CIATER, akwnulis.com. Dikala jiwa berontak untuk segera beredar menapaki jejak jejak kehidupan, sebersit rasa di ujung hati masih meragu karena pandemi. Apakah sudah aman diluar sana?… sebuah tanya yang menggelantung diatas langit keinginan.

Detik waktu terus menderu mengitari permukaan jam dinding yang setia nemplok ditempatnya. Sementara hati ini masih dilema, antara berangkat dan tidak. Juga antara diijinkan atau tidak.
“Lha emang pake ijin?”
Harus atuh, selama masih menjadi anak buah dan belum jadi bapak atau ibu buah tentu selalu ada atasan diatas. Maka mekanisme ijin adalah protap yang menjadikan perjalanan kedinasan ini tepat dan sesuai dengan kehendak semua vihak eh pihak.
Sebuah kata datang melalui pesan whatsapps, ‘OKEY’…. wuiiih senangnya. Ijin sudah ACC, eh tapi aman nggak ya diluar sana?…
Bismillah we ah…. Kuy ah.
Keraguan masih menggelayuti hati, tetapi minimal persiapan prokes menjadi andalan. Masker cadangan, 1 liter handsanitizer dan sabun cair untuk cuci tangan sama sapu tangan segitiga warna pink pemberian seseorang yang pernah hadir penuh pengharapan… uhuuy.
Cuss……
Bergeraklah raga menembus kelokan dago atas yang menjadi jalan pintas, hingga tepat melewati batas kota dan menghambur menuju perkebunan teh yang menghiasi lereng alami gunung tangkuban perahu.
Nah setibanya diperbatasan Bandung dan Kabupaten Subang, ada rasa ingin sebentar mampir demi melihat tempat baru yang masih sepi. Entah karena memang masih pagi atau karena pandemi, yang pasti kursi-kursi masih kosong minim terisi.
Disinilah bersua dengan sajian teh segar yang diproses betul-betul fresh. Jelas sekali daun teh yang diambil adalah teh yang tumbuh segar dihamparan di depan mata. Lalu dipilih dengan tangan tangan terampil dan…. di masukin wajah untuk dimasak… lha dimasak.. maksudnya dilayukan… katanya sih supaya pori-pori daun tehnya terbuka sehingga si rasa dalam daun teh bisa keluar menyapa semesta.
Setelah itu diangkat dan disimpan diatas nyiru untuk selanjutnya digelang, atau diremas remas dengan jari tangan khususnya dengan telapak tangan…. ini yang membuat hadirnya nama TEH GELANG.
Bukan teh gelang, seperti gelang di lengan. Tetapi Gelang seperti penyebutan ‘Lele‘.. artinya diremas dengan kedua tangan dan penekanan oleh telapak tangan dibantu jari jemari…. nikmaat
….klo dipaksain… bisa pake lagu…
“Gelang sipatu gelang….. “ silahkan teruskan.
Nahh….. dari sinilah sebuah seduhan teh alami yang hadir dengan gelas tinggi. Menyebarkan aroma kesegaran tiada tara. TEH GELANG namanya.

Sungguh sebuah kombinasi suasana dan rasa yang tiada tara, disempurnakan dengan kumpulan strawberry merah merona yang membuat semakin terpana karena begitu banyak nikmat Illahi yang hadir dengan segala kemudahannya.
Meskipun tetap waspada dikala ada pengunjung lain yang menyapa dan duduk mendekati area meja, maka masker musti kembali terpasang dan semprotkan handsanitizer di tangan demi sebuah ketenangan. Selamat DL tipis tipis kawan. Wassalam (AKW).