Jangan emosi lebih baik ngopi.

Emosi bersua dengan kopi.

BANDUNG  akwnulis.com. Terkadang sebuah angan berhadapan dengan kenyataan yang jauh panggang dari api. Disaat sebuah loyalitas diuji oleh keadaan maka konsepsi kesabaran dan pengendalian diri menjadi sebuah kekuatan. Kata diplomatis sesaat tercekat oleh batas kesadaran, kahawatir hamburan kata yang terucap malah menambah keruh keadaan. Maka anggukan dan banyak terdiam menjadi pilihan bijak pada momentum yang cukup berat.

Senyum menjadi tameng dari kemasgulan rasa, dibantu juga dengan dekapan masker yang hampir menutupi seluruh wajah sehingga kerutan keengganan tidak terlalu tampak dalam hinggar bingar dan sukacita sebuah pagelaran.

No heart feeling bro, show must go on.

Ya memang menerima keadaan ini, tetapi gejolak rasa ini perlu dituangkan dalam urutan kata yang akan menjadi sebuah cerita di masa depan, dimana suasana ini hanya menjadi cerminan akan nasib anak manusia yang sedang meniti takdirnya.

Ternyata energi menulis itu bisa hadir karena kegalauan yang sedikit menyiksa. Apalagi tak bisa beranjak dari kursi kehormatan karena alasan seremonial. Ah memang terkadang kenyataan menjadi kejam. Dilengkapi dengan ilmu menghilang dari sebagian pasukan yang seharusnya menemani dengan setia dan memberikan masukan kondisi sebenarnya. Ternyata telah berlindung dibalik mendung dan membiarkan semua mengalir seadanya.

Untung saja bahwa kondisi mental lebih stabil karena menjalani berbagai kejadian, sehingga momentum kali ini cukup dihadapi dengan acuh tak acuh saja. Biarkan semua mengalir dan semesta merestui karena tentunya ini adalah sebuah kehendakNya dalam kelindan peristiwa bagi anak manusia yang sesungguhnya tak punya daya dan upaya.

Cara terbaik adalah kendalikan emosi dan jalani semuanya seolah baik baik saja. Tapi setelah lepas dari cengkeraman suasana, langsung mencari obat universal berupa sajian kopi hitam tanpa gula dengan manual brew V60 plus pilihan bean yang terbaik tentunya. Insyaalloh semuanya akan kembali seperti sediakala dan bersiap kembali menjalani tantangan kehidupan selanjutnya. Wassalam (AKW).

Rindu Bapak Ibu.

Sebuah coretan rindu yang tertahan ‘sesuatu’.

Photo : Kopi Kerinduan / dokpri.

CIMAHI, akwnulis.com. Sejumput haru bersembunyi diujung dada kesendirian, sebait harap tetap dipegang meskipun kenyataan belum sesuai harapan.

Hari lebaran yang emosional, harus menahan rindu untuk tidak bisa wajah, raga dan jiwa bertemu langsung dengan kedua orangtuaku…..m yang sebenarnya jikalau hanya bicara jarak, sangat mudah untuk ditemui.

Bersimpuh di kaki mereka, memohon doa keberkahan dan keselamatan dunia akherat di momen hari suci pasca dilatih selama 30 hari di bulan ramadhan 1441 hijriah.

Memeluk ibu bapak dengan penuh kehangatan dan ketulusan, dimana karena merekalah, karena pengorbanan, pola pendidikan, motivasi dan keikhlasan kepada anaknya hingga segalanya dilakukan demi cita-cita hakiki yaitu agar anak cucunya kelak bahagia di kehidupan masa depannya.

Mendengarkan cerita dari ibu dan bapak, betapa kenakalanku di masa lalu adalah rangkaian kebahagiaan yang mengharu biru, tiada umpatan kasar atau bentakan, tetapi peringatan halus yang memberi ketenangan.

Berpose terbaik setahun sekali dengan senyuman dan tawa yang tak pernah habisnya lalu memposting di media sosial agar tahu bahwa dunia ikut bahagia melihat kita ceria, itu dulu karena sekarang harus menahan diri terlebih dahulu.

Maafkan anakmu ibu bapak, pandemi ini membatasi hadirnya raga tetapi jiwa dan asa tetap tidak bisa dihalangi untuk senantiasa menyayangimu sepanjang hayat ini.

Ketidakhadiran kami di kampung halaman adalah bukti kasih sayang kami untuk menjaga kebersamaan ini memiliki kesempatan lebih lama lagi.

Ah sedih….. tapi inilah pengorbanan. Jikalau tenaga kesehatan berjibaku di medan pertempuran menyelamatkan nyawa manusia yang sedang melawan ganasnya covid-19, maka kami disini berkorban untuk menghentikan penyebaran pandemi ini dengan menahan diri, mengendalikan rindu sekaligus menata rasa agar tidak memposting photo ceria bersama keluarga di media sosial kita.

Karena….. mungkin banyak yang berduka atau malah merasa pengorbanan ini menjadi sia-sia akibat terjebak oleh sebuah kultur budaya yang sebetulnya bisa kita tahan sementara.

Ah sudahlah, jangan berfikir pengorbanan rasa ini sia-sia, ikhlaslah menata asa, karena hanya Allah SWT yang tahu pengorbanan kita, semoga menjadi pahala yang menyelamatkan kita di dunia dan alam akherat nantinya.

