Mesjid & Masa Kecil : #ceritalebaran

Mesjid masa kecil & kenangan.

MONTAYA, akwnulis.com. Tahapan menuju shalat idul fitri begitu bermakna dan mendebarkan hati. Secara hablumminalloh sangat jelas ada rasa khawatir bahwa diklat selama satu bulan ini akan terkikis oleh rutinitas dan kemalasan di bulan – bulan selanjutnya. Maka berusaha menguatkan diri untuk istiqomah agar hasil diklat sebulan ini betul – betul membekas.

Nah pas giliran hablumminannas terasa jantung ini berdetak lebih kencang, karena lintasan pengalaman masa lalu terus bergantian dan seakan nyata hadir dihadapan mata dalam fragmen aktifitas acak masa kecil hingga remaja. Dari mulai malas mengaji hingga akhirnya menjadi rajin ke mesjid kecamatan ini karena direnovasi dengan dipasang marmer sekelilingnya dan menjadi arena balap tarik sarung yang seru melebihi grand prix Mandalika… hehehehe lebay.

Betapa begitu semangatnya menuju mesjid, lalu antri sorogan ke guru ngaji legend waktu itu, almarhum Ustad Ikin. Juga setor hafalan dan setelah beres giliran, langsung ijin pengen kencing ke kamar mandi. Nah pas keluar ruangan mengaji maka rasa pengen kencing hilang berganti semangat balapan karena lantai marmer mengkilat terbentang dihadapan. Begitupun kawan lain, Dade, Hilal, Deni, Deden, Agus, Hendra sudah bersiap dengan pasangannya untuk menarik sarung dan melesat paling cepat.

Berangkaaaat……

Tawa semangat dan teriakan canda anak – anak membahana, tetapi tentu tidak terdengar oleh pak ustad guru ngaji karena terpisah tembok ruangan yang cukup tebal. Hanya saja disaat para murid mengaji mayoritas ijin ke kamar mandi dan tidak kembali ke ruang mengaji, beranjaklah pas ustad untuk mencari kami yang ternyata asyik bermain.

Disaat beliau melihat kami yang sedang balapan. Kami refleks langsung berhenti dan menunduk karena rasa bersalah. Siap – siap dimarahin. Tidak ada kalimat sumpah serapah, tetapi sebuah kalimat nasehat bahwa sebaiknya di mesjid adalah tempat beribadah dan kurangi bersendagurau. Kami ber 7 kembali menuju ruang pengajian, bukan rasa takut yang hadir terhadap beliau, tetapi rasa hormat dan menjadi semakin segan.

Begitupun jika shalat menjelang, apalagi shalat tarawih yang cukup panjang dan ada celah lintas shaf rakaat maka arena eh jajaran orang berjamaah yang lurus, sangat cocok untuk ajang lari jangka pendek. Itupun bukan amarah yang dihadirkan, tetapi dikumpulkan setelah shalat dan diberikan wejangan tentang arti penting shalat berjamaah dan tidak menjadi pengganggu karena jelas merusak nilai pahala ibadah kita. Ah sebuah kenangan indah tenfang keberadaan masjid dan suasana yang ramah anak.

Sesekali ada hardikan atau makian dari orang dewasa yang menjadi makmum dan merasa terganggu dengan kenakalan kami. Tetapi mayoritas memakluminya serta menegur kami dengan kelembutan sehingga akhirnya kami paham bahwa proses benar dan salah perilaku itu menjadi kekuatan dan warna kehidupan pribadi di kala beranjak dewasa.

Ada juga perilaku kami di malam takbiran yang menghebohkan sekampung karena tengah malam membuat onar disaat bertakbiran di mesjid. Cerita lengkapnya bisa dibaca di CERITA RAMADHAN – PENTAKBIR MISTERIUS.

Kalau urusan romantisme berkaitan mesjid ini relatif tidak ada, karena belum memasuki tahapan beger… ‘Apa ya beger itu?’  Pengertian versi penulis adalah fase remaja yang mulai menyukai lawan jenis dan melihat bahwa lawan jenis itu begitu menarik hati. Jadi lebih banyak masa kenakalan anak saja bersama teman-teman tanpa repot dengan namanya pacaran atau putus cinta.

