Syarat Berpisah.

Akhirnya itulah keputusan yang diambil, ya sudahlah.

Photo : Semburat langit pagi penggugah semangat/dokpri.

Sebuah kalimat ‘mohon maaf‘ menjadi awalan pembicaraan yang menyedihkan. Karena tanpa perlu dicerna secara mendalam, sebuah aura perbedaan telah membuka celah penuh jarak ketidakpastian. Percaya tidak percaya dikala perlahan tapi pasti, rangkaian kata selanjutnya semakin menegaskan bahwa sebuah keputusan besar telah ditetapkan dan hubungan harmonis selama ini, beberapa saat lagi hanya tinggal kenangan.

Sebuah kata ‘mengapa?’ Mewakili ribuan kalimat yang berjejal di tenggorokan yang berlomba keluar namun tersekat oleh keadaan, karena ternyata ini bukan mimpi yang menjadi kenyataan, tetapi realitas yang harus diterima tanpa ada persiapan.

Emosi dengan senang hati mengobang-ambing sanubari. Meniup ruh kekesalan dan membantu mencari-cari pembenaran serta berbagai alternatif kambing hitam. Mungkin pihak ketiga yang mengganggumu atau bibit-bibit pelakor yang berlatih dengan memanfaatkan kepolosanmu?, atau kamu sendiri yang sebenarnya tidak berniat membangun komitmen sejak awal dan menjadikan pertemuan dahulu hanya pembuka sebuah hubungan terbatas, hanya target sementara sambil menunggu rencana besarmu dengan tema untuk raih masa depanmu.

Yap.. hanya untuk masa depanmu. Bukan masa depan kita. Huh kamu egois.

Begitulah emosi dan kekesalan mencoba memojokkan keadaan. Perlahan tapi pasti rada kesal memuncak dan mulai mengasah rasa datangkan dendam. Padahal itu semua muncul karena semua kenyataan ini datang tanpa peringatan.

Hati kecil yang sudah terbalut emosi mulai menghitung berapa nilai yang pernah diberikan, berapa persen kehormatan yang hampir kau manfaatkan.. semakin dihitung ternyata semakin sakit dada ini
Sesal berbalut dendam menyakiti raga dan rasa, menyerang dan Mencengkeram secara tiba-tiba, dunia serasa runtuh.

Kalimat maaf dan sesal lainnya tak dihiraukan lagi. Kecewa dan terluka telah mengoyak jiwa.

Cukup sudah, pergi kamu dari hidupku!!!” Sebuah jawaban yang bertema kebencian, padahal hati kecil berucap sebaliknya, “Kembalilah, jangan tinggalkan aku.”

Ternyata, hanya coklat punggungmu yang menjawab isak tangis tak bertepi ini. Punggung yang perlahan pergi, menjauh dan menghilang. Menyembunyikan isak tangis lain yang harus kau lawan. Masalah lain yang lebih pelik yang harus kau hadapi.

Kedua mata ini dicoba untuk terpejam sambil terus berharap bahwa ini hanya sandiwara drama korea yang mengharu biru dan akhirnya bahagia bersama.

Ternyata…

Sosok tubuhmu terus melaju, menembus kabut kehidupan yang menurutmu itulah masa depanmu. Tak peduli dengan apa yang pernah dan telah terjadi, ternyata memang semua perhatian dan kasih sayang ini hanya segores cerita dalam rangkaian petualanganmu.

***

Butuh berbulan-bulan menyembuhkan kehilangan ini. Setelah kesana kemari mencari jawaban dan pembenaran. Mengumpulkan kambing hitam dan siapa yang harusnya bersalah? Akhirnya jawaban itu ada dalam nurani diri, melalui keyakinan agama yang memberi penjelasan hakiki.

Mengapa bersedih?…

Nurani tersenyum sambil mengelus kepala dan punggung penuh ketenangan. Memberi sebuah kalimat pembuka yang langsung mencerahkan, “Sebuah pertemuan tentu akan ada perpisahan.”

Jleb bingit brow….

Dalam hidup ini semua sudah Allah SWT ciptakan berpasang-pasangan, lelaki dan perempuan, siang dan malam, terang dan gelap, suka dan duka, datang dan pergi dan… banyaak lagi pasangan lain… serta itu tadi… pertemuan dan perpisahan.

“Jadi mengapa bersedih?.. justru paket kehidupan sudah komplit bekerja karena sudah ada pasangannya, tinggal maknai hikmah dari semua kejadian.” Jawaban lugas nurani memberi semangat baru dalam diri.

Hapuskan perlahan emosi dan dendam, berganti dengan cahaya semangat kehidupan yang mulai berpijar.

Kamu hanya fragmen dalam kehidupanku, tak perlu menjadi risau karena takdir itu sudah tercatat di Lauh mahfud.

Jalani, nikmati dan syukuri.

Akhirnya Nuranipun kembali bersemayam di dalam diri, membiarkan raga ini menapaki hari tanpa terlalu takut manakala ternyata kenyataan yang ada, terkadang tidak sesuai harapan.

Jikalau berjumpa dengan kamu-kamu yang lain berarti harus bersiap untuk berpisah dengan kamu-kamu kapanpun dimanapun dan dengan cara apapun. Tetapi satu hal yang menjadi makin yakin bahwa dengan ihtiar dan doa, semua pertemuan dan perpisahan itu miliki rahasia hikmah yang membangun kedewasaan. Membimbing mental dan pemahaman tentang sangat kecil dan rentannya raga ini serta tak miliki kuasa apapun kepada siapapun, tanpa kehendak Illahi robbi.

Catatan : yang udah baca tulisan ini nggak usah baper. Ini hanya iseng aja, ngumpulin kata karena ternyata perpisahan itu… (ehh lanjut lagi).. perpisahan itu harus dihadapi dengan syarat : sudah ada perjumpaan. Heu heu heu. Wassalam. (AKW).

Cimahi, 250218.