Aku & Covid19 – Bagian 2.

Ceritaku dan Covid19 – tamat.

Ini lanjutan dari AKU & COVID19 bagian 1.

BANDUNG, akwnulis.com. Di hari kedua isolasi, penciuman dan indera perasa tidak berfungsi. Panik kawan, hati berdebar dan perasaan tidak beraturan, makanan tiada rasa, parfum dan minyak kayu putih lewat di hidung begitu saja, “Ya Allah apa yang terjadi?” Hanya linangan air mata dan ratapan berwujud doa dalam kesendirian ini, betapa rapihnya raga dan jiwa ini.

Cobaan belum berakhir, proses tracing atau pelacakan dimulai dan seluruh keluarga harus swab tes pcr di labkes. Tak terbayang betapa repotnya istriku untuk membawa keluarga besar serumah melakukan tes tersebut. Semakin sedih manakala membayang anak semata wayang berusia 4 tahun harus dicolok hidungnya pas pemeriksaan…. “Ya Allah selamatkan keluarga hamba, semoga hasil tes nya negatif semua”

Alhamdulillah, istriku tegar menghadapi kenyataan ini. Menyetir dan membawa semua keluarga serumah ke labkesda untuk dilakukan pemeriksaan.

5 hari kemudian hasil tes pcrnya keluar, babak baru harus dihadapi. Istriku tersayang dan mamah mertua dinyatakan positif covid19 sementara anak, kakak ipar, saudara dan pembantu hasilnya negatif. Kegalauan memuncak, karena tidak berdaya membantu untuk mengatur semua dengan raga terisolasi disini, di pusat isolasi BPSDM.

Ketegaran istri dan mamah mertua membuat trenyuh hati ini. Mereka berdua yang mengatur model isolasi mandiri di rumah dengan kondisi mereka berdua juga pasien karena gejala semakin terasa. Anak semata wayang yang harus dipisahkan kamar begitu menyiksa perasaan, biasanya kumpul bersama, sekarang terpencar. Ayah di pusat isolasi, ibu di kamar tengah, anak kesayangan di kamar depan bersama kakak ipar dan adiknya papah mertua.

Diri ini semakin terpuruk karena muncul rasa bersalah yang menghunjam ulu hati, menyalahkan diri karena menjadi pembawa virus ini sehingga menulari orang – orang terdekat di rumah. Ditambah kondisi tubuh yang tidak nyaman, hidung mampet, lemas dan yang terasa semakin menyiksa adalah tiada rasa dan tiada bau, tiada harum… hambar dan hampa rasanya.

Apalagi jika ingat sang istri, seorang dokter yang setiap hari harus menggunakan APD lengkap disaat observasi pasien, menahan panas dan gerah serta mandi sebelum pulang ke rumah demi menjaga agar tidak terpapar covid, eh ternyata malah tertular dari suami. Sungguh rasa sesal ini semakin dalam.

Disinilah… sebuah kontemplasi hadir, betapa manusia ini tiada daya dan upaya tanpa kehendak dari  Allah Subhana wataala.

Betapa manusia ini, diri ini belum bisa bersyukur atas nikmat Illahi yang begitu berharga dan luar biasa ini. Allah memberi pelajaran hidup dengan mencabut sementara indera perasa dan indera penciuman melalui virus covid19, terasa begitu menyiksa. Manusia langsung mati gaya, stres dan tak jelas arah kehidupannya. Padahal baru 2 butir nikmat dari-Nya, sementara nikmat bernafas, mengedipkan mata tersenyum dan bejibun kemudahan lainnya bukan semata hadir begitu saja, tetapi itu adalah kehendak sang maha pencipta.

Disinilah kesadaran tergugah, betapa selama ini abai dengan kewajiban beribadah baik ibadah kepada Allah secara langsung ataupun ibadah yang berhubungan dengan manusia (hablum minannas).

Obat – obatan dan vitamin yang diberikan langsung dimakan tanpa banyak tanya. Kepedulian orangtua, teman-teman dan berbagai pihak juga menjadi penguat termasuk berbagai kiriman seperti buah-buahan, argentum water, jamu AVC, madu, minyak kayu putih original, serta air doa, semuanya diminum atas nama ihtiar kesembuhan.

Hari keempat penciuman berangsur hadir kembali, teriak kegirangan dikala bisa mencium kembali segarnya aroma minyak kayu putih yang rutin diminum 1 sendok teh selama didera covid19 ini, Alhamdulillahirobbil alamin… Makasih Ya Allah telah mengembalikan lagi nikmat ini. Begitupun indera pengecap/perasa, perlahan tapi pasti telah kembali.

