*)Sebuah tulisan fiksi super singkat berbahasa sunda, terinspirasi dari kegiatan tes SWAB yang dilakukan senin lalu.
BANDUNG, akwnulis.com. Ti peuting mula geus hemar hemir, sarè gulinggasahan. Teu puguh nu dirasa. Uteuk cus cos pinuh kahariwang. Jaba huntu nyanyautan.
Nepi ka tempat gawè geus ngagimbung loba jelema, babaturan sakantor nu keur maroyan bari nungguan panggilan keur di pariksa SWAB babarengan. Pikeun mastikeun positif henteuna kajangkit ku panyakit ahèng, korona.
Asup ka rohangan pamariksaan, beuki gegebegan. Huntu nyanyautan, hatè sèsèrèdètan. Teu loba ngeusi formulir da daftarna onlèn, sekèn barkod, asup wèh.
Diuk dina korsi, sirah ngadangheuak. Liang irung beulah katuhu dirojok nepi kana puhuna, gètèk asa digèrèan. Pilèhoeun meunang ngarojok tèh diasupkeun kana tabung leutik.
Geus kitu petugas ngadeukeutan. Muka masker uing bari nitènan jero baham. “Kang, anjeun positip….”
Sedikit keluar dari kopi hitam, mari nyruput gambar…
BANDUNG, akwnulis.com. Nulis kopi terus, bahas kopi terus, apa-apa dikaitkan sama kopi. “Apa nggak bisa nulis yang lain?”
Kalimat tanya di pagi buta, hadir menohok tanpa tedeng aling-aling. Bukan complain sih, tapi mungkin puncak dari kebosanan karena dikirimin terus tulisan di blog ini yang temanya tidak jauh dengan kopi, atau malah maksa disambung-sambungin dengan kopi.
Heuheuheu….. sebenernya ingin berdebat dan membertahankan argumen bahwa menulis itu adalah….. bla bla bla, bahwa menulis itu….. segala macam pokoknya. Tapi yakin argumen ini tidak akan meluruskan persepsi karena vonis kebosanan mungkin lebih kuat mencengkramnya.
Jangan terlalu tegang kawan, biarkanlah tulisan sederhana ini mampir dihadapan melalui link yang rutin daku kirimkan. Buka dan baca dengan santai, jikalau tidak, ya sudah simpan saja sebagai arsip kehidupan karena yakin besok lusa ada masanya untuk dibuka dan menjadi teman dikala kesepian.
Nah, supaya nggak boring dengan kohitala (kopi hitam tanpa gula), kali ini sengaja mengumpulkan berbagai gambaran eh gambar dalam kehidupan yang dilukis spesial oleh sang barista, menghadirkan aneka gambar dengan masa kehadiran hanya beberapa menit saja.
“Kenapa begitu?”
Photo : Cafe latte intimisasi at Herbal house / dokpri.
Karena hadirnya gambar diatas secangkir kopi khususnya latte akan bertahan beberapa menit saja karena setelah disruput dengan nikmatnya, si gambar berubah dan akhirnya menyatu dengan warna alami latte kecoklatan.
Latte memang bukan kohitala, bukan si kopi hitam dengan rasa misteriusnya. Tetapi latte awalnya kohitala yang harus berkawan dengan susu steam dan tentu (terpaksa) hadirkan sejumput gula…. tapi sesekali tidak mengapa khan?…. hidup itu butuh variasi kawan. Inilah beberapa kopi bergambarku :
1. Latte bergambar angsa (goose), dari beberapa tempat sudah banyak barista dan baristi yang menggambar si cantik berleher panjang ini. Lucu memang gambarnya tapi apa mau dikata untuk dinikmatinya harus merusak gambar angsa yang tersaji.
2. Latte bergambar muka babi, nah caffelatte bergambar wajah babi bisa didapatkan dari salah satu cafe di bilangan kota bandung sebelah utara. Sebuah gambaran wajah babi yang lucu menghiasi permukaan cangkir kopi lengkap dengan senyumannya yang imut-imut.
