CIMAHI, akwnulis.com. Sabtu sore saatnya menikmati sebuah kiriman dari kampung kelahiran. Berbungkus aluminium foil hitam, sebungkus kopi giling kasar sudah ada di hadapan. Kopi arabica medium roast Guha Parahyang N’Dad.

Sebuah kiriman yang bermakna ganda. Selain sebagai pelepas dahaga perkopian sekaligus membawa sejumput kenangan. Bermain bersama di sore hari bersama kawan, Kang D. Menggembalakan Embe atau kambing bertelinga panjang dengan baunya yang khas dan menempel di sekujur badan dikala kembali pulang ke rumah.
Gelak tawa dan seringai kembali tergambar dikala melihat si kambing kegelian atau sesekali kami coba naiki punggungnya dan terjatuh bersamaan pada rumput hijau yang terhampar di wilayah Cipada Sirnajaya.
Sekelumit kisah ini yang memberi makna bahwa persahabatan itu abadi dan kali ini terwakili oleh hadirnya sebungkus kopi.
Tak perlu pake basa basi, maka langsung gerakan tangan beraksi. Mempersiapkan segala yang diperlukan meskipun seadanya. Corong V60, kertas filter, gelas ujur eh ukur, hingga air panas yang disukai.
Jeng jreng……. currr
Tetesan cairan kopi di bejana server dari corong Visixti menambah kerinduan ini. Mewakili kerinduan beredar di kampung halaman kelahiran sambil menengok ayah bunda yang terpaksa ditunda semenjak pandemi melanda.
Tak pake lama, sruputan pertama setelah di photo untuk keperluan blod eh blogku dan medsos, maka hadirlah kenikmatan yang sudah lama tak bisa dirasa.
Bodynya cenderung medium high sementara aciditynya sih medium dan aftertastenya hadir rasa tamarind, dark coklat dan kacang tanah… ahay sok sok an kayak pencicip profesional padahal mah amatiran gak jelas wkwkwkwk…

Yang pasti secara keseluruhan rasanya nikmat, pahit dan keasaman sedang ditambah rasa sedikit pekat yang ninggal di lidah, sehingga nikmatnya nggak cepet ilang guys.
Alhamdulillah, sajian kopi menghadirkan nikmat tersendiri disertai kenangan indah di masa kecil bercengkerama dengan kambing embe di kaki bukit yang ceria dan penuh gelak tawa. Makasih kintunannya Mang D. Hatur nuhun Wassalam (AKW).