Rutinitas berjemur di rooptop, mengaji, main gitar, menulis, cuci baju, melamun, tidur, nonton tv, kontak – kontak dengan istri, orang tua dan rekan kerja juga ada beberapa zoom meeting dijalani dengan keikhlasan dan kesabaran hingga akhirnya kami berempat pada hari ke 12 dinyatakan boleh pulang dan kembali diijinkan bersua dengan keluarga.

Tapi, istri menyarankan 3 hari dulu memisahkan diri di tempat berbeda dan hari keempat baru bisa ke rumah. Ya sudah ikuti saja.

Disaat bisa kembali ke rumah, baru bisa memeluk erat anak semata wayang saja, karena istri masih isolasi mandiri di kamar begitupun ibu mertua. Sebuah kerinduan yang akhirnya bisa menjadi nyata, meskipun mungkin belum sempurna.

Betapa covid19 ini bisa memporakporandakan semua, tidak hanya phisik yang tersiksa namun psikis juga kena karena rasa bersalah telah menjadi penyebab tertularnya orang – orang tersayang dan terakhir adalah finansial. Betapa mahalnya dampak dari virus ini karena bukan hanya bicara obat – obatan dan vitamin bagi diri ini juga istri dan mertua saja tetapi tambahan biaya untuk tes PCR yang (waktu itu) masih mahal jika dilakukan mandiri sekitar 1jt – 2 jt per orang tergantung kecepatan  hasilnya juga biaya katering untuk yang di rumah karena ada 2 pasien yang isolasi mandiri juga banyak lagi biaya tidak terduga lainnya.

Akhirnya setelah genap sebulan, penulis dinyatakan sembuh ternyata istri masih perlu recovery hingga 2 minggu ke depan termasuk mamah mertua yang cukup lama, hingga tes pcr ke 5 baru dinyatakan negatif pkus dibayangi gejala long covid19 yang mudah lelah dan mudah pusing tiba-tiba.

Sebuah pengalaman berharga tentang makna kehidupan, hubungan keluarga dan yang paling penting adalah mempererat keyakinan bahwa manusia adalah mahluk yang lemah dan semua bergantung atas kehendak-Nya.

*** TAMAT ***

Akwnulis.com, 150322

Aku & Covid19 – Bagian 1

Ceritaku menjadi LC (lulus covid19) bagian pertama.

BANDUNG, akwnulis.com. Perjalanan tugas satu minggu ini memang begitu padat dan tanpa kompromi. Diawali agenda di kabupaten purwakarta dalam rangka Rapat evaluasi PT Jamkrida dlanjutkan esok harinya selama 2 hari menyusuri jalur pantura diawali dengan evaluasi kinerja wilayah Cirebon raya hingga tuntas di Indramayu sana lalu kembali ke basecamp di Bandung, lalu esok harinya pulang pergi ke garut meskipun tenggorokan mulai gatal dan terbatuk-batuk.

Sementara itu, penyebaran covid19 baru mulai resmi dinyatakan melanda negeri tercinta. Suasana menjadi berbeda, ketakutan kegalauan dan kebingungan melanda semua kalangan, tak terkecuali kami, bagian dari aparatur pemerintahan yang mendapat tugas mengawal, membina dan mengevaluasi kinerja hampir 30 lembaga keuangan yang sebagian sahamnya dimiliki oleh pemerintah provinsi jawa barat.

Maka skenario tatap muka dengan seluruh lembaga ini perlu dilakukan penyesuaian, tentu atas nama menjaga prokes dan keselamatan semuanya.

Tentu di awal sedikit tertatih dan gamang karena perubahan ‘terpaksa’ yang begitu mendadak. Dari tatap muka menjadi tatap layar, dari bercengkrama langsung menjadi berbalas chat di zoom…

Maka pergerakan kamipun dibatasi dengan cara tetap tatap muka yang minim namun dilengkapi zoom meeting untuk memberi peluang semua mitra tetap bisa ikut meeting bersama.

Nah perjalanan terakhir inilah yang kemungkinan membuat kami kelelahan dan akhirnya imun menurun dan tak kuasa melawan terpaan virus covid19 d pertengahan tahun 2020.

***

Kami berempat kompak, satu mobil berkeliling selama satu minggu, tepatnya senin hingga jumat dan di hari sabtunya demam tinggi disertai pusing dan rasa tidak nyaman di tengorokan dengan batuk kering yang mulai menyiksa.

Padahal kami selalu taat protokol kesehatan, double masker termasuk facedhield, semprat semprot handsanitizer juga rajin mencuci tangan dengan sabun. Namun itulah takdir yang harus dihadapi.

