa bernuansa biru. Gemericik air hujan yang singgah di sore ini, melengkapi perpaduan rasa sendu yang terus berpadu.

Untunglah secangkir kopi bercangkir putih mencairkan suasana, dengan rasa kental double espresso menghadirkan kekuatan dan kepahitan yang nyaris sempurna, ditemani serpihan manisnya kenyataan yang berbeda.

Sruputan pertama membuka pikiran yang hampir galau menjadi tenang, perlahan tapi pasti mengembalikan logika kepada jalan yang seharusnya. Biarpun sang rasa masih terus menggelayut dengan godaan iba, tetapi keajegan dalam bersikap adalah sebuah prinsip yang harus diperjuangkan, sekarang, nanti dan seterusnya.

Tapi ternyata gerimisnya hanya sekejap, langsung berganti dengan lebatnya pertanyaan plus gelegar halilintar kepenasaran. Diskusi menjadi hangat dan menegangkan.

Nah…daripada bingung dengan silang pendapat yang tak berkesudahan, padahal jelas bahwa berbeda pendapatan.. maka sruput lagi sisa espresso di cangkir putih, srupuuut…… perasaan lebih tenang. Karena pahit sadisnya espresso berubah menjadi manis dikala belajar ikhlas menerima perbedaan.

Diskusi berlanjut sambil terus menyeruput, kesenduan dan rindu sudah tidak lagi ribut, tapi melarut seiring tuntasnya hujan sore yang sedari tadi beringsut. Wassalam (AKW).

Teknologi & Kasih Sayang

Kemajuan jaman dan menjaga kedekatan adalah suatu tantangan.

Photo : Hasil make up anak kicik / dokpri

Semilir udara segar di Ibukota membawa gemuruh rindu kepada anak tercinta yang menapaki setengah waktu golden age-nya. Ada rasa kangen mendalam yang tak bisa dikatakan dengan sebaris kalimat indah yang sederhana.
Memang anak kecil itu memiliki takdir dan aura kehidupan yang menarik siapapun untuk menyenangi, mengasihi dan mencintainya. Apalagi orangtuanya yang ditugaskan Allah untuk menghadirkannya menjadi generasi penerus dimuka bumi ini.

Tiba-tiba sepenggal cerita kehidupan 4-5 tahun lalu hadir dihadapan, mempertontonkan wajah anak manusia yang berwajah muram hopless karena vonis dokter untuk dipaksa ikhlas tidak akan punya keturunan, ohh…. dunia serasa runtuh mendadak.

“Tuhan tidak adil, Allah pilih kasiih….” teriak histeris memenuhi ruang imagi, menyesakkan dada yang sudah luntur karena airmata ketidakberdayaan. Pada saat yang sama, sering bersua dengan teman sebaya bersenda gurau dengan anak-anaknya…. “Sungguh bahagia”.

***

Alhamdulillah dengan kasih sayang Allah SWT kepada hambanya, perlahan bisa bangkit kembali dari serpihan kesedihan jiwa dan meneguhkan kembali keyakinan serta menggenggam kebenaran bahwa : “Ketidakhadiran anak dalam kehidupan bukanlah segalanya, itu hanya fragmen kehidupan yang harus dijalani dalam waktu singkat di dunia fana. Nilai keikhlasan menerima kenyataanlah yang menjadi pengantar pahala dan menjadi nilai strategis untuk selalu bahagia.”

Itu dulu….

Sekarang sedang belajar untuk senantiasa bersyukur atas segala karunia Allah Subhanahu Wataala, termasuk hadirnya Istri yang sholehah serta anak syantiek sholehah yang memasuki usia 2 tahun 6 bulan, Ayshaluna Binar Wardana.

Dan sekarang Merindukannya.. Sangatt..

Nggak pake lama, buka aplikasi Video call, banyak pilihannya. Yang udah biasa dipake ya whatsapps vidcall atau goggle duo. Trus klo lawan bicaranya pake Apple bisa manfaatin aplikasi facetime…. banyak pilihannya… ya inilah jaman kemajuan teknologi dan anak-anak tumbuh bersama kemajuan jaman ini.

