Mudik : berpisah & bertemu.

Mudik itu perlu diperjuangan – 🙂

CIMAHI, akwnulis.com. Disaat pergerakan orang secara masif mulai terlihat, gelombang semangatbpulang kampung yang disebut mudik kembali membahana setelah 2 tahun terakhir tersandera karena pandemi melanda. Hari kemarin sebagai hari pertama libur resmi bersama secara nasional, didapatkan beberapa titik kemacetan yang luar biasa seperti yang terjadi di daerah limbangan garut, sepanjang jalan tol ke arah timur dan berbagai ruas jalan lainnya.

Sementara kami mah hari kemarin masih stanby di rumah karena ibu negara tetap berdinas bergiliran sebagai bagian dari pelayanan langsung kepada masyarakat di sektor kesehatan. Sambil mengisi libur perdana tentu beberes rumah dan persiapan mudik juga termasuk mengantarkan kucing kesayangan untuk tinggal beberapa hari di hotel kucing di daerah antapani.

Ada rasa haru sang anak manakala harus berpisah dengan hewan kesayangannya, padahal cuma beberapa hari ke depan saja. Si kucing diajak ngobrol dan disampaikan untuk betah di tempat sementara dan jangan nakal ya pus. Malah untuk memastikan bahwa hotel kucingnya layak, bela-belain masuk ke kandang sementaranya itu dan diskusi dengan si kucing.

Ikatan batin dengan hewan kesayangannya cukup kental, tentu ini menjadi modal dasar dalam belajar memaknai kehidupan tentang sebuah ikatan kebersamaan. Bagaimana memaknai dan mensyukuri keberadaan seseorang atau seseekor dan bersifat fana karena suatu saat akan berpisah.

Kali ini hanya pisah sementara, tetapi baru beberapa jam saja sudah kangen sama kucingnya sambil kedua belah matanya berkaca-kaca. Untungnya teknologi mendukung dan sang owner hotel penitipan kucingnyapun baik hati dalam pelayanannya sehingga memenuhi kerinduan sama kucingnya via pengiriman video dan penjadwalan videocall untuk menghapus kerinduan.

Itu baru urusan dengan hewan, maka menjadi hal yang wajar jika pergerakan manusia hari kemarin, hari ini dan esok lusa demi sebuah momentum untuk bertemu dalam suasana kekeluargaan yang kental serta memiliki nilai religi spiritual yang tak bisa dinilai dengan mata uang serta tak bisa membahas tentang rating peristiwa ini.

Tujuan utama mudik itu adalah kembali bersama, kembali berkumpul bersama keluarga setelah sekian purnama mengumpulkan rejeki demi memenuhi kebutuhan kehidupan masing-masing. Ada juga alasan utama adalah berkumpul berlebaran bersama bersama orangtua tercinta, bisa orang tua kandung atau ibu bapak mertua dari pasangan kita, setelah menikah tentu memiliki derajat perhatian yang sama. Karena mayoritas beda tempat dan berjarak, maka bergiliran tahunan menjadi solusinya. Kecuali yang awalnya ‘pacar 5 langkah’ maka tidak bingung milih berlebaran di orang tua yang mana, karena dipastikan rumah orang tua dan rumah mertua hanya selemparan batu, lha wong cuma 5 langkah dari rumah hehehehe.

Selamat menjalankan perjalanan penuh perjuangan tapi dibalik itu berbalut berkah. Jangan sia-siakan kesempatan ini. Bagi yang orang tuanya belum meninggalkan dunia fana, inilah momentum bersama dan memaknai kembalinya kita. Memaknai asal muasal kita, seorang anak kecil yang tiada daya dan tergantung keberadaan orang tua. Hingga hadir hari ini menjadi individu seimbang, mandiri dan berkepribadian yang kuat serta berdiri tegak menghadapi tantangan kehidupan. Wassalam (AKW).

Kopi & Puasa.

Nyeduh kopi di bulan penuh berkah, butuh seni dan nilai tambah.

Photo : Menu berbuka puasa dengan yang manis / dokpri.

PADALARANG, akwnulis.com. Sebuah kebiasaan akan membentuk watak, rutinitas menghasilkan budaya jika dikerjakan oleh banyak orang. Begitupun kebiasaan – kebiasaan yang dianggap sederhana, akan menyisakan jejak tindakan di dalam otak tentang sebuah peta perilaku manusia.

Terkait kebiasaan ngopi…… eh minum kopi juga sama. Setelah setiap hari minum kopi #tanpagula serta diberi kemudahan oleh Allah untuk bisa menikmati aneka cita rasa kopi yang sangat bervariasi, maka bulan ramadhan inipun harus bisa mengendalikan habipi (hawa bikin kopi)….. maksudnya bikin kopi di waktu berpuasa yaitu dari adzan shubuh ke adzan magrib.

