Lara di Pantai Utara.

Di kala lara masih tak bisa dipisah oleh logika, mungkin laut penyembuhnya.

Photo : Pantai utara karawang / dokpri.

KARAWANG, akwnulis.com. Di kala sebuncah lara mendera jiwa yang hampa, maka setitik harapan sangat sulit untuk direngkuhnya. Semua detak dan degup jantung kenyataan, seolah semakin memghimpit hadirnya peradaban.

Pada titik inilah, jalan terbaik harus dilakukan. Jangan sampai rasa sesal semakin menenggelamkan nalar sehingga mengambil langkah pintas yang sebetulnya awal dari kehancuran yang sesungguhnya.

“Sudahlah kawan, tak usah dipikirkan, ambil hikmah dari semua kejadian”

“Ngomong sih gampang, kamu memang tidak tahu apa yang sedang kurasakan!!!” Teriakan ketus menyanggah luncuran kata bijak yang berusaha membangkitkan semangat. Kalah oleh aroma keterpurukan yang begitu ketat menelikung dari berbagai arah kemunafikan.

“Tak usah rintangi aku, biarkan diri ini mencari damai dengan alam”

Terlihat wajah sendumu membeku, menatap hampa tanpa ada reaksi apa-apa. Hanya anggukan angin yang merestui tindakan ini.

Kaki langsung berlari menapaki tanah berpasir yang sudah tidak bisa teriak tentang keadilan, menuju jembatan penantian yang akan mengantarkan kepada titik penghabisan di depan sana.

Photo : mancing yuk…

Tapi sebuah papan pengumuman retribusi menahan buncahan semangat yang begitu tinggi. Sesaat tertegun tapi sudah tidak butuh basa-basi, keluarkan uang 10.000,- dan segera beraksi.

Bergerak lurus melewati jajaran tenda-tenda bambu hingga akhirnya menapak pada ujung jembatan bambu yang menggapai panjang ke laut lepas.

Bergerakkk…

Nuansa lara masih menggumpal dalam dada, di kala kaki menjejak menuju ujung dermaga, terasa pondasi bambu yang dibangun begitu sederhana, tapi itulah dunia.

Di ujung dermaga tertegun, menatap bentang alam laut lepas yang begitu damai dan dalam. Sang lara perlahan luruh, perlahan tapi pasti kesedihan mulai berganti dengan secercah harapan yang susah payah muncul kembali…… ini adalah janji.

Hamparan birunya laut ternyata bernuansa coklat, menjadi cerminan sebuah penyambutan bagi jiwa yang sedang menanggung lara. Meskipun di ujung sana, laut membiru telah menanti, tetapi kecoklatan tak bisa melepaskan fungsinya untuk menghibur dan menghilangkan kesedihan yang begitu mendalam.

“Selamat tinggal bangunan kehampaan!!!” Teriakan pamit membahana ke ujung langit. Menggoyangkan horizon dan batas ketiadaan, semua terdiam.

Jebuuuur!!!!!……

Prosesi penyatuan kepentingan terjadi. Jiwa yang sedih melarut dengan segarnya air laut pantai utara. Menghasilkan gelombang ketegaran yang penuh misteri bertabur janji-janji.

Tapi yang pasti, lara dan duka sudah pergi terbawa gelombang coklat yang tak banyak kompromi. Tinggal sekarang adalah semangat yang tersisa harus dipupuk serta dipelihara, agar kelak menjadi penentu derajat dan makna kehidupan fana. Wassalam (AKW).

***

Catatan :
1. Ini hanya goresan pena, jalinan reka kata cerita fiksi belaka, yang terinspirasi dari…..
2. Lokasi Pantai Tanjung Baru, Cilamaya Karawang.

Author: andriekw

Write a simple story with simple language, mix between Indonesian and Sundanese language.

3 thoughts on “Lara di Pantai Utara.”

  1. Duka Lara Hiasan Dunia…
    Gembira Bahagia bagian dari Fana…
    Duka Lara tinggalkan di Laut Cilamaya
    Gembira Bahagia inshaallah Menjelma
    Cemungud Terus Pak Kabag!!!
    Karena dari tulisan ini..aku merasakan adanya pergolakan antara fiksi dan reality
    (Maybe).

    Like

  2. Ada dua pilihan menghadapai ” amuk gelombang ” laut kehidupan… Hadapi,arungi …. atau menyerah dan hanyut tegulung… “amuk gelombang “

    Liked by 1 person

Leave a comment