Tetap jaga silaturahmi dengan memanfaatkan teknologi tanpa harus pergi-pergi di masa pandemi ini.

Secangkir eh setengah cangkir kopi coldbrew cukup mengerti kegundahan ini, ditemani semerbak bunga sedap malam yang mekar mewangikan kesepian malam ini. Tanpa banyak basa basi merelakan diri disruput gelas pergelas hingga sebotol 250 ml tandas tuntas tanpa ampas dan keharuman bunga seolah tiada batas.

Banyak sekali yang ingin dituliskan untuk mewakili kegundahan ini, tapi biarlah sisanya tersimpan di sanubari dan catatan hakiki milik alam semesta ini.

Bapak dan ibu, maafkan kami.

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1441 Hijriah.

Jiwa semoga kembali suci dan bersiap melanjutkan hari, menjaga ibadah seperti sebelum idul fitri, serta tidak lupa kembali menulis tentang hari ini dan cerita kopi.

Semoga pengorbanan ini menjadi berkah, dan sembuhkan gundah menjadi masa depan yang indah. Wassalam (AKW).

Janji pagi.

Sebuah janji yang butuh ekstra perjuangan untuk dipenuhi.

Photo : Treadmil sambil video call urusan kerjaan / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Sebuah janji adalah komitmen yang menjadi keharusan untuk dipenuhi. Meskipun terkadang angin kegalauan sering menghadirkan godaan sehingga membimbangkan perasaan untuk menundanya atau malah menelantarkannya.

Padahal semakin dibiarkan, sang janji tetap hadir dalam relung hati malah ditambah dengan janji-janji lain demi menutupi ketidakhirauan ini.

Kamu tèh janji sama siapa kang?”

“Janji pada diri sendiri”

“Har ituh, kirain janji sama siapa, sok atuh segera dipenuhi”

Raga terdiam meskipun pikiran norowèco (bacèprot… eh masih bahasa sunda, maksudnya cerewet bin bawel).. tapi tidak terucap secara harfiah karena diskusinya antara neocortec dan amigdala dengan disaksikan myelin yang tersenyum tanpa kata-kata.

Sebetulnya janji awalnya sangat sederhana, ingin menjaga berat raga ideal sesuai ketinggian yang merupakan kenyataan. Tetapi ternyata melawan atau mengendalikan diri sendiri adalah hal yang tersulit. Mendisiplinkan diri dan mengatur waktu untuk diri sendiri, ternyata begitu rumit dan super mudah tergoda.. aslina mang.

Biar badag (gendut) juga yang penting sehat” kata amigdala sambil ketawa-ketawa. Diaminkan oleh raga sambil….. tak kuasa melihat angka digital timbangan yang menunjukan batas psikologis garis PSK (pemuda seratus kilo)…. awww pemudanya sih memang, tapi itu sekuintalnya yang adaaaw….

Photo : Rapat via video conference / dokpri.

Apalagi ditambah dengan kebijakan tentang #WFH (working from home) yang musti lebih banyak di rumah…. alamak.. godaan semakin buanyak… tidak kemana-mana demi menjadi bagian pencegahan penyebaran virus covid19 tetapi harus pintar-pintar menjaga mulut.. maksudnya jangan sembarang waktu menghuapkan (memakan) makanan yang senantiasa tersaji di meja makan atau aneka cemilan yang stanby menunggu untuk dicicipi berulangkali.

Aturan kantorku tidak full di rumah bekerja tetapi menggunakan pola bergiliran tugas ke kantor dengan istilah menterengnya adalah flexible working arangement (FWA), yaitu pengaturan pekerjaan secara fleksibel dengan model shift terjadwal. Sehingga masih variasi dengan aktifitas pekerjaan biasa.

***

Balik lagi ke janji pengendalian diri, .. “Jadi gimana?”

Tentu berproses turun naik, dalam situasi saat ini maka cara terbaik adalah penyesuaian dan jaga mulut eh jaga diri… jika keluar rumah ikuti protokol kesehatan pencegahan virus dan jika jadwal ngendon kerja di rumah, jaga mulut dari asupan berlebihan terutama diluar jam makan yang seharusnya. Serta yang lebih penting adalah rutin berolahraga.

Selamat menjalani aktifitas hari ini kawan, mari saling mendoakan agar wabah ini cepat berakhir dan hilang dari muka bumi sehingga kehidupan kembali baik-baik saja. Wassalam (AKW).

Embun & Mentari

Mencari keharuman & kehangatan pagi disini.

Photo : Mentari muncul di pagi hari, lokasi Babakan Jawa – Sukasari – Sumedang / Dokpri.

Tak bosan memandang mentari yang selalu muncul sesuai janji. Meskipun tentu dingin menusuk kulit adalah bagian dari pengorbanan diri.

Kali ini sang mentari muncul di ufuk timur dan langsung memberi kehangatan terhadap hamparan hijau dedaunan di daerah Sukasari Sumedang.

Photo : Mentari menghangati hamparan kebun kangkung di Sukasari / Dokpri.

Lembut dan harum embun pagi semakin menguatkan hari. Membawa mood hepi yang semoga bertahan hingga malam hari.

Photo : Gunung Manglayang dilihat dari daerah Sukasari / Dokpri.

Tak lupa juga tetap mengabadikan Gunung Manglayang dari sisi lain. Menggabungan dengan lahan terbuka bertanah merah, menyambut sinar mentari yang merekah. Wassalam (AKW).