“Kok sampai di-warning gitu gan?”

“Harus ituu!!!” jawaban berapi-api karena memang pengalaman diri sendiri. Apalagi baik di kantor dan di rumah, peralatan seduh manual ready every time.

Di kantor lebih lengkap lagi, mulai dari grinder, pemanas air, timbangan digital, termometer, gelas server, corong v60, filter, gelas kaca mini, teko leher angsa dari kaca, dan tentu beraneka bean yang siap grinder. Trus nyeduhnya nggak kenal waktu, bisa pagi, siang dan sore… suka-suka aja… dan dipastikan tiap hari digunakan untuk menyeduh kopi atau berulang-ulang.

Di bulan shaum, singkirkan dulu aneka peralatan tersebut dan masukan di lemari, khawatir reflek buka bungkus bean yang ada lalu digiling pake grinder trus… seduuuh aja dan srupuuut.

Syukur klo lupa lagi shaum sampe tuntas sruput…. tapi klo baru giling bean trus inget lagi shaum… bete donk, apalagi ke adzan magrib masih lama…… kebayang khan?

Photo : Kopi dan cangkir nangkub / dokpri.

Nah klo di rumah sih… kesempatan menikmati kopi bisa dilakukan setelah berbuka shaum, jadi peralatan kopi yang ada tidak harus terpenjara di lemari, tetapi cukup di telungkupin aja cangkir sengnya di nampan bersama teko goose neck dan tentu kopi yang akan diseduhnya…. itu tandanya jangan digunakan sebelum waktunya.

Beberapa kopi sudah antri untuk di seduh, tetapi bulan ramadhan penuh berkah ini harus lebih disibukkan aktifitas ibadah di bandingkan prosesi kopi (baca pencitraan diri….), ditambah dengan gangguan intensif dari anak cantik sang buah hati yang senantiasa ikut sibuk jikalau bersiap nyeduh kopi pake v60 di malam hari.

Akhirnya….. sikap sabarlah yang menolong kita. Contohnya sabar menunggu anak tidur dulu, baru bangun trus nyeduh kopi…. eh ternyata ikutan ketiduran sampai waktu sahur, jam 04.00 wib…. mana sempet prosesi manual brew dengan waktu yang terbatas… ya sudah.. besok lagi… besok lagi…. dan nggak jadi.

Photo : Cafe Otutu Leuwigajah / dokpri.

Akhirnya sempet juga ngopi dengan mampir di cafe deket rumah, itupun sebentar saja, demi ngopi yang sudah menjadi kebutuhan eh keinginan sejati.

Selamat berpuasa kawan, yang suka ngopi yaa… nanti setelah adzan magrib baru bisa kongkow dan ngopi, atau ngajakin diriku untuk ngopi bareng, pastinya setelah shalat tarawih dan witir supaya tenang hati. Wassalam (AKW).

Kopi & Ramadhan

Perjalanan menikmati kopi di bulan penuh bonus pahala dari Illahi Robbi…

Photo : Espresso with flower / dokpri.

CIUMBULEUIT, akwnulis.com. Bulan Ramadhan yang penuh rahmat serta double-triple bonus pahala dibandingkan 11 bulan lainnya plus grand prize Lailatul qodar adalah momen tahunan yang sangat penting dan jangan dilewatkan. Karena belum tentu di tahun depan bisa berjumpa kembali dengan bulan Ramadhan… (klo doa dan harapan pastinya pengen panjang umur dan setiap tahun bisa bersua dengan bulan ramadhan ini, panjang usia berkah dan bahagia tea geuning).

Meskipun tantangan dan godaan untuk bisa melaksanakan aneka ibadah dengan baik itu berrrat bangeet…. setelah sahur bawaannya ngantuuuk, padahal sebaiknya shalat shubuh lanjut tadarus.

Trus masuk kantor, maka bergumul dengan rutinitas pekerjaan yang tiada henti. Termasuk dinas luar yang cukup menguras stamina. Meskipun selama jam kerja dipersingkat, dari jam 07.30 dan jam pulang kantor pukul 14.30 wib, kenyataannya ternyata tiba di rumah jam 21.00 wib atau malah tengah malam karena harus mengikuti jadwal agenda tarling (taraweh keliling) di luar kota.

Tapi itulah indahnya kehidupan, bagaimana kita mampu mengatur ritme waktu yang ada dan menyeimbangkan prioritas ibadah di bulan penuh berkah dengan beban tugas pekerjaan yang tak kenal ini bulan mei atau bulan ramadhan. Jadi, seni mengatur waktu dan mengatur diri yang menjadi strategi.

“Trus gimana cara ngatur urusan prosesi kopi?”

