NGOPI di angkot menuju Karanghawu.

Sruput kopi di Angkot biru…. Nukmat.

SUKABUMI, akwnulis.com. Deburan ombak menggapai karang begitu keras dan menegangkan, tetapi anehnya terselip juga perasaan senang yang tak bisa dihadirkan dengan sebatas kata dalam bilangan.

Memang bahagia itu unik.
Bahagia itu sederhana.

Setiap orang punya cara masing-masing untuk meraih dan merasakan bahagia. Seperti pagi ini di sebuah pantai di daerah palabuanratu, namanya pantai Karanghawu.

Tak sulit mencari di peta online, hanya butuh keyword saja. Tapi via bertanya dan naik angkot sekitar 10 menit dari palabuanratupun bisa dengan mudah mencapainya.

Maka pagi ini menjadi sebuah momentum yang tak terlupakan kawan. Suasana ngopay (menikmati kopi) yang berbeda. Tentu saja dengan persiapan yang diawali dini hari. Yaitu meracik eh menyeduh kopi secara manual dengan metode SMD (seduh manual darurat). Metode SMD ini dengab memanfaatkan peraltan yang ada di kamar hotel. Mulai dari pemanas air yang sekaligus menggantjkan fungsi ketel leher angsa, trus ukuran bean 16 gram atau 18 gramnya diukur dengan perasaan saja plus temperatur air panasnya menggunakan termometer kulit jari tangan hehehehe… alias dipegang aja.

Ups panaaas….

Kopinya sudah digrinder dari rumah, arabica honey sylvasari. Maka setelah corong filter flatbottom dilengkapi kertas filter yang telah dibasahi air panas. Prosesi ekstraksi terjadi dini hari, selain dinikmati juga dimasukkan ke dalam termos sebagai persiapan untuk ngopi di pagi hari.

Tepat pukul 05.30 wib segera keluar kamar sambil membawa tas ransel berisi termos kopi berlapis bambu juga gelas eh cangkir stainless berbalut bambu dengan tulisan ‘Smiling West Java.’ Menuruni jalanan dari lobi hotel Karangsari Palabuanratu menuju jalan raya sambil memandang hamparan laut yang begitu menggoda.

Tapi, kali ini ada hal yang berbeda. Jari telunjuk refleks bergerak dikala sebuah mobil biru akan melintas, sebuah angkot (angkutan kota).

Pak, bisa ke pantai Karanghawu?”
Tiasa Cep”

Wah senangnya, kebetulan kursi penumpang di samping sopir masih kosong. Buka pintu, duduk dengan nyaman dan angkotpun bergerak perlahan. Alhamdulillah setelah sekian purnama bisa kembali merasakan nikmatnya sensasi menaiki angkot dan berbaur dengan para penumpang lainnya. Apalagi dilengkapi terpaan AG (Angin Gelebug) alias angin dari jendela yang memang terbuka melengkapi sensasi perjalanan pagi ini.

Menyenangkan sekali kawan, apalagi disaat membuka tas ransel dan mengeluarkan termos dan cangkir kesayangan. Putar dikit dan termos terbuka, rasa wangi kopi menyambar kemana-mana. Maka sebagai basa-basi, ijin kepada sang pengemudi yang terpapar harum kenikmatan ini, sekaligus menawarkan untuk mencicipi.

Mangga bapak, bade ngersakeun ngaleueut kopi?” (Silahkan bapak, apakah mau mencoba kopi?”)

Jawabannya tersenyum dan menggeleng singkat, sementara tangan dan matanya memandang ke jalan dengan waspada. Untuk melihat calon penumpang setia dari angkot kesayangannya.

Srupuut guys, kopi nikmat manual brew arabica membasahi mulut dan menggoda lidah agar dengan unggahan rasa yang enak dan bersahaja. Sambil raga bergerak di dalam angkutan kota, aktifitas ngopay tetap dijalankan dengan sempurna, sruput lagii. Nikmat.

Trus cerita Ngopay di pantai Karanghawunya gimana?”

Ahay, sabar kawan. Tulisan sedang berproses. Menyesuaikan kecepatan kedua jempol memproduksi kata-kata. Sabar ya…..

(To be continue…)

1 Kopi 3 Hewan : Takdir.

Ngopi bersama aneka hewan, siapa takut… yu ah.