“Hallo, Assalamualaikum!!!!… lagi apa anak cantik ayah?”
Dilayar handphone nggak ada jawaban, hanya wajah lucu anak kicik yang merengut, bibirnya tertutup, tangan dilipat dan wajah membesi…. ngambek dari sonohnya. Karena tau ayahnya nggak pulang malam ini karena harus tugas di Jakarta hingga esok hari.

“Sayangkuuu……”

Tetep nggak ada jawaban dan anak kicik bertahan dengan wajah cemberutnya.

Akhirnya sesi video callpun berakhir tanpa ada sebait kata dari anak tercinta. Hanya doa dari istri tercinta agar tuntas tugas dan pulang dengan segera.

***

Esok harinya, sore yang cerah menemani kembalinya raga ini ke rumah. Baru saja membuka pagar depan rumah.

Teriakan, “Ayaaaah!!!….” memberi rasa bahagia tiada tara. Tangan mungilnya terbuka sambil berlari menyongdong kahadiran ayah tercinta dengan wajah ceria.

Secepatnya dipeluk dan digendong, terasa kehangatan kasih sayang menyeruak dan menelusup direlung rasa, memenuhi syaraf dan pembuluh darah hingga akhirnya membuat dopamin bergerak di otak wujudkan sensasi bahagia yang harus disyukuri bersama.

Ternyata, kemajuan teknologi hanya menjadi pendukung atau sarana menjaga kedekatan dan pola asuh anak di usia golden age-nya. Karena kedekatan hakiki dan nyata yang akan menjaga stabilitas emosional anak dengan orangtuanya. Bukan gunakan gadget atau peralatan canggih lainnya sehingga anaknya ‘anteng’ sementara ayah ibunya juga sibuk dengan smartphonenya atau tv kabelnya.

Yuk luangkan waktu lebih banyak untuk menemani anak diwaktu senggang atau libur. Ajak bermain dan bercengkerama tanpa membawa atau memainkan jemari diatas kibod virtual di smartphone kita..

“Bisa?…. “
“Susah euy”
“Itulah tantangan kita”

Harus kita perjuangkan sodara-sodara, di Thailand sudah sejak tahun 2014 kampanye
‘Technology Will Never Replace Love’

“Caranya ??”
“Ya itu tadi, puasa hape… eh berenti sejenak mainin hape atau smartphone dan ajak bercanda serta bermain anak-anak kita semaksimal mungkin……”

Apalagi menurut penelitian, dimuat di The New York Post, November 2017, menyebutkan di Amrik sana, rata-rata 8 menit orang-orang mengecek Handphonenya.. bahkan studi lain menyebutkan 1 dari 10 orang mengecek handphonenya setiap 4 menit. Sementara studi di Inggris rata-rata warganya mengecek handphone 28 kali sehari… (The Great Shifting; hal 50;2018)

“Coba kita berapa menit sekali?… jangan-jangan lebih parah xixixixi.”

***

Jadi mulai sekarang, lawan ketergantungan kita kepada handphone atau smartphone kita. Kendalikanlah bukan kita yang dikendalikan…

Semangaaat!!!!
Selamat mencoba. Wassalam (AKW).

TAK SESAL BERLIKU

Ternyata pemandangan di pelupuk mata tidak sama dengan apa yang terjadi didalam pikiran dunia . #fiksihariini

Hamparan hijau sawah dan kebun menyejukan pandangan mata. Memberi ketenangan yang tiada tara. Padi berbaris menebar cita, berpadu dengan langit yang mengharu biru. Liukan sungai membelah bukit, di temani pepohonan rindang yang tumbuh segar. Sebuah rumah sederhana berhalaman luas melambaikan harap bahwa kedamaian itu sedang hadir disana.

Tiba-tiba menyeruak rasa, menggelitik keinginan dan mengekstraksi rasa iri dengan apa yang dilihat diluar sana. Sungguh rasa iri ini membuncah, melihat seorang bapak duduk di halaman depan rumahnya. Ditemani secangkir kopi hitam yang masih mengepul asap tipis kenikmatan, ditemani goreng singkong dan ubi serta kacang rebus. Sambil memandang pemadangan menghijau serta kesibukan beberapa binatang peliharaan yang asyik bercengkerama dengan alam, tak peduli dengan permasalahan kehidupan.