Vonis kena covid19 ini diawali dengan pemeriksaan antigen di lankesda jabar, dan setelah berempat dilakukan tes antigen via hidung, kami diharuskan menunggu hasilnya padahal yang lain setelah tes diperailahkan pulang untuk menunggu hasil. Apalagi tiba-tiba tempat duduk bekas kami tes langsung disemprot oleh petugas ber-APD lengkap.

“Wah gawat nih, jangan-jangan kena covid nich” itu yang muncul dibenak kami. Dimana suasana pertengahan tahun 2020, masih pada takut dan seolah covid19 adalah aib. Kami berempat begitu tegang.

“Silahkan pak, kita swab PCR” Suara tegas petugas membuyarkan kebingungan kami, dan segere kembali antri untuk merelakan hidung ini dicolok lagi.

“Bapak-bapak hasil tes antigennya reaktif, lalu sambil menunggu hasil tes PCR dimohon memisahkan diri dari keluarga ya”

Hanya anggukan lemah yang menandai persetujuan dari kami, lalu keluar dari area labkes dengan gontai. Apa mau dikata, inilah kenyataan yang harus dihadapi. Kami berempat berpisah dengan membawa kebimbangan masing-masing. Sementara rasa panas dan kering ditenggorokan semakin menyiksa ditambah pusing dan lemas plus bersin-bersin terus mendera.

Setelah info ini sampai ke istri dan keluarga, sontak menjadi ketegangan kolektif. Apalagi kontak erat dengan orang rumah begitu intens dikala sedang demam beberapa hari yang lalu. Di rumah tidak hanya anak dan istri, namun ada mamah mertua, kakak ipar dan anaknya, adiknya ayah mertua dan pembantu… duh jangan – jangan.

Benar saja perkiraan ini, setelah mengasingkan diri dari keluarga dan tinggal ditempat berbeda  hasil swab PCR kami keluar dan berempat dinyatakan positif covid19 dengan nilai CT dibawah 20, malah penulis sendiri nilai CTnya 15. Sebuah nilai yang waktu itu dianggap ‘berbahaya’ atau beresiko karena semakin rendah nilai CTnya maka semakin besar peluang untuk menyebarkan virus ini kepada orang lain.

Maka koordinasi intens dengan dokter di dinas kesehatan provinsi jabar, akhirnya kami masuk ke tempat isolasi mandiri pemprov jabar yaitu di area BPSDM Prov jabar di daerah Cimahi utara.

Setelah mengikuti berbagai rangkaian tes, kami berempat masuk di pusat isolasi mandiri dan ditempatkan di tower yang berbeda. Terasa terasing dan kesepian serta kondisi tubuh terasa berbeda. Pusing masih mendera dan batuk kering plus lemas serta terkadang seperti demam tapi normal lagi dan nggak berapa lama panas lagi suhu tubuh ini, ditambah lidah kok kebas ya?.. agak hambar pas makan nasi atau kue yang tersaji…….

Bersambung ke AKU & COVID19 Bagian 2.

RUMAH PUTIHKU 2022

Rumah putihku… Bersiap memyambut calon pemilik baru.

CIMAHI, akwnulis.com. Memandang sendu bangunan putih yang memberi getaran berbeda karena sejumlah kenangan telah dilalui dalam suka dan duka. Ya, rumah tinggal yang sekarang terdiam menanti pinangan dari jodoh pemilik yang baru.

Awal 2019 hampir saja berganti kepemilikan, namun takdir berkata lain dengan hadirnya virus covid-19. Semua fokus menghadapi serangan bencana kesehatan yang mendera seluruh dunia. Masing-masing menahan investasi dan pembelian barang property sambil berhitung apakah usaha dan tabungan bisa bertahan di masa pandemi.

Tidak perlu banyak kata, karena 2 tahun ini adalah masa keprihatinan pada level masing-masing. Begitupun rumah putih ini, setelah beberapa calon pemilik memastikan akan membayar, ternyata kesulitan likuiditas di masa covid-19 menjadi alasannya.

Akhirnya rumah putih kembali sendiri, menjalani hari demi hari dengan pemilik lama,  sang penulis ala-ala ini.

Kali ini  setelah pandemi mendera dan dianggap relatif lebih landai dengan target imunisasi menuju herd immunity maka geliat pemulihan ekonomi semoga semakin optimis dengan tetap ketat menjaga protokol kesehatan.

Maka, kami tunggu pinangan calon pemilik baru dari rumah putih siap huni ini.

