KOPI KESENDIRIAN.

Tidak sendiri kalau ada kopi.

SEMARANG, akwnulis.com. Terkadang sebuah kesendirian itu hadir tanpa dibayangkan. Bukan karena orang-orang terdekat meninggalkan kita tetapi kepentinganlah yang memberi pemisah raga sehingga disaat duduk terdiam dalam satu masa, hanya satu raga ditemani jiwa, sendiri.

Awalnya memang bersama, bersuka ria dengan penuh canda tawa. Tetapi perubahan terjadi manakala dihadapkan dengan kenyataan bahwa masing – masing individu memiliki keinginan yang ternyata berbeda satu sama lain. Ada satu alasan penting lainnya adalah karena gerakan atau kepentingan kita yang ternyata juga memiliki perbedaan signifikan dengan rekan lainnya.

Pertanyaannya adalah, “Apakah kesendirian itu menyakitkan?”

Jawabannya akan sangat relatif, karena kembali kepada tiap individu. Meskipun cenderung kesendirian ini dilengkapi rasa murung dan kesedihan tetapi tidak sedikit yang juga nyaman dengan kondisi ini. Itulah kenyataan hidup, selalu ada dinamika suka dan duka.

Racik kopi / Dokpri.

Kembali ke suasana kali ini, dimana momentum dan lokasinya berada di area kota tua semarang. Pada saat turun dari kendaraan maka semuanya bersama-sama dan bergerombol serta otomatis tanpa intruksi untuk berpose photo bersama dengan berbagai gaya. Dimulai dari model photo KTP yang sok serius dan kaku, model gaya pak Sekda yang menyilangkan tangan di dada dan satu kaki ke depan hingga model photo yang seolah wajib yaitu mengepalkan tangan sambil teriak ‘Jabar Juara.’

Nah setelah itu,  kumpulan tiba – tiba bergerak dan secara alami mulai memisahkan diri. Ada yang memang mengejar momen sunset dengan siluet bangunan tua, ada yang langsung ke kios dan cari pojokan strategis untuk menyalakan rokok dan menyedot perlahan penuh perasaan.

Raga inipun bergerak menuju satu titik yang berdasarkan pengalaman beberapa waktu lalu, ada sebuah tempat yang pernah disinggahi yaitu SPIEGEL Bar & Resto. Pernah menikmati kesendirian disitu dan terabadikan jelas rasa galau mendera kala itu. Tapi ternyata dikala tiba didepannya, begitu banyak orang. Berarti akan sulit menikmati kesendirian dalam keramaian. Akhirnya mata berkeliling mencari alternatif lain, di sudut kiri mata terlihat bangunan yang juga menyajikan kopi, wah ini saja ah, lagian terlihat relatif sepi.

Sambil berjalan menuju sasaran, iseng nengok kanan kiri, ternyata tidak ada satupun kawan yang berrombongan tadi. Orang memang banyak tetapi tidak ada wajah yang kenal, ya sudah lanjutkan.

Akhirnya kesendirian tercipta ditemani secangkir kopi manual brew V60 Arabica Bali Suksme dengan harga 20K tambah  service 5% dan pajak 10% berarti bayarnya jadi 23K. Dilanjutkan supaya seimbang dengan yang dinginnya adalah javanese Arabica bali Suksme di harga total 28,75K… srupuut.

Eh lupa nggak ngasih tahu nama cafenya, cafenya ini memanfaatkan gedung tua dengan ornamen yang senada warna kecoklatan menghasilkan suasana eksotisme yang menenangkan dan bisa digunakan untuk kongkow bareng ataupun menyendiri seperti diri ini. Nama Cafenya Javara Culture.

Untuk sajian hot manual brew V60 Bali Suksme memghadirkan aftertaste versi lidah yang terbatas ini ada rasa berry, citrun serta selarik mint. Sementara Body dan aciditynya medium. Selanjutnya disaat dibuat dengan metode javanese relatif acidity menebal dengan rasa yang relatif mirip… srupuut. Alhamdulillah segar.

Duduk menikmati sajian kopi panas dan dingin ini tak terasa hampir 1 jam, dan tidak juga melihat teman – teman serombongan yang kebetulan lewat, entah dimana mereka. Ya sudah nikmati lagi saja suasana ini, suasana yang begitu semarak dalam kesendirian. Semarak dari rasa namun minim kehadiran raga.

***

Lokasi : CAFE JAVARA CULTURE Semarang.
Jl. Taman Srigunting, Kota lama, Tanjung mas Kec. Semarang utara Kota Semarang 50174.