Kembali kepada kenyataan, hal yang harus disyukuri adalah kesempatan waktu dan segala unsur pendukungnya sehingga bisa menjalani hari terakhir puasa dan berlebaran bersama ayah ibu yang sudah memasuki usia 76 – 77 tahun yang selalu bugar serta memberi teladan bersikap, bahwa kehidupan ini harus dijalani dengan kesabaran dan terus diperjuangkan untuk memberi kemanfaatan kepada banyak orang. Semoga ayah dan ibu sehat selalu dan berumur panjang.

Nanti kita jumpa lagi pada celoteh ringan tulisanku ini. Met Lebaran ya guys, 1 Syawal 1444 Hijriah. Mohon maaf lahir dan batin. Wassalam (AKW).

Mudik : berpisah & bertemu.

Mudik itu perlu diperjuangan – 🙂

CIMAHI, akwnulis.com. Disaat pergerakan orang secara masif mulai terlihat, gelombang semangatbpulang kampung yang disebut mudik kembali membahana setelah 2 tahun terakhir tersandera karena pandemi melanda. Hari kemarin sebagai hari pertama libur resmi bersama secara nasional, didapatkan beberapa titik kemacetan yang luar biasa seperti yang terjadi di daerah limbangan garut, sepanjang jalan tol ke arah timur dan berbagai ruas jalan lainnya.

Sementara kami mah hari kemarin masih stanby di rumah karena ibu negara tetap berdinas bergiliran sebagai bagian dari pelayanan langsung kepada masyarakat di sektor kesehatan. Sambil mengisi libur perdana tentu beberes rumah dan persiapan mudik juga termasuk mengantarkan kucing kesayangan untuk tinggal beberapa hari di hotel kucing di daerah antapani.

Ada rasa haru sang anak manakala harus berpisah dengan hewan kesayangannya, padahal cuma beberapa hari ke depan saja. Si kucing diajak ngobrol dan disampaikan untuk betah di tempat sementara dan jangan nakal ya pus. Malah untuk memastikan bahwa hotel kucingnya layak, bela-belain masuk ke kandang sementaranya itu dan diskusi dengan si kucing.

Ikatan batin dengan hewan kesayangannya cukup kental, tentu ini menjadi modal dasar dalam belajar memaknai kehidupan tentang sebuah ikatan kebersamaan. Bagaimana memaknai dan mensyukuri keberadaan seseorang atau seseekor dan bersifat fana karena suatu saat akan berpisah.

Kali ini hanya pisah sementara, tetapi baru beberapa jam saja sudah kangen sama kucingnya sambil kedua belah matanya berkaca-kaca. Untungnya teknologi mendukung dan sang owner hotel penitipan kucingnyapun baik hati dalam pelayanannya sehingga memenuhi kerinduan sama kucingnya via pengiriman video dan penjadwalan videocall untuk menghapus kerinduan.

Itu baru urusan dengan hewan, maka menjadi hal yang wajar jika pergerakan manusia hari kemarin, hari ini dan esok lusa demi sebuah momentum untuk bertemu dalam suasana kekeluargaan yang kental serta memiliki nilai religi spiritual yang tak bisa dinilai dengan mata uang serta tak bisa membahas tentang rating peristiwa ini.

Tujuan utama mudik itu adalah kembali bersama, kembali berkumpul bersama keluarga setelah sekian purnama mengumpulkan rejeki demi memenuhi kebutuhan kehidupan masing-masing. Ada juga alasan utama adalah berkumpul berlebaran bersama bersama orangtua tercinta, bisa orang tua kandung atau ibu bapak mertua dari pasangan kita, setelah menikah tentu memiliki derajat perhatian yang sama. Karena mayoritas beda tempat dan berjarak, maka bergiliran tahunan menjadi solusinya. Kecuali yang awalnya ‘pacar 5 langkah’ maka tidak bingung milih berlebaran di orang tua yang mana, karena dipastikan rumah orang tua dan rumah mertua hanya selemparan batu, lha wong cuma 5 langkah dari rumah hehehehe.