Ini info lengkapnya…

RUMAH PUTIH ANEKA BAKTI CIMAHI

Rumah satu lantai bernuansa putih yang elegan, dengan luas bangunan 152 meter persegi. Terletak di Komplek Perumahan Aneka Bakti, Leuwigajah Kecamatan Cimahi Selatan.

Akses dari jalan raya Sadarmanah – Cibeber berjarak 150 meter. Kendaraan umum angkutan kota tinggal berhenti di gerbang komplek dan berjalan kaki sedikit.

Parkir kendaraan 1 buah KR4 dan terlindung dengan atap kanopi baru policarbonat.
Kamar tidur 3 buah + 1 kamar pembantu di lt2 dan kamar mandi 2 buah.

Meja makan dengan 3 kursi,
Kasur spring bed ukuran king size,
Lemari baju 1. Didepan pintu masuk terdapat Kolam ikan hias dibawah teras depan dan dapat dilihat langsung karena menggunakan kaca tebal.

Air bersih, bagus, bersumber dari air PDAM dan Sumur Bor dan dilengkapi filter penjernih dengan 2 buah torn.
Listrik 1200 watt menggunakan token.

Lampu ruang utama dengan downlite + lampu hias. Jalan depan rumah lebar 5 meter, leluasa jika perewis/berpapasan.
Keamanan 24 jam dengan portal dan satpam.
Mesjid dekat sekitar 200 meter.

***

Alamat : Jl. Yuda Bakti No.3 Rt01 Rw11 Komplek Aneka Bakti Leuwigajah Cimahi Selatan.

Penawaran Terbatas, yang minat monggo kontak :

Call/WA : +6287721300307

SAHA NAMINA? – fbs

Teu pira ukur hoyong terang.

BOGOR, akwnulis.com. Mentari menyinari bumi begitu terik dan atraktif sehingga tak kuat berlama-lama berdiri untuk menikmati hangat dan panasnya sinar alami. Perlahan bergeser mencari keteduhan dibawah pohon rindang di sekitar alun – alun Kota Bogor yang sedang prosesi peresmian.

Segelah mendapatkan posisi strategis, maka menarilah sang jemari. Menuliskan secarik cerita singkat berbahasa sunda yang idenya hadir dari silaturahmi seorang kawan lama, sebut saja Kang Faisal,  sore kemarin.

Canda tawa dan kisah bersama mewarnai perjumpaan lagi setelah 4 tahun tidak pernah bersua, mencoba menangkap ide cerita menuangkan dalam fiksimini basa sunda. Sebuah genre tulisan fiksi berbahasa sunda maksimal 150 kata sudah menjalin satu cerita,  inilah ceritanya….

FIKMIN # SAHA NAMINA? #

Motor bèbèk kameumeut keur gering parna, diopnameu di bèngkèl Jang Opan. Indit nèang kasab numpak angkot tibatan leumpang.

Leungeun bentik megat, angkot eureun. Sup ka jero. Dina angkot aya dua wanoja, marakè rok mini. Katènjo kulit sampulur konèng umyang, ngan hanjakal marakè tato. Nu hiji dina leungeun, nu hiji deui dina bitis jeung tuur, jigana nepi ka pingping.

Pangangguran ditanya, “Badè kamarana nèng?”

Damel mang”

Saha namina?”

Dara mang”

Nu hiji deui mah ngabetem tapi curuk nunjuk kana tuurna. Kaciri tato kembang jeung huruf maringkel. Tuur katuhu aya huruf R, tuur kenca huruf S.

Nèng RS?”

Anjeuna gideug, “Abdi mah Ros”

Rada ngahuleng, ningali kana tuurna ukur aya huruf R jeung S. Si nèng imut matak uruy. Jadi panasaran.

Teu ngartos neng, dupi hurup O na mana?”

Ieu mang” Neng Ros ngadèngkak. Mang Ujang olohok atoh teu bisa ngiceup, tuluy kapiuhan.

***

Nah itu ceritanya kawan, yuk ah lanjut kegiatan di jumat siang ini. Wassalam (AKW).

Javanese Puntang Wine lagi..

Kopi dingin siapa takut?..

INDONESIA, akwnulis.com. Siang terik memerlukan padanan yang menarik, sajian minuman alami yang tetap memiliki sejuta misteri. Pilihannya tidak jauh – jauh, pasti Kohitala, kopi hitam tanpa gula dan disajikan denga proses manual yang menjaga kemurnian hasil ekstraksi.

Sehat dan tidaknya sebenernya masih silang pendapat, tetapi yakinilah jikalau hanya unsur kopi yang hadir maka tentu minuman ini lebih bermanfaat dibandingkan dengan aneka campuran seperti gula, susu, krimer, syrup dan berbagai bahan tambahan lain.