PANGANDARAN, akwnulis.com.  Pertemuan dengan seseorang ataupun sesuatu tidak lepas dari takdir yang ditentukan Illahi. Manusia hanya mahluk lemah yang sok perkasa dan mampu merencanakan sesuatu yang luar biasa. Padahal semua adalah berdasar kehendak-Nya. Tetapi nilai ihtiar dan kesungguhan hati dalam memikirkan, mengkonsepkan hingga melaksanakan sesuatu sampai terwujud dengan baik, itulah bagian dari ibadah seorang hamba.

“Weiits… mentang-mentang jumat pagi ya, jadi begitu agamis?”

Hehehe, tidak kawan. Ini adalah bagian penting dalam kehidupan sebagai mahluk tuhan, dimana kita wajib mengikuti jejak sikap Rasululloh yaitu Tablig, menyampaikan kebaikan.

Nah kalau Rasul mah dakwah, penulis mah begini aja. Nulis sesuatu yang mengingatkan diri sendiri sekaligus tulisannya di share ke kolega via WA. Siapa tahu ada yang baca dan tergerak hatinya. “Betul khan?”

Tulisan sekarangpun tidak jauh dari makna takdir tadi. Manusia berkehendak tetapi Allah yang menentukan.

Sebenernya spoilernya sudah ada di tulisan awal yaitu KOPI & TEMAN DI TENGAH MALAM. Temanya tetap yaitu perkopian namun kali ini berhubungan dengan kehadiran mahluk tuhan yang lain yaitu binatang.

Ulangi dikit ya, di tulisan sebelumnya itu adalah pertemuan dengan kumang. Kumang atau lebih dikenal dengan umang-umang atau kelimang darat (dardanus celidrus) serta dalam bahasa inggrisnya ‘terrestrial hermit crab” adalah jenis krustasea deapod dan masih merupakan bagian familia kepiting kelapa yang cenderung hidup sendiri.

Yang menariknya adalah kumang ini bisa lepas dari cangkangnya dan bisa pake cangkang siput laut, kerang, juga potongan pohon yang berongga. Kali ini dia pake cangkang kerang atau kewuk sebagai rumahnya.

Maka menyeduh manual brew V60 kopi garut dan dengan perbekalan yang ada termasuk gelas kaca, bisa bercengkerama dengan kumang sambil mengabadikannya perlahan bergerak keluar dari cangkang kerang adalah momentum yang wajib disyukuri. Disengajain tengah malam cari kumang dan kopi manual mah susah pisan guys.

Lanjut sambil nunggu shubuh ngedit video… eh bukannya shalar tahajud yaa… gpp ketang suka-suka. Hidup itu pilihan. Jadi inget kata pak Gubernur RK kemarin, “Cintai yang kamu kerjakan dan Kerjakan yang kamu cintai”... hayu ngedit ah…  eh wudhu dulu.

***

Pertemuan kedua antara kopi dan binatang itu terjadi dikala mengabadikan sajian segelas kopi racikan sendiri berlatar belakang mentari yang malu-malu terbit di ujung cakrawala pantai timur pangandaran. Alhamdulillah, begitu indahnya sunrise ciptaan Tuhan. Warna kuning keemasan berpadu padan dengan permukaan perak laut pangandaran bersama deburan ombak yang membuat raga dan hati bergetar. Luar biasa sekali kawan.

Disitulah seekor kucing liar datang dan mendekam di dekat gelas kopi yang sedang diabadikan.. ya sudah cetrek cetrek cetrek.

Eh satu hewan lagi nggak mau ketinggalan untuk diabadikan bersama mentari yang semakin menghangat. Berarti ini hewan ketiga. Yaitu seekor ayam jago. Perlahan datang dan langsung berpose bersama kehangatan sang mentari serta secangkir kopi racikan pribadi.

Sungguh menyenangkan sruputan kopi kali ini, ditemani berbagai mahluk tuhan yang hadir tanpa direncanakan.  Di mulai dari seekor Kumang, lalu seekor kucing dan akhirnya seekor ayam jago. Sebuah sensasi menikmati kopi yang penuh arti. Selamat berkreasi dan mensyukuri hari ini. Wassalam (AKW).

GOOD MORNING

Tasyakur Pagi

Dikala mentari pagi menyambut hari, disanalah kehangatan alami melingkupi.

Pancaran sinar membuat berbinar, semua mahluk menyambut dalam suasana segar.

Setangkup syukur adalah kewajiban, maka marilah berkarya dan bekerja sebagai bagian ibadah kita. (AKW).