Photo : Latte bergambar babi-face / dokpri
3. Latte bergambar keintiman, tah ini pasti penasaran. Ternyata barista ada juga yang bikin dua wajah berlainan jenis yang begitu dekat satu sama lain, wajar khan dianggap latte intimisasi?…
4. Lattee bergambar daun (leaf) kayaknya sudah standar yach, rata-rata cafe bisa menyediakannya. Tapi itupun gambar daun tertentu. Sementara reques gambar daun pintu dan daun telinga belum ada yang bisa membuatnya diatas cangkir latte yang tersaji dan terakhir…
5. Latte bergambar kelinci (Bunny/rabbit), ini kebetulan dapet pas beredar tipis-tipis di wilayah garut. Ternyata bisa hadir gambar kelinci lucu diatas cangkir latteku.
Itulah sejumlah terbatas gambar-gambar yang hadir di permukaan kopi dan pernah daku nikmati. Memang sedikit karena pilihan utama tetap kohitala, ini hanya bagian dari variasi dan (sebenernya) sangat jarang melakukan pemesannya…. yaa sebulan sekali sih masih.
Selamat menikmati sajian kopi dengan gambar masing-masing yang memiliki banyak arti. Wassalam(AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Berjibaku dengan angka dan aneka rumus regresi sederhana ternyata memanaskan otak dan perasaan. Ada rasa tegang menggelayut disaat memasuki ruang pertemuan, karena ternyata sebuah beban mencengkeram pundak dikala nanti tidak mampu menjelaskan.
Selain itu, kinerja dari apa yang dijelaskan adalah juga beban tanggung jawab yang harus juga diungkapkan dengan segala kelebihan dan kekurangannya… ah angka-angka menari seiring menit melingkari detik yang tetap bergerak tak mau sejenak berhenti.
Duduk di kursi empuk ternyata belum bisa mengurangi ketegangan, apalagi ada beberapa angka dihalaman depan yang secara logika hitungan terjadi anomali perbedaan…. aduh gimana ini.
Keringat dingin perlahan hadir, tapi apa mau dikata. Tidak sempat berlari ke ruangan untuk sekedar mengubah menjadi penyempurna. Apalagi mencetak ulang dokumen tebal ini yang penuh bertabur angka dan warna…. pasrah saja ah.
Photo : Teh Gesat / dokpri.
Ternyata, ada penenang raga dihadapan mata. Secangkir teh gesat yang masih mengepulkan asap panas kesegaran terlihat malu-malu, membuat gemas dan diyakini ternyata mengirim sinyal kedamaian.
Sebelum bos hadir di ruang rapat, segera buka masker kain dan masker medis yang digunakan, simpan dengan hati-hati lalu pegang dan angkat cangkirnya, dekatkan ke mulut dan sruput perlahan…. hmmmm kehangatannya menenangkan. Di mulai dari area mulut hingga akhirnya tiba di lambung. Ahh…. segar dan menenangkan.
Angka-angka masih tetap berada dalam lembar laporan, tetapi sekarang tidak terlalu terasa menegangkan. Tenang saja, jikalau salah berarti perbaikanlah yang harus disegerakan.
“Selamat sore bapak ibu, maaf lama menunggu….” saapan akrab dari pak bos semakin mengurangi ketegangan yang ada.
“Selamat sore pak” serempak suara menjawab dengan senyuman masing-masing yang sebenernya tertutup masker. Minimal gurat mata menyiratkan senyum tulus apa adanya.
Meeting dimulai dan angka-angka menari memunculkan sejumlah arti. Biarkan semua berjalan dan takdir sore semua tuntas dikala menyambut adzan magrib yang berkumandang. Wassalam(AKW).