Selamat menjalankan perjalanan penuh perjuangan tapi dibalik itu berbalut berkah. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Bagi yang orang tuanya belum meninggalkan dunia fana, inilah momentum bersama dan memaknai kembalinya kita. Memaknai asal muasal kita, seorang anak kecil yang tiada daya dan tergantung keberadaan orang tua. Hingga hadir hari ini menjadi individu seimbang, mandiri dan berkepribadian yang kuat serta berdiri tegak menghadapi tantangan kehidupan. Wassalam (AKW).

KETUKAN TENGAH MALAM.

Sepi dan gelap hadirkan cerita singkat.

KUNINGAN, akwnulis.com. Pelan tapi pasti suara lirih dan ketukan teratur terdengar di pintu kamarku. Tapi tidak terlalu dipedulikan karena mungkin itu adalah bagian kecil dari mimpiku malam ini. Biarkan saja ah.

Tok tok tok!’

Namun ketukan itu kembali hadir seiring berjalannya waktu yang merambati tengah malam menuju dini hari. Aku terus terang terganggu, namun tetap saja diyakini bahwa ini hanya khayalan semata.

Kang… kaaang”

Walah, ternyata panggilan suara itu terdengar nyata. Suara serak tapi bernada. Berasal dari pintu luar kamar tidur utama. Dalam kemalasan maka perlahan memicingkan mata dan berusaha melihat keadaan sekeliling khususnya sumber suara.

Tapi…. ternyata semua gelap gulita. Hanya kehitaman dan sunyi yang menyergap rasa. Ada desir angin yang membuat kebekuan raga, sembari tak tahu dari mana sumbernya.

Suasana hening, raga terdiam. Konsentrasi, sambil memperkirakan posisi yang sebenarnya. Sehingga bisa diperkirakan posisi pintu kamar yang seharusnya.

Ketukan tadi telah hilang, termasuk suara panggilan. Sepi menyelimuti suasana tengah malam, hanya jangkrik yang setia bernyanyi di kejauhan.

Perlahan tapi pasti, kesadaran kembali pulih dan mampu memposisikan keadaan.  Berarti sedang tidur di ranjang dan pintu kamar berada di depan sebelah kiri dekat lemari besar kayu jati andalan.

Tak lupa komat kamit membaca doa yang bisa hafal, tentu baca dalam hati agar tidak menimbulkan kegaduhan. Beringsut turun dari ranjang dengan tangan keduanya ke samping dan ke depan khawatir menabrak sesuatu di tengah gulita yang mulai sedikit menakutkan.

Tok tok tok!’

Jantung hampir copot mendengar ketukan di pintu ternyata ada lagi. Seolah suaranya menggema dan menggetarkan hati, membuat ciut dan harus berhati-hati. Tapi ada hikmahnya juga, menjadi petunjuk arah untuk bergerak menggapai pintu.

Teringat akan smartphone, yang ada fitur flashlightnya, tapi ternyata tidak berdaya karena disimpan di ruang tamu sambil di charge. Wah gawat.

Kaki perlahan melangkah sambil telapak tangan menyasar dinding tembok. Permukaan lemari hingga akhirnya mendekati pintu kamar. Agak ragu untuk memutar anak kunci yang menempel di pintu. Tapi rasa penasaran semakin meningkat, siapa tahu diluar sana memang ada yang membutuhkan pertolongan.

Ayat kursi dan falaq binnas terus dibaca berulang dalam hati. Doa abadi penguat hati. Perlahan tapi pasti, anak kunci diputar ke kiri.

Cetrèk!

Pintu kamar pelan – pelan dibuka. Kegelapan kembali menyeruak dan menyambut raga. Mata dibelalakkan agar bisa menembus kegelapan. Namun ternyata semua gulita, sepi dan rasa dingin menyapa.

