KBB, akwnulis.com. Nafas masih turun naik dan kaki agak gemetaran disaat kembali menjejak bumi setelah 10 menit menikmati adrenalin ber-roller coaster dibelakang boncengan Mamang ojeg lokal yang melahap jalan berliku, sempit, becek, menanjak dan samping kiri berdampingan dengan jurang cukup dalam.
“Pulang dari mana?”
Sebuah tanya yang perlu diberi jawaban agar tidak penasaran. Ini adalah langkah praktis kepulangan dari lokasi objek wisata air terjun ‘mini niagara’ Curug Malela yang terletak di Kecamatan Rongga Kabupaten.Bandung Barat. Sebenarnya dengan berjalan kakipun cukup menantang dengan lika liku tanjakan terjal sepanjang 1,7 km. Tetapi manajemen waktu meminta percepatan, karena sore nanti sudah ditunggu meeting dengan bos dan stakeholder…
Ciee stakeholder.. maksudnya dengan para mitra atuh…. maka bertukarlah 40ribu rupiah dengan 10 menit dibonceng Mamang ojeg yang penuh sensasi dan wajib pegangan, apalagi kalau waktunya bersamaan dengan hujan, pasti suasana naik ojegnya lebih menegangkan.
Tiba di lokasi parkir awal, sebenarnya warung nasi sudah menanti dengan menu liwet lengkap dan tentunya bakakak ayam. Wuih nikmatnya, tetapi apa mau dikata, tugas selanjutnya lebih utama. Terpaksa menolak secara halus, biar nanti rekan-rekan tim yang sedang mendaki berjalan kaki yang akan menikmati.
Tetapi sebelum pergi, sebuah kios kopi yang terlihat asri ternyata menarik hati. Terlihat di spanduknya, KOPI GUNUNGHALU. Segera kaki bergerak dan raga merapat, melihat suasana kafe yang sederhana tetapi bersih dan tertata. Berbagai pilihan kopi sudah tersedia di botol kaca yang bebaris menyambut pengunjung. Juga tersedia bean yang bisa dibawa pulang untuk di grinder di rumah maaing-maaing sesuai selera.
“Kang pesen 1 ya, arabica gununghalu yang wine”
“Mangga kang, diantos”
Disini ada ketidaklengkapan perintah eh request, yang terbayang adalah prosesi seduh manual dengan menggunakan V60. Tetapi karena tidak terlisankan maka sang barista membuat kopi manualnya dengan cara ditubruk dengan air panas yang penuh gejolak. Padahal peralatan corong V60 dan filter kertasnya terlihat di depan mata.
Apa mau dikata, yang tersaji adalah kopi tubruk arabica gununghalu jenis wine… gpp lah yang penting kohitala (kopi hitam tanpa gula) dan seduh manual… bedanya… di cangkirnya nggak bersih, tapi penuh dengan serpihan – serpihan biji kopi yang berserakan setelah proses ekstraksi.
Berhubung waktu yang tersedia terbatas, ya sudah kita tunggu hasil trubrukan kopi ini agar segera dapat dinikmati…. 4-5 menitan sambil tak lupa ditiup dengan kemonyongan bibir maksimal.
Srupuut…. hmmm rasa panasnya nikmaat. Acidity strong hadir memberi rasa asam pekat yang melegakan, body relatif medium dan aftertastenya muncul fruitty dan keharuman manggo hadir meskipun tipis sekali. Over all kenikmatan terasa menyatu meskipun sedikit terganggu remah kopi yang memenuhi sudut bibir kanan kiri.
Sruput lagi….. srupuuut. Nikmaat, panas dan harum serta segar memenuhi tenggorokan dan menggairahkan raga.
Bicara pilihan, beberapa bean tersaji dari fullwash, honey, wine hingga yang lainnya dengan basic tetap kopi arabica gununghalu.
Setelah tuntas segelas sajian panas kohitala berpindah tempat ke perut, dengan basa basi dan membayar sajian serta 3 bungkus bean arabica gununghalu aneka proses, maka pamitlah yang menjadi momen pemisah. Mungkin besok lusa bisa kembali bersua.
Selamat sore dan mengakhiri hari minggu ini dengan bersiap rapat online lagi yang tentu lebih tenang karena ditemani persediaan kopi dari tempat yang penuh cerita warna warni. Wassalam (AKW).
Mantab bingit….!!!
LikeLike
Eces pisan nikmatna…
LikeLike
Curug malela sangat indah terus makan liwet wah mantap, terus minum kopi pak sekdis luar biasa.
LikeLike
“Mini Niagara..” …nice…
Make it famous , your way brother
LikeLike
waaaaa, sedikit kaget nemu tulisan tentang tempat asal di beranda wordpress 😬😬
LikeLiked by 1 person
Maksudnya Kampung halaman?.. betulkah?
LikeLike
iyaaa, Gununghalu.
LikeLiked by 1 person