Mungkin di mulut enak, tetapi kandungan zat lainnya bisa mempengaruhi metabolisme tubuh. Apalagi terlalu banyak…. sesuai hukum alam, terlalu banyak itu beresiko, termasuk terlalu banyak mikirin kamu, padahal kamu mikirin yang lain…. khan jadi nggak nyambung.

Padahal keduanya yakin lho, yang satu yakin dengan pilihannya dan yang dipilih ternyata yakin juga bahwa ini bukan pilihan…. lieur pan.

Itulah kehidupan, penuh dinamika dan kejutan apalagi bicara hati dan selera anak manusia, pasti nggak ada habisnya klo dibahas satu persatu.

Karena panas terik, maka sajian yang pas tentu kopi dingin…. manual brew kopi arabica puntang wine yang diseduh dengan filter V60 lalu menetes di bejana kaca yang telah dilengkapi kotak kitak kecil es batu yang bercahaya… tes tes tes tes… menghasilkan sajian javanese coffee yang menyegarkan.

Sruputtt….. suegeeer preeen.

Bodynya medium ke bold dan acidity yang memberi ketegangan rasa karena cukup tinggi, dilengkapi after taste kecut dan ninggal, seperti rasa tertolak dikala menyatakan perasaan… adaaw galaaw.

Srupuut… hmmm segerrr.

Selamat menikmati kesegaran di suatu tempat yang masih dirahasiakan, yang penasaran DM dan japri aja yaa.. yang pasti masih di Bandung Raya. Wassalam (AKW).

Makna SUASANA KEBATINAN

Sesekali, perlu diberi definisi…

CIMOHAY, akwnulis.com. Senja menghilang digantikan dengan gelap yang beranjak menjangkau malam. Sementara suasana di kantor masih ramai dengan sorak dan senda gurau, saling menertawai dalam rangka menjaga dan meningkatkan imunitas diri masing-masing.

Suasana yang relax dan menenangkan, sehingga tak terasa pergerakan waktu yang terus berjalan maju dan meninggalkan kenangan di setiap detik yang berhamburan.

Tetapi ada hal lain yang harus juga dilaksanakan dan itu berarti mengajukan ijin lisan kepada pimpinan untuk segera meninggalkan markas besar demi sebuah komitmen kehidupan yang sedang dibangun dengan landasan kepercayaan dan kasih sayang.

Sang rembulan yang telah hadir di angkasa fana, tersenyum menghiasi keindahan malam

Ijin ya bos, mendahului keluar kantor, jemput istri”

Bos tersenyum dan meng-iya-kan, lega rasanya. Teman-teman lain yang sedang berkumpul, memperhatikan raga ini, sambil masih tertawa kecil mengingat joke – joke yang hadirkan malam ini.

Begitupun dengan tugas dan pekerjaan yang hadir dari pagi hingga petang, sudah dituntaskan sebelum mengajukan ijin pulang duluan.

Tiba-tiba bos berkata, “Istri kerja tinggal dikasih mobil dan sopirnya, nggak usah dijemput”

Suasana kebatinan bos” jawaban spontan yang hadir tanpa berfikir.

Bos tersenyum dan raga ini pamit meninggalkan keriuhan kantor menuju sebuah janji yang berlandaskan komitmen diri

Nah suasana kebatinan… dua kata yang menjadi jawaban tadi jika dibedah akan menghadirkan beraneka perspektif, dan sebuah tanya ini bisa terjawab melalui dialog dengan jiwa  dan rasa yang masih dalam satu raga.

Pertama, suasana kebatinan ini adalah hadirnya rasa tenang dan nyaman karena ingin memberikan sebuah makna perhatian kepada pasangan hidup, bahwa bisa dijemput di saat pulang kerja itu adalah sebuah kasih sayang. Meskipun tidak bisa setiap hari, minimal 1 atau 2 hari dalam satu minggu.

Kedua, suasana kebatinan yang hadir adalah model dukungan kepada pasangan hidup yang sudah cukup lama bertugas di salah satu rumah sakit pemerintah serta hampir 2 tahun ini rentan terpapar virus covid-19 karena statusnya sebagai nakes (tenaga kesehatan). Maka sewajarnya diungkapkan dukungan dengan cara kehadiran dikala pulang kerja.

Ketiga, suasana kebatinan yang hadir adalah sebuah kenyamanan disaat pulang bersama dan diperjalanan bisa ngobrol dan diskusi apa saja berdua. Nah ternyata ini juga momentum berharga, karena jika sudah sampai di rumah, anak cantik kesayangan yang akan menguasai ayahnya. Harus main dan berbagai aktifitas lain versi anak-anak hingga larut malam.