Kok nggak ada siapa-siapa ya,?” Bicara sendiri tapi dalam hati. Ada sedikit pergerakan di kuduk sehungga beberapa bulu berdiri. Pertanda ada rasa takut tapi juga penasaran, siapa yang iseng tengah malam begini.

Tiba – tiba mata melihat kilatan cahaya dan siluet gerakan seseorang secara acak di dapur belakang. Bergerak mendekat…. degup jantung bergerak cepat.

***

Ternyata ibu mertua yang sedang mencari sesuatu di laci dapur dengan bantuan cahaya dari senter hape, “Cari apa mah?”

Ibu mertua sedikit terkejut, tapi terlihat wajahnya senang. “Cari lilin, tapi lupa simpannya. Listrik mati kayaknya token listrik habis”

Siyaaap Mah” sebuah jawaban yang bikin plong semua. Hanya dengan gerakan jemari di aplikasi Mbanking, token listrik bisa dibeli dan langsung diisi. Alhamdulillah, lampu – lampu nyala kembali. Wassalam (AKW).

***

#Ceritaliburlebaran
#ceritamudik

Arabica Giri Senang – sruput brow

Saatnya ‘me time’..

CIMAHI, akwnulis.com. Pasca shalat witir saatnya memanjakan diri dengan format ‘me time’ yang sederhana. Yaitu prosesi nyeduh kopi ala – ala menggunakan manual brew V60 dan peralatan seduh yang tersedia. Apalagi pesanan dari kang Yuda – CoffeeRush sudah hadir dihadapan mata. Tidak ada lagi alasan untuk membiarkannya. Mari kita mulai… jeng jreeeng.

Nama beannya arabica giri senang dengan proses natural. Berasal dari varietas sigararuntang & typica dari bukit palasari dengan ketinggian tempat tumbuh sang kopi adalah 1250 – 1350 mdpl.

Yup sesi ‘me time’ yang singkat tapi berarti. Karena waktunya singkat dan tetap masih bisa bersama keluarga dalam momentum persiapan menyambut idul fitri 1443 Hijriyah yang semarak dan berbeda, setelah 2 tahun didera pandemi sehingga mudik dan balik menjadi terlarang. Sekadang semuanya bisa, maka menyeduh kopinyapun sambil memantau laporan situasi arus mudik dari media televisi dan IGlive. Semoga para pemudik diberi kelancaran serta keselamatan.

Prosesi penyeduhan arabica Giri senangpun berlangsung lancar. Setelah di grinder agar menjadi serpihan kasar maka dilanjutkan dengan sentuhan air panas 92° celcius menggunakan putaran searah jarum jam… hmmm harum kawan.

Maka pelahan tapi pasti, tetesan cairan hitam segar dengan keharuman yang memanjakan cuping hidung ini begitu menggoda. Tak sabar untuk segera menikmatinya. Bejana server kaca kesayangan dan corong V60 pink dengan setia menemani prosesi ini termasuk gelas kaca kecil duralex yang sudah 3 tahun setia mengantarkan hasil seduhan kopi agar tiba di bibir ini untuk diseruput perlahan dan diteguk penuh perasaan.

Maka, setelah prosesi penyeduhan berakhir. Inilah saat yang dinantikan. Tuangkan kopinya ke gelas kaca duralex, angkat dengan tangan… dan… tempelkan ke bibir yang sudah tidak tahan.. srupuuut…. hmmmmm… rasa segar menyeruak menjadi sensasi dasar.

Dari sisi bodinya medium lite, tetapi aciditynya menarik rasa asam yang berbeda, tipis tapi ninggal dibawah bibir dengan rasa lemon yang kuat. Sementara setelah diteguk, hadir after taste rasa manis yang menyenangkan, mirip manis strawberry, tapi selarik saja hadir lalu perlahan pergi meninggalkan kenangan manis seperti cerita romantisme masa lalu… apa siiiih.

Alhamdulillahirobbil alamin, badan terasa segar dan menghadirkan setetes dua tetes keringat di kening sebagai tanda tubuh menghangat serta raga menguat karena sentuhan cairan kopi panas dan tentu kandungan kafein yang bergulat dengan kenyataan.