SELAMAT PAGI SEMUA.
SEMANGAT

Embun & Mentari

Mencari keharuman & kehangatan pagi disini.

Photo : Mentari muncul di pagi hari, lokasi Babakan Jawa – Sukasari – Sumedang / Dokpri.

Tak bosan memandang mentari yang selalu muncul sesuai janji. Meskipun tentu dingin menusuk kulit adalah bagian dari pengorbanan diri.

Kali ini sang mentari muncul di ufuk timur dan langsung memberi kehangatan terhadap hamparan hijau dedaunan di daerah Sukasari Sumedang.

Photo : Mentari menghangati hamparan kebun kangkung di Sukasari / Dokpri.

Lembut dan harum embun pagi semakin menguatkan hari. Membawa mood hepi yang semoga bertahan hingga malam hari.

Photo : Gunung Manglayang dilihat dari daerah Sukasari / Dokpri.

Tak lupa juga tetap mengabadikan Gunung Manglayang dari sisi lain. Menggabungan dengan lahan terbuka bertanah merah, menyambut sinar mentari yang merekah. Wassalam (AKW).

Sunrise di Kaki Manglayang

Mengejar harapan menuju kehadirannya.

Photo : Mentari mulai terbit di samping Gunung Geulis/Dokpri.

Berjalan menjejak tanah merah, yang tersenyum meskipun tetap menggigil karena dipeluk dinginnya pagi. Perlahan tapi pasti, kehangatan menjalari urat nadi kehidupan selaras dengan semakin menanjak perjalanan pagi ini. Nafas yang tadinya bergerak lancar sekarang mulai tersengal karena kompensasi untuk meraih kehangatan.

Meskipun dinginnya pagi menggempur dari segala arah, berusaha mendinginkan raga yang mulai membara. Pertarungan inilah yang mengukuhkan rasa sehingga bisa mencapai puncak bukit pertama yang menyajikan hamparan pandangan pagi yang mempesona.

Ternyata sang mentari masih sedang berusaha keluar dari mimpinya, sehingga perlu beberapa saat menunggu detik menata menit supaya bisa membidik sunrise pada saat yang tepat.

Ya.. tepat menurut penulis. Karena tepat itu bisa tidak sama, tergantung konteks dan sudut pandang.

***

Photo : Mentari berpadu dengan siluet tumbuhan di kaki gunung Manglayang/Dokpri.

Akhirnya sambil menenangkan sengal nafas yang kencang menuju normal, mentari muncul perlahan menyajikan kemegahan indahnya pagi hari yang penuh inspirasi.

Inilah salah satu momen yang harus senantiasa disyukuri, karena mentari masih terbit sesuai janji. Menyinari bumi membawa berkah Illahi. Wassalam (AKW).

Kolam renang Hotel Dafam Yogyakarta

Berenang lagi di Kolam renang pribadi hehehe di Kota Yogyakarta.

Semilir pagi di daerah Dagen Malioboro Kota Yogyakarta masih membuai sebagian besar para pelancong di penginapan dan kamar hotel masing-masing. Beberapa becak dan bemot (becak motor) masih terlihat setia menjaga parkir depan hotel, menanti datangnya rejeki dari penghuni hotel yang ingin diantar menuju tujuan masing-masing.

Dari lantai 6 terlihat aktifitas pagi yang masih mayoritas diselimuti mimpi padahal adzan shubuh sudah tuntas dari tadi. Lantai 6 ini tempat bersantai sekaligus kolam renang yang merupakan fasilitas hotel. Di sekitar kolam renang ada beberapa kursi santai, model kursi bar lengkap dengan mejanya yang mengarah ke depan hotel. Bagi yang takut ketinggian tidak disarankan.

Sambil menunggu jam 06.00 WIJ (waktu indonesia jogja), leha-leha sejenak sambil ngetik di smartphone… bahan posting blog hari ini.

Kenapa jam 06.00?… karena itu waktu dibolehkannya kolam renang digunakan, itu kata petugas hotel.

Tapii udah pengen nyebur nich… ahh Gpp diskon 30 menit lah… dan 05.30 WIJ sudah mulai masuk kolam renang,… ternyata airnya nggak terlalu dingin… enakeun seger.