Keempat, suasana kebatinan ini adalah memberikan rasa aman dikala pasangan tercinta mendapatkan tugas shift sore dan malam. Otomatis pulang kantornyapun setelah menggelap, dengan posisi rumah sakit yang berada di kaki gunung Burangrang, sudah selayaknya memberikan dukungan rasa aman dengan kehadiran, itu memiliki makna besar nilai kehidupan (menurutku).

Jadi itulah suasana kehadiran yang dirasa. Meskipun ada juga pendapat lain yang melabeli suasana kebatinan ini karena takut sama istri hehehehe….. bebas klo pendapat mah, termasuk berbedapun itu biasa, karena memang masing-masing beda pendapatan hehehehe.

Ya udah ah, cuss…. jemput istri dulu.

Malam temaram semakin gelap, menemani raga ini menembus perjalanan. Ditemani sang rembulan yang setia berbagi tempat bersama mentari untuk menjaga keindahan dan keselamatan malam yang indah ini. Wassalam (AKW).

Jumat Pagi & Anosmia.

Renunganku di kehangatan Jumat Pagi

Bandung, akwnulis.com. Sebuah kata yang menjadi trending saat ini adalah anosmia. Sedang menjadi hits dan sering disebut dalam terpaan gelombang kedua pandemi covid19 yang sedang melanda. Ya, karena arti yang dihadirkan adalah kehilangan indra penciuman dan diyakini merupakan gejala yang dirasakan oleh raga dikala virus covid19 sudah berada di dalamnya, merajalela.

Pada saat penciuman menghilang perlahan dan akhirnya sama sekali tidak bisa membaui, disitulah rasa khawatir merayapi hari dan menggerogoti keyakinan akan terjadi sesuatu yang lebih parah. Seolah dunia akan runtuh dan kehidupan ini berakhir. Titik.

Maka hadirlah tangis menguasai raga, ketidakpercayaan dan sesal tiada hingga melingkupi pikiran dan psikis kita. Panik hadir dengan tiba-tiba dan terasa bahwa ini tragedi dan akhir kehidupan kita.

Apalagi dilengkapi dengan hilangnya indera perasa, membuat semua rasa itu hambar tanpa makna. Kesedihan dan kebingungan melanda.

Disinilah sebuah takdir Tuhan memerankan kekuatannya, memperlihatkan betapa kecilnya manusia yang terkadang masih banyak berlaku dzolim dan jumawa serta tidak mau bersyukur atas semua nikmat kehidupan ini.

Padahal penciuman dan perasa itu baru sebagian kecil nikmat yang diberikan Allah Subhanahu Wataala. Sangat banyak nikmat – nikmat lainnya yang melingkupi detik demi detik, menit dan menit kehidupan kita.

Selama ini seolah biasa saja, bahwa bisa mencium dan merasakan lezatnya rasa adalah biasa saja….. dan kita tidak atau jarang mensyukurinya.. Astagfirullohal Adzim.

Kembalikan indera saya, Yaa Allah Sang Maha Hebat….”

Sebuah ratapan berbuah tobat, sebuah keinginan bangkitkan insyap serta setahap ikhlas menjadi pendewasa dalam memaknai indahnya kehidupan fana.

Maka kesabaran dan keikhlasan ini menjadi nilai tak terhingga, dan memberi kepasrahan serta ketenangan dalam menjalani fase anosmia ini. Sembari tentu ikhtiar dalam memgkonsumsi vitamin dan makanan serta buah-buahan segar agar imun tubuh stabil dan meningkat plus obat yang diharuskan mengawal kesembuhan.

Dari semua usaha duniawi, maka  munajat doa dalam kesabaran dan keikhlasan. Dzikir rutin serta membaca ayat Alquran adalah cara universal seorang muslim untuk berserah diri dan memohon, begitupun dengan saudara kita yang memiliki keyakinan berbeda, masing-masing punya cara untuk mendekati Tuhannya.

Sehingga cukuplah anosmia sebagai gejala ringan saja yang dihadapinya dan dapat segera sembuh kembali serta pulih seperti sediakala.

Sebuah hikmah telah berbuncah, seikat syukur menyeruak cerah, ikhtiar terus ke segala arah, sabar dan taubat obat terindah. Selamat memaknai hangatnya jumat pagi, Wassalam (AKW).

V60 Arabica Papandayan & Ide-ide.

Sruput kopi sambil cari Ide.