Selamat beribadah di minggu – minggu terakhir bulan ramadhan dengan segala keindahan dan keberkahan pahala yang berlipat ganda. Wassalam. (AKW).

***

Rindu Bapak Ibu.

Sebuah coretan rindu yang tertahan ‘sesuatu’.

Photo : Kopi Kerinduan / dokpri.

CIMAHI, akwnulis.com. Sejumput haru bersembunyi diujung dada kesendirian, sebait harap tetap dipegang meskipun kenyataan belum sesuai harapan.

Hari lebaran yang emosional, harus menahan rindu untuk tidak bisa wajah, raga dan jiwa bertemu langsung dengan kedua orangtuaku…..m yang sebenarnya jikalau hanya bicara jarak, sangat mudah untuk ditemui.

Bersimpuh di kaki mereka, memohon doa keberkahan dan keselamatan dunia akherat di momen hari suci pasca dilatih selama 30 hari di bulan ramadhan 1441 hijriah.

Memeluk ibu bapak dengan penuh kehangatan dan ketulusan, dimana karena merekalah, karena pengorbanan, pola pendidikan, motivasi dan keikhlasan kepada anaknya hingga segalanya dilakukan demi cita-cita hakiki yaitu agar anak cucunya kelak bahagia di kehidupan masa depannya.

Mendengarkan cerita dari ibu dan bapak, betapa kenakalanku di masa lalu adalah rangkaian kebahagiaan yang mengharu biru, tiada umpatan kasar atau bentakan, tetapi peringatan halus yang memberi ketenangan.

Berpose terbaik setahun sekali dengan senyuman dan tawa yang tak pernah habisnya lalu memposting di media sosial agar tahu bahwa dunia ikut bahagia melihat kita ceria, itu dulu karena sekarang harus menahan diri terlebih dahulu.

Maafkan anakmu ibu bapak, pandemi ini membatasi hadirnya raga tetapi jiwa dan asa tetap tidak bisa dihalangi untuk senantiasa menyayangimu sepanjang hayat ini.

Ketidakhadiran kami di kampung halaman adalah bukti kasih sayang kami untuk menjaga kebersamaan ini memiliki kesempatan lebih lama lagi.

Ah sedih….. tapi inilah pengorbanan. Jikalau tenaga kesehatan berjibaku di medan pertempuran menyelamatkan nyawa manusia yang sedang melawan ganasnya covid-19, maka kami disini berkorban untuk menghentikan penyebaran pandemi ini dengan menahan diri, mengendalikan rindu sekaligus menata rasa agar tidak memposting photo ceria bersama keluarga di media sosial kita.

Karena….. mungkin banyak yang berduka atau malah merasa pengorbanan ini menjadi sia-sia akibat terjebak oleh sebuah kultur budaya yang sebetulnya bisa kita tahan sementara.

Ah sudahlah, jangan berfikir pengorbanan rasa ini sia-sia, ikhlaslah menata asa, karena hanya Allah SWT yang tahu pengorbanan kita, semoga menjadi pahala yang menyelamatkan kita di dunia dan alam akherat nantinya.

Tetap jaga silaturahmi dengan memanfaatkan teknologi tanpa harus pergi-pergi di masa pandemi ini.

Secangkir eh setengah cangkir kopi coldbrew cukup mengerti kegundahan ini, ditemani semerbak bunga sedap malam yang mekar mewangikan kesepian malam ini. Tanpa banyak basa basi merelakan diri disruput gelas pergelas hingga sebotol 250 ml tandas tuntas tanpa ampas dan keharuman bunga seolah tiada batas.

Banyak sekali yang ingin dituliskan untuk mewakili kegundahan ini, tapi biarlah sisanya tersimpan di sanubari dan catatan hakiki milik alam semesta ini.

Bapak dan ibu, maafkan kami.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.

Jiwa semoga kembali suci dan bersiap melanjutkan hari, menjaga ibadah seperti sebelum idul fitri, serta tidak lupa kembali menulis tentang hari ini dan cerita kopi.

