
MAKASSAR, akwnulis.com. Menikmati kopi dapat dimaknai dari berbagai sisi, tidak hanya dari rasa tetapi ada asa juga pembeda dari setiap sajian yang ada. Kalau bicara idealisme maka ada 2 golongan besar sumber rasa kopi yaitu jenis beannya, apakah arabica, robusta atau liberica. Tapi jika berbicara praktis maka pertanyaan sederhananya adalah kopi menggunakan mesin atau diproses secara manual?.. nah pertanyaan lanjutannya menjadi panjang jika dikaitkan kesana kemari, meskipun pasti bahwa rasa menjadi yang utama. Apalagi jika sudah bersua dengan susu dan jenis jenis gula, maka aneka rasa menjadi variatif dan ini yang malah menjadi lebih menarik.
Karena penulis adalah aliran kohitala, maka kenikmatan secangkir kopi tanpa gula adalah sebuah hal yang nyata. Maka kecenderungannya adalah kopi hitam tanpa gula dengan model seduhan manual yang menggunakan filter, baik V60, flatbottom atau cemex. Tetapi jika tidak berjumpa, maka kohitala produk mesinpun tidak mengapa. Pilihannya sangat terbatas yaitu espresso, dopio, americano, long black saja karena disaat memilih cafelatte dan capucinno maka campuran foam susu telah merubah formulasi kohitala.
“Ih kami idealis bingit, udah ngopi mah ngopi ajaa, nggak bisa nikmati hidup”

Bisikan atau komentar agak pedas kadang hadir menemani kenikmatan ini. Namun yang terpenting adalah sebuah prinsip tentang bahagia. Bahagia itu unik kawan, dan setiap manusia memiliki nilai bahagia masing-masing. Nah urusan menikmati kopi hitam tanpa gula ini sebuah kebahagiaan, karena tidak setiap orang bisa menikmatinya. Merasakan selarik manis dan aneka rasa asam yang mengitari lidah dan mulut padahal jelas – jelas kopinya hitam tanpa gula. Ini bisa hadir secara maksimal jika dilakukan seduhan menggunakan pola manual. Jika produk mesin, maka rasanya bisa ditebak. Kepahitannya mendatar dan flat.. eh sama ya? Sementara acidity dan aftertastenya agak sulit untuk ditangkap oleh indera pengecap ini.
Tapi lagi-lagi, menikmati kopi hitam tanpa gula bukan hanya rasa. Ada asa dan suasana yang menjadi kenikmatan lainnya termasuk keunikan nama kopi tersebut. Kali ini ada penamaan kopi yang menjadi daya tarik yaitu KOPI CINTA.

Kopi cinta, sebuah sebutan yang memberi kesempatan angan untuk berimajinasi dan menerka-nerka, makna dari kopi ini. Tentu ada yang berharap ada sisi romantisme pas menikmati kopi ini, atau mungkin benih cinta akan hadir pada saat menyeruput kopi ini. Bisa juga disajikan dalam cangkir berbentuk hati.
Maka cara terbaiknya adalah ayo kita buktikan saja. Memasuki tempat makan yang mengklaim merk kopi penuh romantisme…
Ternyata ini hanya branding marketing semata, karena resminya ini adalah rumah makan soto lamongan Cak Har dan ada menu kopi dengan label KOPI CINTA, itu saja. Karena pilihan kopinya hanya berdasarkan mesin saja dan kohitalapun hanya pilihannya americano dan espresso saja. Tapi supaya tidak penasaran maka pesan juga sajian sotonya yang memang memiliki rasa asli soto di pulau jawa sehingga serasa tidak berada di pulau sulawesi. Kehangatan kuahnya dan juga taburan koya sebagai ciri khasnya menambah kenikmatan rasa di sore hari penuh makna.

Kembali ke kopi cinta, pesanan americano tiba dengan cup putih dan ada cap dengan tulisan kopi cinta. Urusan rasa dan sebagainya biasa saja, seperti americano lainnya. Tidak ada analisis body, acidity dan aftertaste disini. Ya nikmati saja tanpa membawa perasaan yang beraneka.
Kalau melihat suasanapun biasa saja, tidak tampak romantisme yang berlebihan. Tentunya acungan jempol untuk ownernya yang bisa membawa dan bertahan dengan menu makanan yang jelas jelas bukan makanan khas makassar. Sruput dulu guys kopi cintanya, lumayan.
Tuntas menikmati kopi cinta tanpa cinta ini, maka raga bergerak ke luar kota menuju bandara yang akan menerbangkan semua rasa ini kembali ke bandung via penerbangan jakarta. Wassalam (AKW).