
GARUT, akwnulis.com. Adzan magrib terasa begitu merdu dan penuh makna, di kala raga dan jiwa begitu membutuhkan kehadirannya. Menjadi penentu berhasil-tidaknya perjuangan menahan rasa menekan segala keinginan dunia dan hindari goda yang senantiasa mengintai di semua suasana…. hingga akhirnya bisa berbuka puasa.
“Berbuka puasa pake apa?”
“Kopi donk”
“Cius?”…
“Ya nggak lah, tentu air putih dan doa berbuka yang lebih utama”
“Nggak berbuka dengan yang manis?”
Aku terdiam, lalu spontan menjawab dengan menampilkan sunggingan senyum terbaikku, “Enggak euy, soalnya akyu udah maniiez”…
…. g.u.b.r.a.k ….
Setelah reda dari keterjungkalan perasaan, maka dilanjutkan dengan menikmati secangkir kopi tubruk di cangkir putih dan berhias selada… tentu kopi tanpa gula.
Srupuut…. kopi arabika di salah satu rumah makan Kabupaten Garut ini menjadi pembuka semangat dan mengurangi kegalauan malam ini setelah sehari tadi berkutat dengan kesedihan yang tak bisa… tak bisa dan berat untuk diceritakan.
***

Tadi pagi, masih bisa menikmati udara segar yang tersaji bebas di alun-alun garut. Memandang bangga, betapa gagahnya mesjid agung garut yang menjadi tempat syiar agama islam sekaligus bangunan strategis di Kota Intan.
Lalu bercengkerama dengan air wudhu dan melaporkan kefanaan diri tanpa tendensi dalam rakaat demi rakaat yang bebas dari intervensi…. Alhamdulillah.
Tuntas dari sana, bergerak mengayun langkah menuju bangunan lain yang tidak kalah indah, kediaman pimpinan Kabupaten Garut, Pendopo Bupati…. langsung mencoba mengabadikan sebuah bangunan bernuansa kayu yang sesekali menjadi tempat berkumpul para petinggi ataupun rakyat garut dalam menyampaikan keinginan ataupun menghadirkan solusi dari beraneka rupa permasalahan.

Giliran mendapat kesempatan memasuki lebih dalam area pendopo, wah nuansa dan rasanya beda lho…. maklum khan baru pertama kali ke sini.. (sama kamuuh…).
“Lha… katanya nggak moo cerita, kok ini panjang lebar” komentar komplen menempel di telinga kanan. Aku terdiam, lupa.
“Tapi tanggung ah… lanjut dikit” jawabku, sambil kembali merangkai angan dan memandang ruang pertemuan dengan nama ‘ruang Pamengkang.’
Penasaran dengan artinya tetapi tidak ada kesempatan menanyakan pada siapa, sehingga akhirnya mbah gugel yang ditanya via jempol menari diatas layar smartphone ini.
Ternyata ada beberapa artikel dan kamus online yang menyajikan pembahasan tentang arti kata ‘Pamengkang‘. Meskipun diriku setuju dengan sebuah penjelasan bahwa pamengkang ini dalam bahasa sunda adalah ‘ruang tunggu sebelum menghadap’…. ini cenderung yang paling cocok.
Karena artikel lainnya bicara tentang nama keris legendaris yang (katanya) bertuah dengan sebutan ‘Keris Pamengkang Jagat’… entahlah.
Serta satu artikel lagi yang menyebutkan arti ‘pamengkang’ ini berasal dari 2 kata dalam bahasa sunda yaitu ‘pameng + kang’ yang artinya ‘Tanggung Kakak‘…. jadi (mungkin), sebuah tempat untuk berhenti sejenak, tapi tanggung, jadi musti diteruskan…. gituuuuu.
“Ohhhh gitu ceritanya… tapi nggak sedih ah.. kok diawal katanya ada kejadian yang menggalaukan jiwa?”
“Sudah cukup, gitu aja ceritanya kawan” Sebuah jawaban penenang suasana, meskipun sebuah beban berat semakin bertambah setelah pertemuan ini. Semoga semua yang terjadi berhikmah berkah. Wassalam (AKW).