Semoga pengorbanan ini menjadi berkah, dan sembuhkan gundah menjadi masa depan yang indah. Wassalam (AKW).

Kopi Arus Balik 2019

Meniti derasnya arus balik lebaran, perlu strategi dan berbagai persiapan.

Photo : Ngopay bray….. / dokpri.

KUNINGAN, akwnulis.com. Perjalanan mudik lanjutan yang lebih menantang adalah menghadapi arus balik, maksudnya ikutan arus balik yang diprediksi tepat di hari terakhir libur idul fitri yakni hari minggu tanggal 09 Juni 2019.

“Mudik kemana gitu?”

“Deket aja, ke Kuningan. Cuma pulangnya musti ikutan pusaran eh puncak arus mudik yang bagaikan air bah memenuhi seluruh jalur tol cipali yang menggunakan metode one way… semua sama-sama menuju arah jakarta.”

Mau nggak mau perhitungan harus mateng bingit, mengantisipasi berbagai kemungkinan di perjalanan karena penumpang yang dibawa rentan dengan kondisi kemacetan yakni seorang anak berusia 3,5 tahun ditambah seorang penumpang yang mual-mual duluan sebelum naik kendaraan.

Awalnya ingin kembali pulang lebih awal sehingga ada waktu beristirahat sejenak di rumah, sebelum kembali mengantor dan sibuk sama rutinitas kerjaan. Tetapi orang tua minta pulang hari minggu… ya sudah… nurut aja.

Inilah beberapa strategi dan persiapan yang dilakukan :

1. Secara berkala melihat kondisi jalanan atau rute yang akan dilalui via google map, apakah via tol dan bergabung dengan arus balik dari Jateng menuju jakarta atau via jalur non tol menyusuri wilayah majalengka-sumedang-bandung. Ya.. setiap 3 jam dilihat mulai H-1, sebagai bahan pertimbangan.

2. Sesekali lihat berita Televisi dan medsos… tapi sesekali aja. Soalnya klo liat medsos eh malah liat cuitan twitter, pic IG dan status temen di FB.. keterusan komen status temen.. jadi sesekali aja yaaa.

3. Nyetok makanan ringan dan minuman…. air mineral yang 600ml trus snacknya yang asin dan berasa manis… supaya nggak bosen dan variasi rassshaa di mulut.

Photo : Setermos kopi robusta rum / dokpri.

4. Pastikan kondisi fit karena akan memegang kemudi dalam waktu yang lebih lama dari biasanya. Ya… itu tadi, kondisi rute yang macet atau musti putar-putar cari alternatif jalan… jadinya jangan banyak begadang meskipun saudara lagi pafa ngumpul. Makan minum jangan berlebihan dan perlu mood booster plus disiapkan minuman penahan kantuk. Woalah… apa itu?… monggo cek photo diatas, itu adalah segelas kopi robusta rum dari pak bos Dodi KadisbunJB, diseduh manual sebelum berangkat dengan V60. Air panasnya sebanyak 300ml dan bubuk biji kopinya (kira2) 40-43gr… maklum gak bawa timbangan digital hehehe….. ini yang jagain mata supaya melek dan badan segar selama perjalanan.

Kopi Robusta Rum… Harum melek dan tidak memabukkan..

5. Yang terpenting setelah 4 poin diatas tentu meluangkan waktu shalat sunat 2 rakaat, bisa shalat dhuha di pagi hari atau shalat mutlak… berdoa kepada Allah agar diberikan kelancaran, kesabaran dan kemudahan dalam perjalanan arus balik lebaran tahun ini… Amiiin.

Berangkaaaat…. Cussss.

Alhamdulillah, perjalanan Kuningan – Cimahi selama 7,5jam. Penuh petualangan jalan alternatif hingga lewati pematang sawah karena ternyata google map nggak bisa deteksi jalanan ditutup panggung hajatan…. jadi putar-puter ke kebun dan jalan setapak… yang penting cukup satu mobil… hajaaar.