CIMAHI, akwnulis.com. Menulis dengan kesendirian adalah sebuah perkawanan sejati, karena rasa bisa tercurah dalam jalinan kata yang mengandung makna. Mencoba mengalirkan ide yang berbuncah di dalam kepala, menuju aliran darah dan otot serabut sehingga menggerakkan jemari agar menari di atas keyboard smartphone kesayangan.

Mata jelas menjadi pembeda agar huruf yang tertulis terhindar dari typo ataupun salah penggunaan tanda baca. Meskipun kesalahan itu masih ada, karena kita adalah manusia tidak lufut… eh luput dari khilaf dan dosa.

Tapi, terkadang ide suka tiba-tiba hilang tertindas oleh pikiran lain yang hadir tanpa aba-aba. Sehingga jemaripun terpaku tak hasilkan secuil kata apalagi setumpuk kalimat. Inilah saat yang rentan dengan kondisi pentargetan dan deadline, alamak… gawaat.

“I need mood booster please”

Itulah sebuah bisikan yang membuat penasaran dan ternyata sebagai jalan keluar. Maka… cara terbaik adalah carilah sang mood booster yang dirindukan… yakni Kohitala (kopi hitam tanpa gula)… kopi mana kopiiii?…

Maka tanpa berlama-lama, sajian kopi arabica papandayan langsung diproses dengan metode manual brew V60… itu tuh yang corongnya mengerucut dan wajib pake kertas filter. Request diseduh oleh air panas 93° celcius kayaknya dituruti, karena hasil yang didapat ternyata tepat dengan selera. Yummy.

Setelah tersaji manual brew V60 kopi arabica papandayan. Langsung saja mulut menganga untuk bersiap menyeruput kenikmatan dunia dan berharap ide – ide segera hadir kembali untuk tuntaskan segala tugas yang memgelayuti hari – hari.

Srupuuttt…. hmmmm nikmatnya, acidity pas berpadu dengan body yang tidak terlalu pahit dilengkapi after taste buah cherry dan jeruk yang mengharumkan suasana.

Perlahan tapi pasti, kenikmatan menyeruak dan ide-ide meskipun malu-malu akhirnya hadir dengan beraneka celoteh kreasi dan harapan. Kopi disruput dan jemari lanjut mengetuk… eh mengetik. Menuangkan ide yang kembali hadir karena rangsangan maut si kopi hitam. Alhamdulillah.

Akhirnya jemari lanjut menari dan sang kopipun bergegas menunaikan tugas. Membuka kembali keengganan dan mendobrak kemalasan hingga akhirnya kesegaran datang dan ide-ide yang lahir terasa lebih rilex dan memberi keyakinan bahwa dibalik kerja keras perjuangan ada hasil akhir yang memukau. Selamat pagi Kawan, Wassalam (AKW).

Coffee & Me.

Cerita kopi & sejumput motivasi..

Secangkir Kopi di Pagi hari, memupuk Harapan & Keberkahan Pagi ini

Photo : Americano & Sirih Gading / dokpri.

BANDUNG, akwnulis.com. Itulah rangkaian kata yang hadir tanpa banyak bertanya dan diabadikan menjadi caption bersama frame photo yang senada. Photo sederhana dimana secangkir americano berpadu dengan tanaman sirih gading yang segar dan sudah lebih dulu terpublikasi di laman Instagramku : @andriekw.

Tulisan singkat itu adalah penyemangat, dan menguatkan motivasi agar diri ini senantiasa berfikir optimis dan tidak mudah menyerah atas keadaan. Meskipun memang rangkaian proses adaptasi terus dilakukan demi sebuah makna profesionalisme dan menjaga komitmen sekaligus belajar lebih mendalam tentang makna sebagai pelayan di dunia birokrasi yang penuh dinamika serta tantangan.

Awalnya tentu dapat dirasakan atau dibaca pada tulisan ‘Kopi Adaptasi‘, lalu bergulir seiring waktu maka hadirlah tulisan singkat lain yang tak jauh dengan sikopihitam atau kohitala (kopi hitam tanpa gula). Meskipun kalau urusan menulis tentang kopi sudah dijalani 2 tahunan lho…. menulisnya santai saja tetapi yang coba dipertahankan adalah konsistensi.

Ngobrolin konsistensi, yang coba dilakukan simple banget kok. Rutin menulis dan upload di blog, titik. Nah nulisnya diusahakan bertema dan tema utama adalah Ngopay dan Ngojay, alias dunia perkopian dan sesekali tentang kolam renang atau sambil berenang sekalian… atau jika sedang hoki, bisa dapet satu framenya adalah gambar secangkir kopi dan pemandangan kolam renang…. tapi itu jarang, mungkin entar ditulisan selanjutnya.