CIMAHI, akwnulis.com. Benarkah bahwa ukuran itu sama? Atau hanya ukuran semu yang tak patut untuk saling menduga?… ah berputar kalimat tanya yang tak kunjung mereda disekitar hati dan di ujung ruang rasa.
“Kamu teh galau?”
“Nggak sih, cuman kok jadi banyak pikiran dan berbaur antara sedih, sunyi dan merasa sendiri”
“Itu namanya galau”
“Oh itu teh galau, ya sudah!”
Segera beberapa kawan menjauh agar terhindar dari virus galau yang begitu mudah menjangkiti perasaan apalagi di masa pandemi covid19 ini, kegiatan kongkowku porakporanda. Tersisa serpihan kekangenan tiada hingga yang entah kapan bisa kembali terekat suasana dan tersatukan oleh waktu yang tak bisa berkata-kata.
Kesendirian itu berbahaya, karena bisa membunuh jiwa menggerogoti rasa dan akhirnya hadirkan niat untuk tampil berbeda atau yang lebih ekstrim adalah memaksa pergi dari dunia fana ini dengan berbagai gaya.
“Jadi obatnya apa?”
Pernyataan universal yang meminta jawaban spesifik, padahal bukan jawaban yang diharapkan tetapi justifikasi sebait kalimat yang telah disepakati terlisankan tanpa berbalut tendensi.
Photo : V60 arabica inza cauca / dokpri.
Aku sih merasa masih kurang jika jawabannya adalah hamburan kata nasihat yang sering tercecer ditinggal jaman tanpa permisi. Tetapi tanpa contoh keteladanan yang nyata.
Yang lebih lengkap adalah ditemani sajian minuman favorit dan makanan berat pendukung yang luar biasa. Tidak mahal tapi elegan, “Apakah anda mau tahu?”
Yang mau angkat tangan kanan dan yang tidak mau angkat kaki, maka akan tersisa para pendukung yang mendukung atau terpaksa mendukung.
Maka sajian manual brew V60 dengan kopi arabica Inza Cauca dari kolumbia adalah obat galau mujarab yang tak bisa dikesampingkan.
Ditambah dengan sajian makanan berkelas ala chef yaitu mie asam pedas..
Ruarbiaaasa di bibir dan dimulut si rasa pedas langsung menyerang syaraf rasa tanpa tedeng aling-aling…. lada pisaaan. Dilengkapi dengan sayuran yang cukup banyak…. malah nggak dipotongin…. jadi gelondongan daun caisim yang membuat hiasan kehijauan.
Photo : Mie asam pedas / dokpri.
Ya sudah digayem saja…. oh my good pedasss…. tapi menyegarkan.
Oh iya tidak lupa…. sruput juga kohitala inza cauca, masa nggak dinikmati…. srupuuut… nikmat. Rasa body medium dan acidity sedang ditambah after tastenya tangerine dan brown sugar sementara milk coklatnya nggak muncul (klo dibungkusnya sih ditulis) ….. bikin nikmat rasa di mulut ini.
Oke guys, selamat beraktifitas ya. Jangan galau dan terdiam karena hidup adalah perjalanan. Bergeraklah meskipun tertatih dan perlahan. Wassalam(AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Setelah tuntas menikmati sajian kopi turunan pakidulan (TURKi) maka dilanjutkan dengan sesi main course alias makanan berat, seberat rasa rindu ini padamu… ahaay.
Pilihannya banyak tetapi menghitung kemampuan diri itu sangat penting. Kendalikan dan atur sedemikian rupa hingga akhirnya sebuah keputusan yang nyaris sempurna bisa hadir di hari-hari penuh makna. Jangan terjebak dengan persepsi dan pendapat orang lain, jadilah dirimu sendiri. Jikalau orang lain menilai maka ambil sisi baiknya sebagai motivasi dan sisi jeleknya kita sebagai kendali dan mungkin untuk introspeksi perilaku diri.