Ikutan arus balik one way di tol Cipali, tersendat 30 menitan di pintu tol Palimanan…. lalu tersendat lagi beberapa kali di dekat rest area hingga akhirnya menyerah…. dan keluar GT Kalijati karena di layar android terlihat antrean panjang merah menghitam mendekati cikampek….. menyusuri jalan desa lalu jalan raya kalijati hingga akhirnya masuk lagi GT sadang dan Cipularang lancar jaya hingga akhirnya tiba di tujuan dengan bahagia.

Hanya saja efek minum kopi robusta rum hingga hampir 300ml berefek dahsyatt…. badan lelah tapi mata melotot… sampe jam 2 pagi… padahal esok hari wajib masuk kerja dimana yang mangkir akan penuh dengan sanksi ancaman…. woaaah, semangaaaaat. Wassalam (AKW).

Selamat Lebaran 1440 H

Secuil kisah di Hari Fitrah, 1 syawal 1440.

Photo : Ceramah Iedul fitri di mesjid AlKahfi 050619 / dokpri.

GUNUNGHALU, akwnulis.com. Usai shalat Idul Fitri berlanjut musafahah (bersalam-salaman), bibir terus tersungging dan harapan bersua serta silaturahmi bersama saudara, handai taulan, kawan, tetangga dan sahabat sepermainan menjadi sebuah semangat yang memberi makna mendalam.

Shalat Sunat (muakad) Iedul fitri di Mesjid Alkahfi menerbangkan kenangan yang jauh di masa silam. 30 tahun lalu, dikala usia belia, mesjid ini adalah tempat bermain, bermain dan bermain sekaligus tempat menuntut ilmu agama, pondasi pemahaman agama yang menyelamatkan diri ini di kala dewasa.

Tempat balapan lari ataupun balapan naik sarung yang ditarik teman lainnya, mengitari mesjid yang licin dengan lantai porselen yang baru adalah agenda menyenangkan di mesjid ini. Meskipun harus berkorban di jewer DKM dan sarung jadi bolong-bolong karena gesekan dengan lantai…. itu menyenangkan… asli.

Photo : Musyafahah starts / privdoc.

Dahulu, di halaman mesjid terdapat penampungan air berbentuk bulat, di gunakan untuk berwudhu sekaligus kolam renang gratis bagi anak-anak bandel yang rutin masuk kolam yang disebut ‘kulah‘ untuk mencari kesegaran atau jika beruntung mendapatkan beberapa ‘kijing’, kerang air tawar yang cukup besar ukurannya sebesar telapak tangan orang dewasa dan bisa dimakan dengan memasaknya terlebih dahulu.

Di kolam ini pula, aku dan beberapa kawan di rendam dini hari di hari idul fitri karena insiden takbiran misterius di tengah malam, yang penasaran monggo di klik cerita lengkapnya di ….. PENTAKBIR MISTERIUS.

Ah…. banyak sekali kenangan masa kecil yang terlintas dikala sang Khatib Ied memberikan ceramah dalam bahasa sunda yang berirama. Mesjid ini yang sekarang begitu megah dan bernama Mesjid Al Kahfi, adalah bagian masa kecilku yang penuh keceriaan, tawa, suka dan duka…. mulai paham huruf hijaiyah, belajar kitab sapinah dan jurumiyah (meskipun akhirnya nggak tuntas karena lebih banyak main di sekitar mesjid)… tapi minimal halaman-halaman awal quran dan kitab kuning menjadi pembeda dalam memahami Nur Illahi, di kemudian hari.

Akhirnya sesi ceramah tuntas dan di momentum selanjutnya, saling bersalam-salaman, menebar senyum serta jabat erat dan rangkulan bahu dikala jumpa kawan sepermainan, sepengajian yang telah berubah menjadi sosok bapak-bapak (diriku juga hehehehe), ….. ah sang waktu ternyata tak pernah mau berhenti. Hanya kenangan yang mengajak berjumpa dengan suasana masa lalu meskipun hanya bermain di tataran imajinasi.