Sebuah pertanyaan sederhana yang memiliki esensi dasar, di mana selama ini keberadaan kopi menjadi mood booster sekaligus alat diplomasi yang efektif di jam kerja ataupun di luar jam kerja.

Photo : Salah satu sajian bukber / dokpri.

Permasalahan yang muncul adalah, di bulan ramadhan ini nggak bisa nyeduh kopi siang hari dan disajikan dengan prosesi v60 dan basa basi. Atau ngajak kongkow dan ngopi di siang hari karena akan menjadi pembatal bagi ibadah puasa yang sedang di jalani.

Ini kembali kepada rumus seni menyesuaikan, jadi ngopinya tentu setelah berbuka puasa dan lebih banyak dilakukan sendiri di rumah… eh bersama anak cantik yang selalu nempel jikalau tahu ayahnya di rumah, seperti yang tertuang dalam tulisan ‘Kopi Arabica Bali Banyuatis. Ada juga prosesi kopi yang dibuat di rumah, tetapi tidak sempet ditulis.. eh kopinya keburu diminum sampai habiiss….. maklum puasaa.

Photo : Meeting dilanjut bukber / dokpri.

Nah klo diluar rumah, tetep rumusnya adalah dalam balutan semangat bekerja. Tetapi meetingnya digeser mendekati waktu berbuka puasa, yaa mulai sekitar jam 16.00 wib dan berakhir sesaat sebelum adzan magrib berkumandang.

Soalnya klo setelah adzan masih membahas urusan kerjaan, yakinlah akan bercampur dengan pembahasan korma, kolak, bubur kacang, kolang kaling, bubur lemu, bala-bala, gehu, pacar cina, agar-agar, puding dan sebangsanya… dijamin tidak efektif.

Setelah tuntas shalat magrib, baru makan berat dan dikala adzan isya berkumandang, meeting bubar. Diriku bergeser ke lokasi mesjid tempat taraweh keliling.

“Lho kok bisa?”
“Bisa masbro, cari tempat meetingnya berupa kedai atau resto yang dekat dengan lokasi tarling, berees dech”
“Pinter juga kamu”
“Alhamdulillahirobbil alamin”

Apalagi di bulan ramadhan ini, mentraktir berbuka puasa itu besar banget pahalanya…. so jangan segan mentraktir berbuka puasa…. seperti yang kemarin kami rasakan.. rapatnya lancar, bukbernya seru, makanan dan minumannya ajiib dan… dibayarin pula. Hatur nuhun bu Ev dan mr Dan.

Photo : Mesjid yang bersiap menerima jemaah shalat tarawih / dokpri.

Jadi kuncinya adalah sebuah seni menyesuaikan, serta tenang dalam mengambil keputusan untuk melaksanakan meeting ditempat tertentu.

Selamat menunaikan ibadah puasa, sambil menjalani dan menyelesaikan tugas-tugas negara. Wassalam (AKW).

***

Munggahan.

Hayu ah balakécrakan…

ALAK PAUL, Ngajémprak dina samak ngurilingan rangginang jeung opak. Aya ogé Ma Nini nu geus pikun, nu lian émok tapi ieu mah ngadon ngadangkak.

Balakécrakan bari ocon, nyocolan peda beureum maké sangu tutug kurupuk jeung liwet kastrol, teu poho sambel dadak seuhah lata-lata pleus daun déwa ogé kulub pucuk gedang. Jéngkol jeung peuteuy mah geus nungguan dihuapkeun ti tatadi.

Sagala karungsing ngilang, bangbaluh hirup leungit. Kagantian ku kabungah bisa ngariung babarengan bari ngeusian beuteung séwang-sewangan.

Udud kéréték, bako molé jeung pahpir jagong atawa nu boga kawani gedé di sadiaan linting kucubung, kagok édan. Aya ogé udud togog nu badag enjum, eusina menyan bodas, bako, cengkéh jeung kayu manis.

“Meungpeung bisa kénéh godin” kitu ceuk Si Udut bari pelenyun kana linting kucubung. “Hayu béakkeun liwetna euy” Haji Alit mairan bari ngedukan kastrol. Nikmat pisan.

Teu hilap, kopi 3 sendok mucung ditinyuh ku cai ngagolak, matak ngahégak tur nikmat. “Tong digulaan euy, pamali”

Hatur nuhun.

Wilujeng munggah palawargi. (AKW).

Cerita Ramadhan – Ngendok*)

Ini ceritaku disaat ramadhan tiba, cerianya masa kecil dalam lingkungan keluarga kecil bahagia. penasaran?… monggo nikmati ceritanyaa.