Maka pilihannya jatuh kepada menu single atau porsi sendirian dengan bahan dasar daging kambing dan salah satu nasi khas arab saudi yaitu nasi bhasmati. Ditemani 2 sajian bumbu terpisah yaitu saus sambal merah merona dan saus hijau khas atab saudi yang agak asam mewangi…. coba dikit-dikit aja, klo nyaman di lidah baru coba dimakan dengan suapan nasi bhasmatinya. Klo irisan tomat dan mentimun mah sudah biasa, pasti dimakan juga.
Photo : Ruz Khabsah Lamb – after /dokpri.
Namanya Ruz Khabsah Lamb, sajian nasi bhasmati dan 2 potong daging kambing yang empuk dan penuh rasa.
Nasi bhasmati adalah nasi bumbu ala saudi yang kaya akan rasa rempah-rempah. Sepintas mirip nasgor (nasi goreng) biasa. Tetapi setelah suapan pertama, maka aneka rasa rempahnya memberikan sensasi berbeda.
BANDUNG, akwnulis.com. Perjalanan panjang di masa pandemi tidak menutup diri untuk menikmati sajian dan sensasi beraneka macam kopi. Meskipun rasa takut masih menggelayuti, tetapi bergerak tipis-tipis mencari sensasi kopi bisa meningkatkan imun karena menjaga bahagia.
Meskipun begitu protokol kesehatan yang paling utama. Makser… eh masker wajib digunakan, malah double jikalau harus (terpaksa) rapat dengan jumlah peserta lebih dari 7 orang (sesuai surat edaran pak bos)… masker sekali pakai dan masker modis.. itu tuh masker kain yang warnanya senada dengan seragam yang dipakai di hari tersebut.
“Ih centil kamu khan bapak-bapak, ngapain maen matching matchingan… klo perempuan atau ibu-ibu wajar” Celoteh seorang pegawai perempuan melihat kecocokan antara masker dengan seragam.
Tak usah dijawab kawan, senyumin aja. Tak akan menang jikalau berdebat dengan kaum emak-emak. Biarkan celotehnya menjadi penghias rasa di hari yang penuh dinamika.
Photo : Masker dan batik, matching khan? / dokpri.
Lagian klo matching antara masker dan seragam nambah pede lho. Trus lebih aman kalau di double dan lebih modis pas di photo… asyik jadi rajin photo lho.. alasannya adalah untuk pelaporan kinerja harian sekaligus menyalurkan bakat narsis yang terpendam sekian ratus purnama plus waapada agar terhindar dari paparan virus corona sang virus seribu rupa.
Hand sanitizer dan spray anti kuman-bakteri-virus menjadi kawan setia yang waspada disamping tas punggung yang selalu menemani kemanapun pergi. Itulah salah satu sikap adaptasi kebiasaan bauuu…. eh baruuu.
Kali inipun bukan menyengaja datang demi kopi, tetapi undangan meetingnya ternyata ditempat yang bisa menyajikan kopi. Kebetulan banget khan?.. Alhamdulillah.
Setelah diskusi singkat dalam prosesi pemesanan, maka diskusi berlanjut dengan penuh keakraban meskipun tetap jaga jarak dan jaga perasaan, apalagi jaga hari hehehehe.
Nah, lagi rame diskusi. Tiba-tiba pelayan datang dengan membawa teko berlapis emas (ahaay lebay, tekonya kayak dilapis emas) dan tinggi menjulang dengan 4 gelas kaca mini plus satu mangkuk kurma. Ini dia sajian yang tadi dipesan, Qahwa Qurma Qoffee… Q semua, Maksudnya Qahwa Kurma Coffee.
Photo : Kopi Sultan nich / dokpri.
Kopi sultan nich, andaikan memang teko tingginya dari emas beneran. Pasti mahal harga sajiannya.
Tanpa mau menyiakan waktu percuma di sela diskusi, tangan langsung bergerak meraih gagang teko keemasan dan menuangkan cairan kopi yang ternyata tidak berwarna hitam kawan tetapi seperti air keruh putih kecoklatmudaan. Nggak usah khawatir, cobain aja dulu bray….
