
BANDUNG akwnulis.com. Pertemuan dengan sajian kopi kali ini seolah dituntun oleh takdir dan diarahkan keadaan karena seperti tidak sengaja mencari tetapi akhirnya bersua. Itulah indahnya sebuah makna pertemuan dan disadari atau tidak ternyata semakin mudah bertemu dengan aneka kohitala (kopi hitam tanpa gula) khususnya yang diproses sajian secara manual tanpa menggunakan mesin kopi. Sehingga menilai rasanya bisa maksimal.
“Halah sotoy menilai rasa, padahal khan nggak belajar cupping dan nggak punya lisensi sebagai seorang profesional untuk menilai notes dan profile kopi.”
Kalem bro, nggak usah ngegas begitu. Tulisan – tulisan receh di blog ini memang hanya tulisan santai yang bertema tentang ‘belajar mencintai kopi’ yang diperlukan kesabaran, perlahan tapi pasti dan tetap menjaga konsistensi seperti belajar bagaimana mencintaimu, ahaay.
Jikalau tulisan ini bicara sebuah rasa dari sajian kopi, sebuah suasana dalam cafe kopi atau siapa yang begitu menyegarkan membawa dan menyajikan kopi, juga tempat yang nyaman untuk menikmati kopi, itulah yang coba ditulis dengan tertatih dan berusaha terus tanpa letih.

Urusan rasa kopi tentu sang lidah dan indera penciuman begitu berperan ditambah sejumput imajinasi menghasilkan catatan penting manakala sruputan kopi ini menjadi relaksasi. Memberi ketenangan bagi diri dan akhirnya bisa memberi suasana kesegaran dalam aktifitas sehari-hari.
Kali ini bersua dengan sajian kopi yang diproses dengan metode cold brew. Metodenya dengan proses ‘perendaman‘ menggunakan air dingin dengan suhu ruangan lalu disimpan selama minimal 8 jam. Nah setelah itu bisa dicicipi alias dinikmati. Kekhasan metode cold brew ini adalah melindungi bean dari paparan suhu panas sehingga tidak ikut mengekstraksi karakter acidity kopi, ekstraksi dilakukan melalui lamanya waktu perendaman dan akan menghasilkan rasa kopi yang ringan tapi istimewa.
Ternyata metode cold brewnya plus alias ada perlakuan tambahan yang dilakukan oleh kang Iman, yakni setelah proses 8 jam perendaman lalu disaring dan disimpan di chiller selama 3 bulan dan 6 bulan. Sehingga menghasilkan cold brew yang berbeda. Untuk cold brew yang 3 bulan disimpannya, ada rasa sedikit manis alami dan agak nyereng*) dengan acidity alias rasa asam yang menyegarkan.

Nah pas nyoba yang cold brew versi disimpan 6 bulan, baru dibuka aja sudah menghadirkan sensasi. Karena ternyata langsung busa kekuningan mendesak tutup botolnya dan meluber keluar membasahi meja. Tentu sang barista gesit mengambil lap berupa kanebo yang mudah menyerap cairan tumpah. Tapi karena didokumentasikannya jadi nggak asyik, warnanya lecek hehehe. Disingkirkan dulu untuk kepentingan dokumentasi.
Kebetulan juga botol cold brewnya ini menggunakan botol seperti minuman beralkohol maka tampilannya menjadi unik dan memiliki daya tarik sebelum meminumnya. Lalu gelas – gelas diedarkan dan diminum bersama, baik sang barista juga seorang kawan yang kebetulan sedang bersama.
Srupuut… nyengiir.. keasaman sempurna memenuhi rongga mulut dan memberikan sensai kejut di ujung lidah, asem dan seperti bersoda. Tapi tetap rasa kopinya ada dengan nuansa alami racikan manual yang bersahaja. Memberi kesempatan berharga menikmati sajian kopi di daerah bandung utara.
Jadi inilah tulisan singkat yang mungkin bisa memberi makna serta informasi berbeda tentang bagaimana secara bertahap mencintai kopi yang tersaji tanpa tambahan bahan itu ini. Happy weekend kawan, Wassalam (AKW)
***
Lokasi :
KOPI CUPBA
Jl. Sersan Bajuri No. 102 Cihideung Parongpong Kab. Bandung Barat. Jawa Barat 40559
(Halaman Green Forest Horison Hotel).