Tidak lupa pemanasan dulu, supaya berenangnya nyaman… ahiiw serasa private pool weh… kesana kemari bolam balik karena kolamnya bukan standar olimpic tapi cukup buat berenang maksimal 5 orang. Klo buat main air ya bisa sampe 15 orang.. tapi bakal kebayang penuh sesaknya.

Tak terasa waktu terus bergerak, aneka gaya dilakukan. Mulai dari gaya bebas, gaya kupu-kupu hingga gaya batu…

Tau nggak gaya batu?… itu yang loncat ke kolam renang trus masuk ke dalam air dan tahan sampai nafasnya abis.. baru naik ke permukaan…

Ih atuh itu mah tenggelam… ya iya khan namanya juga gaya batu… pasti tenggelam. Klo yang ngambang… namanya ‘gaya batu apung’ hehehehehe.

***

Setelah bolak balik berenang beraneka gaya, capai juga… tetapi semburat mentari pagi mulai menembus frame kehidupan, munculkan refleksi kekinian yang penuh kehangatan.

Bergerak ke pinggir, naik ke permukaan dan duduk. Sejenak menghela nafas sambil bersyukur dengan nikmat Illahi setelah menikmati berenang di kolam renang pribadi ( soalnya yang nginap di hotel belum ada yang ke kolam renang), kecuali seorang kawan yang sibuk dengan smartphonenya mengabadikan indahnya sunrise di Kota Yogyakarta.

***

Entah kenapa, sejak beberapa waktu belakangan ini kolam renang menjadi fasilitas utama yang dipikirkan manakala ada kegiatan di hotel, moo dalam kota ataupun luar kota.

Nggak wajib ada siih, tapi klo ada, pasti lebih menyenangkan.

Coba menerung eh merenung sesaat, “Kenapa ya?”

Jawabannya yaitu tadi… seneng aja. Apalagi sejalan sama hobinya jari ngetik di smartphone urusan apapun. Tapi klo seputar kerjaan sih nggak terlalu di ekspose di blog pribadi, meskipun ada beberapa.

Nah kembali ke kolam renang dan pakem blog yang dipake tetep menjunjung originalitas. Tulisan dan photo adalah jepretan sendiri dengan smartphone ini. Bagus atau tidak, itu mah subjektif. Kecuali yang nyebut jelek itu banyakan… berarti emang jelek hehehehe.

Beberapa tulisanku tentang kolam renang nich pantengin… eh klik aja bro :
1. KOLAM RENANG CIPAKU
2. KOLAM RENANG HOTEL ARYADUTA JAKARTA
3. KOLAM RENANG HOTEL MERLYNN PARK JAKARTA
4. KOLAM RENANG HOTEL MASON PINE
5. MARI MAIN AIR YUK & 6. NGOJAY.

Ternyata baru sedikit ya.. tapi gpp dikit-dikit lama-lama jadi bukit.

***

Akhirnya jadwal sarapan yang harus menghentikan aktifitas menyenangkan ini. Segera meraih handuk dan kembali ke kamar 509 untuk membersihkan diri, membersihkan hati di Hotel Dafam Malioboro Yogyakarta. (AKW).

Sélpi…

Pasanggrok di jalan rebun-rebun, ngobrol sakedap da tos ilahar. Ari pék téh bénten..

Photo : Masjid Nurul Iman di wewengkon Parongpong Lembang / Olanumot.

Ba’da solat shubuh shubuh Bah Unéd muru ka landeuh, boga kahayang ngaroris balong nu karék dua poé katukang di pelakan bibit guramé dua kintal. Bari ngahariring leumpang antaré, ngarasakeun segerna hawa éndahna dunya.

Palebah pengkolan masjid kacamatan pasanggrok jeung jikan kuwu, Nyi Saodah katut anakna nu manjing rumaja. Budak lalaki awak sembada. “Badé angkat kamana Abah téh, tos singkil tabuh sakieu?” Nyi Saodah naros. “Biasa wé Nyai, sono ka balong. Nyai jeung si Ujang ogé meuni nyubuh tos laliar?”
“Pun anak hoyong moto sanrais kanggé di médsos” Waler Nyi Saodah. Budak nyolongkrong sasalaman bari rengkuh.

“Sélpi heula ah”, Budak téh nyoo hapéna. Nyi Saodah unggeuk. Bah Unéd kerung, bari melong ka budak, “Sélpi?”
“Sumuhun Bah, hayu!”, anakna Kuwu giak naker. Bah Unéd ngajeten bari ngagerentes na jero haté, “Deudeuh teuing ujang, awak bangbang geus kaciri kumisan, ari dibéré ngaran Selpi, meuni néngtérégé.” (Akw).