Sore itu aku udah bergerak belajar melangkah dan merangkak mondar mandir kesana kemari, mulai dari dapur tempat ibuku masak untuk sajian berbuka puasa hingga ruang tamu.. eh sebelumnya ruang tengah juga diubek. Abis aku senengnya bergerak kesana kemari, gatal kaki dan tangan ini kalau hanya berdiam diri.

Setelah tadi ba’da dhuhur nenen trus disuapin sama ibunda, abis 2 buah pisang ambon trus barusan susu pake dot, kuenyaaang. Tapi nggak ngantuk, bawaan pengen beredar terus.. gerak… geraak.

Ayah dan ibunda begitu sabar menjaga, menemani dan mengejar diriku yang beredar kesana kemari. Sering terdengar ayah dan ibunda berucap, “Astagfirullohal adzim…” begitu nyaman terdengar di telinga mungilku,……. ternyata itu ucapan doa.

Aku jarang tidur siang, entah kenapa. Tapi alangkah ruginya waktu yang ada dipake tidur. Mending buat bergerak kesana kemari melatih otot dan sendi serta aku bisa tahu semua wilayah di dalam rumah termasuk di kolong tempat tidur dan dibawah meja makan keluarga. Bisa juga di dalam lemari baju ayah ibuku. Semua tempat miliki sensasi dan karakteristik tersendiri.

“Ayah…”
“ibb..buu”
Suara mungilku memberikan rona bahagia dan mata berbinar dari kedua orangtuaku. Ibundaku suka langsung menunduk sambil mulutnya bergumam.. akupun ikutan, dan mereka tertawa bahagia bersama.

***

Hari ini beberapa kosakata baru hinggap di otakku dan langsung menempel, yang pertama ‘pipis’ dan kedua ‘Endok‘ atau endog… bahasa sundanya untuk telur. Itu istilah jikalau aku udah pengen pipis dan ee. Sehingga ayah dan ibunda bersiap dengan popok yang baru dan kering, maklum belum jaman pampers jadi kebayang repotnya klo pipis sembarangan dan nembus popok.

Alhamdulillah aku mah gampang hafal meskipun terkadang lupa bilang pas kejadian… tapi jangan lupa ada rumus pamungkas… apa itu?.. tinggal nangis aja sekencang-kencangnya… beress.. bantuan akan dataaaang.

***

Menjelang berbuka puasa, ayah ibu sibuk bekerjasama menyiapkan makanan dan minuman untuk berbuka. Akupun ikutan nimbrung, sok sibuk, pegang itu pegang ini, seru kawaaan. Ibunda beberapa kali mengambil gelas kaca dari tanganku juga piring beling yang dibawa berlari olehku, kenapa sewot ya?… padahal aku hati-hati lho bawanya.

Tiba-tiba…. terasa perut melilit… oh pengen ee. Inget kata-kata yang dilatih ibunda. Tapi ibunda sedang sibuk di dapur, ada ayah ding..

“Endok.. endok!!” Aku teriak sambil narik-narik sarung ayah. Ayah tersenyum, berjongkok dan bertanya, “Ada apa anak cakep ayah?”

“Endok… endook” Aku setengah berteriak, terlihat wajah sumringah ayahku mendengar kosakata baru.

“Anak pintar ayah, sini klo mau endok” badanku diangkat, senangnya. Tapi…. kok aku didudukin di meja makan?… ah nggak banyak tanya, aku harus tuntaskan tugas dari perut ini dimanapun berada… Procooot.

***

‘Duk… duk.duuuk!!…
“Allahu Akbar.. Allahuakbar…”
Adzan magrib berkumandang bertepatan dengan tuntasnya aku menyelesaikan tugas…. di meja makan.

“Astagfirullohhhal adzimmm…. Ayaaah…!!!!” teriak ibunda yang berada didekatku.

Ayah datang tergopoh-gopoh… dan terdiam. Melihat seonggok ‘endog‘ karyaku disamping rendang telur hasil olahan ibunda.
Mereka berpandang-pandangan dan tersenyum simpul.

Dengan cekatan ayah mengangkat tubuh aku dan membawa ke kamar mandi untuk cebok, ibunda yang membereskan ‘endok’ku.

Terdengar suara pelan ayah ke ibunda, “Maafkan ayah, tadi dikirain pengen endok/telur yang ibu masak.. eh ternyata pengen ‘ngendok‘.” Ibunda senyum lalu terkekeh.

Aku tersenyum karena pantat sudah bersih dan perut longsong… plus udah bisa menghafal kosakata baru. Makasih, met berbuka puasa ya semuahnyaaah.

Jangan lupa yang masak aneka telur… dihabiskan yaa… Wassalam (AKW).

***

Catatan :

*)Ngendok = istilah dalam bahasa sunda yang artinya BAB/ee/buang air besar... atau bahasa sunda lainnya disebut juga ‘modol’.