‘Srupuuut…..’
Emmm….
Rasanya mirip jamuuu, kopinya hampir nggak kerasa, tapi hangatnya sih bisa nyaingin KOJAMTAGUL. Lebih mirip sebagai minuman herbal dibanding minuman kopi inih mah…. tapi karena ini adalah pengalaman, maka tuangkan lagi… tuangkan lagi… sruput dan sruput hingga akhirnya jatah ber-empat orang bisa habis sendirian…. dasar rwO6.
Untuk rasa manisnya ternyata sambil makan buah kurma yang tersaji juga di mangkuk kaca. Jadi sruput carian qahwa kurma Coffeenya sambil kunyah buah kurmanya, gitcu.
Jangan lupa buka dulu maskernya dan simpan dengan hati-hati. Simpan di amplop atau di plastik dan dilipat maskernya baru di sakuan... disimpen dalam saku, ntar kelar minum kopinya yaa… pake lagi maskernyaaaa.
Rasa hangat rempahnya setelah disruput berkali-kali, maka kemungkinan hasil identifikasi lidah pribadi adalah daun sirih dan atau kapulaga…. ditanya ke pelayan tentang bahan dasarnya.. hanya gelengan kepala yang didapatkannya.. ya sudah gapapa.
Akhirnya karena yang lainnya tidak mau mencoba… ya sudah daku habiskan saja… srupuuuut. Kopi ala timur tengah ini masuk ke raga dan memberikan sensasi berharga serta pengalaman yang tiada tara. Selamat mencoba meskipun rasa yang hadir diluar ekspektasi kira.
Makasih Pak T dan om P atas undangan meetingnya….
Ambil hikmah keanehan rasa dan pengalaman ngopi dengan teko emas yang khas hehehehehe. Wassalam(AKW).
BANDUNG, akwnulis.com. Rasa penasaran adalah salah satu pendorong kita tetap berkreasi berfikir dan menjaga keinginan sehingga menjadi tahu tentang sesuatu. Meskipun sesekali harus dikendalikan dan diarahkan untuk hal yang baik karena terkadang penasaran ingin mencoba sesuatu yang berbeda, padahal bisa jadi melanggar aturan dan etika yang ada.
“Jangan bikin masalah baru kawan, masalah dalam hidupmu sudah banyak”
Sebuah kalimat bijak mengingatkan untuk memegang kendali rasa dan menjaga perilaku dalam koridor kewajaran dan kenormalan saja.
Begitupun dengan meminum sajian aneka kopi, maka ikuti saja cara seduhan normal yang sudah menjadi ciri khas masing-masing penyajian kopi. Dimulai dari yang sederhana dengan menubruknya pelan-pelan, karena kalau terlalu kencang akan terluka hehehe. (Emang nubruk pake motor?...). Hingga yang prosesinya dianggap ribet oleh sebagian orang. Biasanya ini yang menggunakan seduhan manual seperti menggunakan V60, kalita, dan berbagai alat lainnya.
Harus diawali dengan menyiapkan biji kopi, lakukan penggilingan (grinder) baik manual atau yang menggunakan listrik. Kebersihan alat seduh, kertas filter, seduh perlahan hingga akhirnya menetes di bejana server serta diputuskan untuk berpindah ke gelas kaca lalu disruput tanpa banyak kata.
Kali ini rasa penasaran membawaku untuk mencoba menikmati sajian kopi yang berasal dari timur tengah. Secara proses tidak tahu karena ada yang buatin, tapi secara tampilan penyajian memang berbeda. Namanya Turkish Coffee… atau kopi turki. Sebuah sajian kopi yang cocok untuk urang ciamis, banjar dan tasik pangandaran karena semuanya TURKI (TURunan PaKIdulan hehehe alias turunan wilayah selatan jawa barat….. hehehehe maksa.)
