Melarang Tapi Melakukan

Belajar menjadi ayah yang menjadi pedoman kehidupan anak-anaknya, mudah diucapkan tetapi penuh perjuangan dalam melaksanakan.

Photo : Mentari muncul di cakrawala, sebuah konsistensi yang di ciptakan Allah SWT / Dokpri.

Fragmen hidup memang senantiasa berdinamika. Bisa sederhana lurus-lurus saja atau berliku penuh tikungan bermisteri. Meski satu hal yang pasti adalah sang waktu terus melaju, menggerus jatah umur sekaligus membuat terlena sehingga hari demi hari terasa begitu cepat berlalu. Minggu bertemu minggu hingga bulan berjumpa tahun.

Tapi sebuah ‘legacy‘ bisa bertahan lama dan salah satunya yang ‘mungkin’ abadi adalah sebuah tulisan dan of course gambar photo serta video yang dikemas apik dan tersimpan rapih. Bisa dicetak menjadi sebuah buku, keping DVD video ataupun tulisan, gambar dan video yang selanjutnya diunggah dan disimpan di dunia maya baik di facebook, twitter, path atau pinterest juga instagram dan pastinya youtube serta seabreg aplikasi lainnya.

Maafkan jemari dan pikiran ini jikalau tulisan yang tersaji ini hanya berkutat dalam bahasan yang kelewat sederhana. Bukan menulis sesuatu yang mendalam atau berbuncah teori konspirasi yang sedang rajin menghiasi wall linimasa belakangan hari. Tapi satu keyakinan terpatri, bahwa sederhana itu adalah inti dari segala hal yang penuh kompleksitas kerumitan tingkat dewa.

Sebuah pilihan telah teguh dipegang sejak blog ini lahir. Tulislah apa adanya dan mencoba bertahan dalam balutan originalitas, baik tulisan ataupun gambar dan video. Jikalau ada kutipan dari sumber lain, sudah etika dan hukum alam bahwa pencantuman sumber tulisan adalah kewajiban. Juga rumus kehidupan bahwa ikuti aturan maka alam melindungi kita.

Hari ini tertarik menulis tentang hubungan ayah dan anak yang ternyata memberi hikmah tersendiri. Ceritanya… jeng jreng….

…………Siang itu cuaca begitu panas menyengat. Sehingga minuman dingin menjadi favorit, terlihat di ruang tengah 2 orang anak sedang menikmati kesegaran yang dihadirkan oleh es kelapa muda gula merah. Anak 6 tahun dan 12 tahun terlihat menyendok minuman yang tersaji dengan lahapnya.

Tetapi pestanya harus buyar karena suara sang ayah menggema, “Hey anak kecil nggak boleh minum es banyak-banyak” sambil bergerak merebut mangkok es kelapa muda yang sedang anak-anaknya nikmati. Kedua anak itu terdiam, kecewa tapi tiada daya.

Adegan selanjutnya sang ayah yang tadi begitu garang melarang, ternyata….. langsung menikmati es kelapa muda gula merah tersebut tanpa malu-malu dimana kedua anaknya memandang tanpa bisa berkata-kata. Tetapi rasa kecewa karena dilarang terlihat dari raut cemberut mereka, semakin bertambah dongkol karena sang ayah tidak konsisten dengan ucapannya, melarang tapi melakukan.

………………………………………

Itulah titik pangkal yang menarik yaitu melarang tapi melakukan alias standar ganda. Tapi yang kita bahas disini lebih ke sebuah komitmen konsistensi dari ucap dan sikap. Jangan mentang-mentang berkuasa sehingga bisa seenaknya dan semena-mena, tapi yaa kembali ke leptop… itulah kenyataannya.

Keteladanan memang mudah diucapkan, tetapi tetasa sulit dilaksanakan disaat kita dalam posisi merasa memiliki kewenangan, baik sebagai orang tua kepada anaknya atau atasan kepada bawahannya. Maka lebih sering tidak sadar dan yang menonjol adalah rasa arogan serta keteladanan terlupakan.

Padahal……… dengan keteladanan inilah pelajaran kehidupan bergulir dan menggema dalam lorong kehidupan fana, yang akan terpatri di dalam diri tertanam di dalam jiwa terutama bagi anak kita yang merupakan photo copyan atau cerminan dari tingkah polah perilaku kita.

Sebagai refleksi diri sendiri dalam belajar mendidik anak, adegan tadi memberi pelajaran berharga. Bahwa kita melarang anak berarti kitapun harus memberi contoh keteladanan bahwa kitapun tidak melanggar larangan itu meskipun secara kewenangan bisa dipaksakan.

Konsekuensinya yang menjadi poin penting adalah manakala inkonsistensi ini semakin berlarut maka mengikis rasa hormat sang anak kepada orangtuanya dan pada titik kulminasi akan menghapus sosok ayah yang harus diteladani menjadi sosok ayah yang tercampakkan dan tidak akan dihormati… audzibillahiminzalik.

Lho kok jadi nglantur beginih yah?….., ah gpp donk…….

Tulis saja apa yang terasa meski etika tentu harus tetap dijalani sempurna. Andaikan aku jadi sosok ayah tadi, tentu setelah melarang makan es kelapa gula merah tersebut lalu menyimpannya di kulkas. Daan…. kalaupun aku kepengen bingit, tahanlah sekuat tenaga hingga kedua anak sudah tidak ada di ruang makan. Ambil mangkoknya perlahan dan nikmati cepat-cepat. Insyaalloh anak-anak akan belajar ‘konsisten‘ dari sosok ayahnya.

Fragmen kehidupan terus berlanjut, menjalin rasa memintal peristiwa yang akhirnya menjadi cerminan dan kenangan. Selamat belajar menjadi ayah yang menjadi teladan bagi anak-anaknya. (Akw).

Author: andriekw

Write a simple story with simple language, mix between Indonesian and Sundanese language.

12 thoughts on “Melarang Tapi Melakukan”

  1. leres pisan pak,keteladanan yg trkadang sulit kt laksanakan,ari ka budak nyarek tong maen game online kt sbg ayah asyik berselancar di media sosial….janten pas dibalikeun teh “ari ayah eta maen pesbukan wae….” kt sbg org tua tambah arogan ingin menang sendiri….
    jadi weh omongan/nasihat kt teu aya ruh-na…
    hanupis pa kabag pangemutna…

    Like

  2. Heuuu…. Leres pisan… Pangpangnamah kana indomie ๐Ÿ˜… Anak2 sbulan sekali ajah…. Bunda mah sbulan 2x da udah dewasa… ๐Ÿ˜… #ngelรฉss

    Like

Leave a reply to Fey Cancel reply