Sélpi – Fiksimini Basa Sunda 021217

Mengejar dirimu….*)

Melawan rasa menyeret hasrat untuk bisa bersua denganmu meski jarak tetap membuat jarak berlaku. terima kasih atas kehadiranmu yang senantiasa tepat waktu.

Langkah lelah berbuah hikmah, sengal dan peluh hilangkan keluh. Genggam berpadu menyusuri waktu, erat berpilin membentuk siluet kebebasan. Perjalanan ini harus tetap bergerak karena kehidupan tak kan pernah diam.

Photo : Sunrise di Ciwidey / dokpri.

Disaat teman-teman kembali terlelap bergumul dengan selimut kemalasan setelah shalat shubuh berjamaah. Maka dicoba menyeret langkah menapaki jalur bukit untuk mengejar dan menyambut hadirnya rutinitasmu menyinari alam dunia hingga nanti terbenam di ufuk barat.

Photo : Pagi yang dingin di penginapan dokpri.

Shalat shubuh tadipun menjadi sebuah pembuktian dari aneka motivasi dan nawaitu dari masing-masing. Ada yang memang sudah terbiasa, ada juga yang takut atau segan sama pak Boss yang hadir pribadi, atau juga ada yang memang belum bisa tidur hingga adzan shubuh berkumandang karena kedinginan yang teramat sangat atau akibat bersendagurau dan bermain gapleh bersama hingga lupa terhadap ketika, luruh berbalut waktu sehingga akhirnya dini haripun tiba.

Kembali kepada langkah yang terus menjejak terjalnya punggung bukit serta bercampur tanah merah yang sangat licin sehingga kehati-hatian menjadi keharusan. Meninggalkan teman-teman sekantor yang bersibuk dengan kepentingan masing-masing sebelum sarapan pagi dan kegiatan outbond dimulai.

Kenapa kamu bersusah payah menyendiri demi abadikan sesuatu yang biasa terjadi?…

yap, momen matahari terbit adalah biasa, tetapi yang luar biasa adalah bagaimana mentafakuri kehadiran sang mentari pada punggung bukit kehidupan, bergerak perlahan menyemburat sinar keemasan, memperlihatkan setitik mikron saja dari bentuk keagungan Allah SWT. Lokus untuk menikmati kehadiranmu adalah sensasi tersendiri, meskipun harus berpeluh dan melawan dinginnya hari, tetapi kehadiranmu dengan semburat keemasannya dan lambaian aneka warna harapan dalam harmonisasi keindahan, begitu memukau melupakan segalanya.

Menikmati kehadiranmu yang tak pernah ingkar janji adalah cerminan diri, begitupun disaat harus kembali dan bertukar harapan dengan sang bulan, semua dijalani dengan ketenangan. Tak pernah dirimu bertahan untuk terus menyinari bumi, tetapi legawa disaat waktunya sudah tiba pada saat yang dinanti untuk kembali bersiap menghadapi esok hari.

Akh kok jadi melo begini.. tapi itulah kekuatanmu yang menjadi bukti bahwa diri ini tiada daya tiada upaya tanpa restu dan perkenan Allah Sang Maha pencipta.

Setelah tuntas mengabadikan kehadiranmu ingin rasanya memandangi dan menikmati kehadiranmu hingga tenggelam nanti. Tetapi kewajiban kehidupanpun harus dijalani karena itulah yang menjadi tugas kami, yaitu untuk berserakanlah di bumi.

Wassalam (AKW).

*) Curhatan ringan mengejar sunrise di Dataran Tinggi Ciwidey.

Sunset vs Sunrise

Mengejar mentari terbit dan tenggelam dan terbit lagi dan tenggelam lagi dan…

​Makassar (23/08).

Sunrise di Monumen mandala/ dokpri.

Dikala senja menjelang, berbondong orang mencari tempat terbaik untuk berusaha mengabadikan fenomena alam yang sebetulnya terjadi setiap hari tetapi memberi sensasi tersendiri. Mengabadikan mentari tenggelam di barat adalah salah satu ritual kebiasaan terutama bagi sang pelancong alias traveller, baik traveller sejati ataupun traveller kebetulan… maksudnya yang sekalian hadir di kondangan sodara atau juga yang traveller Cardin (Carena Dinas) alias DL (Dinas Luar).

