BANDUNG, akwnulis.com. Dikala mata itu terpejam agak lama maka sosok dia ada, tetapi dikala membuka mata semua musnah tinggal suasana biasa yang apa adanya. “Mengapa begini?” Sebuah tanya menggantung di ujung dada. Memaksa untuk mencari jawaban yang diterima oleh keraguan yang akhirnya mengaburkan harapan.
Tapi rasa penasaran masih ada, sehingga setiap ada kesempatan memejamkan mata agak lama mencoba untuk melihat kembali dan bersua dengan sosoknya.
Ternyata dia ada, kembali hadir tanpa perlu berkata-kata. Hadir rasa senang dikala jumpa, tetapi kembali rasa khawatir mendera karena takut ini adalah perjumpaan terakhir kalinya.
Benar saja, dikala mata kembali membuka dan bercengkerama dengan dunia, dia hilang begitu saja. Coba dipejamkan sesaat, ternyata tidak ada, karena godaan terang benderangnya dunia begitu kuat menarik asa dan menyandera jiwa rapuh merana yang butuh sandaran kepastian dalam dinamika kehidupan nyata.
Siang beranjak sore hingga malam memyentuh batas kehidupan. Mata lelah mencoba terpejam dengan harapan bertemu lagi dengan dia. Tapi harapan tinggal harapan, karena dia tidak ada, entah kemana. Mata terpejam langsung dihiasi aneka drama mimpi yang tidak berkesudahan dan akhirnya tuntas oleh kumandang adzan shubuh yang dilafalkan dengan lantang.
Ternyata, di pagi hari yang cerah, pejaman mata agak lama, dia hadir dan langsung menyapa, “Apa kabar dunia?”
Sesaat terhenyak dan hampir membuka mata, andaikan terbuka maka akan hilang lagi sosoknya dan menunggu di waktu lain yang tiada batasnya.
Dengan sedikit ragu, “Bbbaa..ik, siapa namamu?” Getar suara jawabanku terasa mengodam dada dan menegangkan rasa. Kenapa harus gugup, dia bukan siapa-siapa.
Hening sejenak.
Tapi tak berapa lama, ada senyuman yang hadir meskipun sekilas. Sambil perlahan memudar, dia menjawab, “Namaku GELAP dan sesekali dipanggil GULITA”. Wassalam (AKW).