Betapa nikmat hidupnya, itu yang membuncah di kepala dan menggejolak di otak sementara diri ini hanya duduk termangu menatap kenyataan terpenjara oleh keadaan yang jauh berbeda. Duduk terdiam di kelas ekonomi Kereta Api Argo Parahyangan yang terus bergerak tanpa inisiatif mengikuti tarikan sang lokomotif.

Tak tahan dengan keadaan, jiwa berontak bergerak secepat kilat menembus kaca tebal kereta. Terbang menjauh melewati hamparan sawah dan kebun dengan udara yang begitu segar. Menuju rumah sederhana tadi di mana seorang bapak tua tengah bersantai sambil menikmati kudapan spesialnya. Ternyata masih ada, duduk santai di halaman depan rumahnya.

Tak banyak bicara lagi karena rasa iri sudah menguasai diri. Langsung jiwa ini menerobos masuk menguasai raga tua yang hanya bisa terpana tak kuasa menolak kedatangan yang tiba-tiba.

Gelap sesaat.. lalu perlahan membuka mata dan… aku sudah menjadi lelaki tua yang sedang duduk di kursi kayu lapuk sambil memandang hamparan sawah dan kebun yang sudah bukan miliknya karena telah terjual untuk membiayai kehidupannya dan kehidupan anak-anaknya yang tak kunjung mandiri miliki pekerjaan yang pasti. Mereka tidak mau jadi petani tapi pergi ke kota tanpa pendikan yang berarti. Akhirnya jadi pengangguran dan membebani orangtua yang semakin renta ini.

Rumah inipun……. ternyata hitungan bulan akan segera dilelang oleh pihak bank, karena tak kunjung mampu membayar angsuran pinjaman yang selalu musnah tertelan ganasnya kehidupan. Satu-satunya hiburan adalah memandang kedatangan kereta api yang saban hari hilir mudik membawa sosok-sosok manusia. Kumpulan manusia yang berpetualang dan menjalani ritme kehidupan yang nikmat, duduk empuk di kursi kereta yang membawa ke tempat-tempat yang menyenangkan. Apalagi raga yang mulai renta dan penyakit tua yang menggerogoti dilengkapi rapuhnya jiwa karena kondisi keluarga. Sungguh iri hati melihat semuanya.

Aku terhenyak dan tersadar ternyata disini kondisinya tak lebih baik. Malah tenyata lebih parah. Segera bersiap harus hengkang nich, daan kembali ke posisi semula. Duduk termangu di kereta.

Tapi…. jiwa ini tak bisa lepas dari raga renta ini. Terpenjara dan terjebak selamanya. Sesal sudah tiada guna. Akibat terbujuk iri termakan dengki, melihat orang lain bahagia padahal miliki masalah kehidupan yang begitu pelik rumit dan penuh duka.

Detik dan menit berlalu, terlihat gerbong akhir Argo Parahyangan telah hilang dari pandangan. Semakin derita terasa, tak kuasa menahan kesedihan karena harus terpenjara dalam raga entah siapa. Mulut gemetar teriak sekuat tenaga hingga akhirnya gulita menyapa.

Perlahan mata membuka dan terlihat langit-langit rumah yang kumuh dan penuh noda bocoran air hujan. Di samping kanan seorang ibu tua lusuh berkulit keriput memijit tangan ini dengan sesekali menyeka lelehan air matanya. Air mata kesedihan dan kepasrahan.

Aku kembali tak sadarkan diri, berjanji untuk menahbiskan diri, hanya bergaul dalam gelap dan temaram.(Akw).

Note : Mari kita syukuri apapun yang Allah SWT takdirkan dalam jalinan perjalanan kita. Angan terjebak dengan iri dengki yang berujung nestapa. Kesedihan dan Bahagia adalah satu paket yang saling melengkapi.

Cukup Jalani, Syukuri dan Nikmati.

Inspirasi dari seberang jendela Argo Parahyangan. (Ini hanya Piksi… eh Fiksi ), Wassalam.