Hari ini, bersujud di rumah-MU ya Allah, di kampung tanah kelahiran, bersama keluarga kecilku termasuk my little princes yang begitu excited disaat berjumpa pertama kali dan menikmati suasana di‘Rumah Api’ (Bantu masak di kampung Eyang)….

Sebuah kisah memasak berselubung asap di dapur tradisional milik eyang kakungnya di rumah masa kecilku.

Allaaahu Akbar…. Allahu Akbar… Allahuakbar…. Laailahailallah huAllahu Akbar, Allaahu Akbar Walillahil hamd.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1440 Hijriyah.

Mohon dimaafkan segala khilaf, baik lahir maupun bathin. Wassalam (AKW).

Rumah Api*)

Cerita mudikku, bantu masak di kampung Eyang.

Photo : Aku lagi mriksa rumah api / dokpri.

GUNUNGHALU, akwnulis.com. Kali ini aku moo cerita ya guys… Cerita mudikku ke rumah eyang di kampung tempat kelahiran ayahku…

Perjalanan hampir 3 jam, tidak terlalu kurasakan karena lebih banyak terbuai dalam pangkuan ibunda dengan dengkur teratur yang berirama.

Tetapi pas terbangun, suasana siang sudah berganti dengan kegelapan, ternyata sudah melewati waktu magrib. Awalnya bingung lho, tapi karena ayah ibu ada bersamaku, ya sudah…. tenang sajaaaa….

Nyampe di rumah Eyang di kampung yang disebut daerah Gununghalu. Disambut pelukan hangat eyang istri dan eyang akung…. Alhamdulillah.

***

Perkenalan sama rumah api itu, pas jam 10 malem. Aku kehilangan ayah, ternyata ayah lagi mindahin lokasi parkir mobil ke tempat yg lebih strategis sesuai saran eyang.

Aku berjalan ke dapur dan ternyata eyang lagi pada masak…. woaaah langsung gabung donk, khan di rumah udah biasa masak segala macem (maksudnya main masak-masakan)…. “Eyang ikutan bantu yaaa”
“Iya cantik, silahkan”…. senangnya.

Lalu Eyang memberi peralatan memasak beneran, ada cocolek, garam, gula dan piring bumbu… lalu diberi meja kursi dan dipersilakan bekerja di rumah api.

Photo : I am Binar, still working at Fire house / privdoc

Iya guys, rumah api beneeraan… ada api yang membara dan membakar kayu, lalu diatasnya ada wajan besar berisi air santai dan potongan daging serta berbagai bumbu yang diurus sama eyang kakung. Eyang putri nyiapin bumbunya lalu membuat tumis sayuran, wortel mentimun… eh acar ya?…. Sambal goreng kentang, bihun, sambal dan goreng kerupuk…. waaah ramaiii….

Di rumah api, selain hangat juga asapnya yang bikin sensasi berbeda, seolah kabut menyelimuti malam dan bau khas asap ternyata bikin suasana mudik makin terasa. Aku mah terus aja bekerja membantu eyang, dan asap yang ada tidak bikin sesak atau perih di mata…. pokoknya jadi aneh tapi menarik… beneraan lho guys.

Ayah juga jadinya ikutan nemenin, ngobrol sama eyang istri dan eyang kakung, ibu juga… jadi di saat mendekati tengah malam, suasana rumah api makin ramai dengan celotehan dan berbagai sajian makanan untuk esok hari, hari lebaran.

Oh iya guys, aku juga kangen nenek, ibunya ibuku yang kali ini jauh, karena mudik ke Kuningan. Ingin menyusul, cuma nggak tahu gimana caranya, cuman bisa berdoa dan berharap semuga ayah ibu masih punya jatah libur dan bisa nyusul ke tempat nenek….. yach sementara rumah api menjadi penghiburku dulu…. Kemoon, masak lagiiii.

***

Catatan Binar, 030619.

***

*)Rumah api : Dapur di kampung, dimana proses memasaknya menggunakan kayu bakar, dalam bahasa sunda disebut ‘hawu’ dan aktifitas menghangatkan badan sambil cingogo/jongkok didepannya disebut ‘siduru’.