Sensasi mengabadikan matahari tenggelam begitu kuat menarik siapapun. Tentu dengan berbagai alasan, yang paling umum jaman begonoh adalah for eksis time, aktualisasi kehadiran diri yang secara real time dilaporkan kepada dunia melalui media sosialnya. Maka photo momen matahari tenggelam atau sunset ini bertebaran di Facebook, Instagram, Path, Pinterest dan kawan-kawannya. Tidak lupa untuk yang ingin Narsem (Narsus sempurna) pasti sangat akrab dengan aplikasi Camera360 & bejibun aplikasi penghalus wajah instant yang bertebaran di playstore, i-store dan balad-baladnya.

Sunset di P. Belitung / dokpri

Untuk sunset ini bagi yang narsis sebetulnya kurang pas karena hasil photo akan backlight. Jadi dikejarnya pasti siluet wajah dan badan berlatar semburat jingga kekuning merahan. Tempat favorit tentu berada di tepi pantai. Yang udah mainstream di pulau dewata adalah pantai Jimbaran sambil menikmati sajian seafood yang banyak bertebaran atau di pantau Kuta berselonjor kaki di pasir putihnya. 

Sunset di Pantai Tanjung An Lombok/dokpri

Terbang ke lombok, mencoba mengejar sunset Gili Air atau Gili Trawangan. Bisa juga alternatif di pantai Tanjung An Lombok Tengah serta tempat-tempat keren lainnya. Bicara berburu sunset mah nggak ada habisnya, di Pulau Belitung Provinsi Babelpun begitu menawan menikmati kemulau riak air laut di sela batu-batu raksasa yang menjadi salah satu tempat shooting film Laskar Pelanginya Andrea Hirata.

Sunrise di Stasiun Purwakarta / dokpri

Udah dulu ah ngomongin sunset, sekarang sodaranya sunset yaitu sunrise alias momen mentari terbit yang tidak kalah menakjubkan. Juga butuh effort lebih karena musti bangun dini hari, trus ditambah acara daki-mendaki… ya minimal nyiapin lutut untuk jalan menanjak menuju spot yang diharapkan. Yang terkenal seperti di lokasi Pananjakan, untuk melihat mentari mulai bersinar di Gunung Bromo. Terbang ke Bali, beberapa spot di Danau Batur bisa jadi lokasi Sunrise yang keren. Atau kalau yang mau paket sunset dan sunrisenya nggak terlalu sulit dicapai serta deket dari Kota Bandung maka pantai Pangandaran adalah tempat ideal. Bisa menikmati momen tenggelam matahari di pantai barat dan terbit matahari di keesokan harinya di pantai timur pangandaran.

Kalau di Pulau Sulawasi khususnya di Kota Makasar maka Pantai Losari yang memberi banyak arti. Tetapi disini sunset saja yang bisa diabadikan, klo sunrise musti naik ke bangunan tinggi dan berbackground bangunan di Kota Makasar. Beruntung penulis kebagian hotel yang pas sehingga sunrise di Kota Makasar bisa didapat ditemani gagahnya Monumen Mandala yang dibangun untuk mengenang pembebasan Irian Barat dari tangan penjajah dan dibangun tahun 1994.

Sunset tertutup awan di Pantai Kuta Mandalika / Dokpri

Kembali urusan sunset dan sunrise, ada yang senengnya sunrise doang atau sunset doang. Itu sih terserah masing-masing orang. Tapi penulis senang kedua-duanya, karena itu salah satu bukti kekuasaan Allah SWT dan juga salah satu penanda bahwa  kiamat besar masih jauh dari kita sebagaimana yang disampaikan dalam hadits HR Buchori.

Tidak akan terjadi Hari Kiamat hingga matahari terbit dari barat. Ketika (manusia) menyaksikan matahari terbit dari barat, (maka) semua manusia akan beriman. Pada hari tersebut tidak bermanfaat lagi iman seseorang yang belum beriman sebelum itu atau ia (belum) mengusahakan kebaikan dalam masa imannya (HR Bukhari).

Sehingga patut dan wajib bagi kita untuk senantiasa bersyukur serta beribadah bersungguh-sungguh agar menjadi jalan bagi rahmat dan hidayah Allah SWT dan menggolongkan kita masuk menjadi layak untuk masuk ke surga-Nya kelak. Amiin Yaa Robbal alamin. (Akw).