
CIMAHI, akwnulis.com. Sebuah gelas unik perpaduan bambu dengan stainless di bagian dalam memberi sebuah makna keterpaduan yang mendalam.
Dari luar terlihat elegan dan ramah lingkungan sekaligus bisa menyerap panas dari air yang akan disajikan disisi lain bahan stainless menjaga kepanasan eh kehangatan kopi terus stabil dan lebih tahan lama.
Maka seiring ketersediaan kopi yang ada adalah arabica wine gununghalu, tanpa basa basi segera di giling dengan grinder ukuran 2 ke 3. Lalu segera dituangkan ke gelas bambu stainless ini. Lalu diseduh dengan air panas dengan suhu (kira2) 93° celcius…. caranya gampang. Biarkan air mendidih dulu, setelah mendidih hitung dalam hati 30 detik, baru dituangkan.
“Dijamin suhunya turun jadi 93° celcius?”
“Yaa nggak juga, ini mah ikhtiar. Minimal mendekati hehehehe” jawabanku sambil terkekeh. Meskipun dari pengalaman nyeduh kohitala (kopihitamtanpagula) ini adalah cara yang praktis dan mendekati suhu yang diharapkan.
Setelah air panas tertuang dan menubruk bubuk kopi yang sudah tak sabar menanti di dasar gelas, maka terjadi pergumulan alami dan menghasilkan ekstraksi.
Crema kopi menyeruak di permukaan dan keharuman memenuhi seantero ruang hati yang ternyata sedikit tergalaukan karena sebuah harapan tertunda dan harus kembali berjuang untuk meraih asa.

Setelah di putar dengan sendok kecil, lalu dibiarkan sesaat sebelum disruput nikmat. Tapi disinilah letak kejadiannya. Akibat konsentrasi yang kurang, sendokpun jatuh sambil membawa cairan kopi membasahi kertas putih, “Adduh”.
Tapi apa mau dikata, semua sudah terjadi. Buih kopi yang tumpah menjadikan kotor alas putih yang diset sempurna.
Tapi…. ternyata jika kita ubah sudut pandang, maka akan hadir makna berbeda.
Justru dengan tumpahan crema kopi akibat sedikit teledor malah bisa menjadi objek photo yang menarik, dan quote of the day tetiba mampir di benak ini. Yaitu, “Keindahan terkadang hadir dari ketidaksempurnaan”
Sudut pandang yang diambil adalah dengan kerangka bersyukur, sehingga insiden tumpah kopi yang bisa saja merusak mood hari ini, tidak terjadi.
Yang terjadi adalah kepasrahan dan syukur atas nikmat kehidupan.
Akhirnya saat menyruput tiba dan perlahan tapi pasti pisahkan bubuknya didasar cangkir sehingga hanya cairan kopi yang bisa dinikmati. Alhamdulillah Pahit dan asam atau aciditynya memberi sebuah pesan bahwa kenikmatan itu miliki aneka rasa dan rupa. Wassalam (AKW).
Waah…muantapb pak Sekdis…
Srupuuut…galfok ke cangkirnya🤔
Sdh seperti barista profesional….proses seduhannya sangat menggoda👍👍👍🙏
LikeLiked by 2 people
Ah bukan bu… hanya seorang penikmat kopi dan pembelajar saja..
LikeLiked by 1 person
Mantap pa..
janten cenghar…
LikeLiked by 2 people
Sumuhun bu…
LikeLiked by 1 person