Bisa juga sebagai variasi, nggak musti sajian kopi. Tapi pilihan menu lain yang masih berkerabat dengan kopi di buku menu yang tersaji. Seperti sajian hot matcha kali ini, jangan lupa minta disajikan plus double senyuman. Senyum sang penyaji sekaligus baristi juga seulas siluet senyum di permukaan gelas yang penuh arti.

Photo : Hot Matcha / dokpri.

Jadi, mari menulis dengan semangat ODOA (one day one article)…… ini terinspirasi dari ODOJ (one day one juz) …. persiapan menyambut bulan ramadhan dimana harus diperjuangkan dan dilaksanakan mengaji 1 juz per hari sehingga satu bulan bisa khatam 30 juz, Bismillah.

Kembali urusan kopi, ternyata memang itulah sumber inspirasi. Meskipun harus diyakini bahwa sebuah kebetulan itu tidak murni kebetulan. Itu semua sudah ada catatannya di langit sana (baca : Lauh mahfuz) hanya saja kita sebagai manusia diberi berkah ketidak tahuan, agar apa?…. agar kita senantiasa mengambil hikmah atas semua kejadian. Apakah menggerutu atau ikhlas terhadap kenyataan nasib, apakah bersyukur atau takabur dengan segala kemudahan hidup ini, itu pilihan masing – masing.

Seperti gambar ‘Soto & Kopi’, itupun sebuah momentum yang hadir tanpa reka dan yasa alias rekayasa. Karena terjadi dikala akan sarapan pagi di salah satu rest area Tol Cipali sekaligus order secangkir kopi tubruk, ditubruk pelan – pelan saja dan dihadirkan tanpa gula.

Photo : Soto & Kopi / dokpri.

Nah mereka bersanding dalam frame gambar dan melengkapi koleksi photo per-kopi-anku yang kembali memberi motivasi untuk terus berkarya meskipun sederhana.

Ini kopiku, mana kopimu?”

Selamat pagi dan selamat memaknai hari demi hari, Wassalam. (AKW).

BERTEMU & LUKA.

Penasaran khan?.. monggo dibaca.

CIREBON, akwnulis.com. Sebuah pertemuan yang tidak disengaja terkadang harus berujung dengan sejumput luka. Apalagi ternyata luka yang hadir berupa guratan cerita yang mengakar dalam ketidakberdayaan serta runtuhnya dinding kepercayaan.

Itulah sebuah frase yang menyiratkan sebuah KECEWA.

Padahal jemari yang mengetik dengan rasa yang ada mungkin saja berbeda, itulah kekuatan literasi bahasa.

Photo : Kumbang Koksi / dokpri.

Jadi, janganlah ikutan galaw dan berprasangka yang tidak-tidak manakala menemukan untaian kata dengan ‘tone’ KECEWA.

Karena jika kecewa, segera ganti vokal akhirnya dengan hurup e, maka segera akan terobati. Tapi resep ini tidak berlaku untuk perasaan muak atau NGEWA (bahasa sunda)… karena hasil akhirnya berbahaya… 🙂

Ngartos teu?”

Terserah sih, mengerti dan tidak itu adalah hak anda para pembaca setia blog ini, bukan kewajiban. Jadi silahkan saja yaah…yang pasti mah mari kita kembali ke paragraf awal tentang sebuah jumpa yang berakhir kecewa.

Karena awalnya bersua tanpa sengaja dengan si kecil lucu sang kumbang koksi yang seksi dengan warna merah penuh sensasi. Tiba-tiba hinggap di jemari tanpa basa basi dengan menghadirkan senyum yang saling mengisi. Maka tak ada kata lain selain memandang dan menikmati berbagai gerakannya dari mulai kepak sayap hingga gerakannya mengitari area jari jemari.

Tapi… itu tadi, ternyata di akhir harus tertoreh luka dan kecewa karena ternyata kumbang koksi ini yang juga sering disebut ‘sesedanan’ ini memiliki bentuk pertahanan atau perlawanan dengan mengeluarkan cairan yang berbau tidak enak.

Padahal bukan ancaman, tetapi hanya jemari lain ingin menyentuh, ternyata dimaknai sebuah serangan yang akan membuat dia terjatuh.

Jemari terpaksa ditepis dan sang kumbang koksi pergi tanpa perlu menangis. Selamat jalan kawan tak terduga yang datang tanpa berkabar tetapi harus pergi karena kesengajaan. Udah ah jangan nulis yang bikin galau ah. Hatur nuhun, Wassalam (AKW).

***

Catatan :
Kumbang koksi atau Ladybug, Coccinellidae. Salah satu hewan kecil anggota Ordo Coleoptera.