Gelas saji yang digunakan adalah gelas untuk espresso dan kopi tubruk turkinya di atas wadah khas dengan pegangan… asa mirip gayung mini hihihi… ih jangan gitu, ini khan beda tradisi dan gaya penyajian… nikmati aja.
Curr ke gelas dan coba disruput…. hmmmm bodynya tipis dengan rasa lempeng… ini kemungkinan besar robusta dan dilengkapi agak wangi hangus dari biji yang digrinder. After taste tiada rasa kecuali pahit dan sedikit getir. Kecenderungannya dicampur gula atau madu. Tapi diriku mah sruput terus saja hingga tuntas, karena yakin dibalik semua kepahitan ini akan hadir rasa manis yang berbeda.
Ya mirip-mirip kopi tubruk dengan pola penyajian berbeda. Ada selarik rasa rempah tapi agak sulit mendefinisikannya… sudahlah… sruput ajaaa. Alhamdulillah, Wassalam(AKW).
COBLONG, akwnulis.com. Kedatangannya yang senantiasa tidak terduga. Dengan kemampuan menyelinap yang luar biasa, mampu hadir tanpa ada suara, itulah dia.
Tetapi kali ini berbeda, kehadirannya tanpa sengaja tertangkap sensor deteksi ujung mata. Sehingga dikala tiba dan akan melakukan aksinya, harus gagal akibat sebuah gerakan cepat berupa tepukan.
Yup, tepukan kawan. Tidak harus dengan sepenuh tenaga. Tetapi cukup liukan ringan yang mampu memberi hantaman tak terperi. Seperti tajamnya lidah melebihi runcingnya cutter manakala berhasil menyayat hati.
Maka berhati-hatilah dengan tepukan dan ucapan, terkadang tidak sengaja tetapi menciderai perasaan dan mengendapkan dendam tak berkesudahan.
Satu hal lagi, terkait kehadirannya yang penuh rahasia. Terkadang memang mengesalkan dan tentu mengagetkan, tetapi diwaktu yang lain muncul kerinduan dengan dengungan yang khas dan menjadi kawan manakala kesepian mendera. Meskipun mayoritas kehadirannya akan dihadapkan dengan pilihan yang sulit, ditangkap, ditepuk atau malah dipukul hingga jatuh tak berdaya atau malah hancur tak berbentuk karena himpitan dua telapak tangan.
Karena, jika tidak ditepuk maka kemungkinan besarnya mengigit. Akibatnya jelas sekali, minimal gatal dan bentol atau yang lebih parah adalah membawa penyakit yang merugikan bagi tubuh dan sekitarnya. Hingga membuat kita pingsan dan tak sadarkan diri.. eh sama aja ya?, karena penyakit yang disebabkan gigitannya.
“Oh ini teh cerita tentang nyamuk ya?” Sebuah tanya menyeruak diantara dengungan yang bersuara.
“Ya memang cerita tentang nyamuk, semoga sebuah cerita singkat ini memberi warna dalam kewaspadaan menjaga kesehatan raga dan kewarasan jiwa”
Maka silahkan menepuk, tapi kalau bisa dengan perasaan. Sehingga sang nyamuk jatuh tak berdaya tapi tidak hancur tanpa sempat menggigitkan jarum yang dimilikinya pada kulit kita. Karena perikenyamukanpun harus kita pegang teguh prinsipnya selain tentu nilai-nilai perikemanusiaan.
Selamat menepuk nyamuk dan menghindari gigitannya. Happy Weekend guys, Wassalam(AKW).
SUBANG, akwnulis.com. Perjalanan menikmati kopi terus berlanjut tiada henti. Jikalau biasanya kohitala (kopi hitam tanpa gula) yang dinikmatinya, maka untuk tulisan kali ini adalah pengalaman minum kopi yang ditambah unsur lain, selain gula.
Unsur tambahannya adalah jahe merah yang memberikan efek kesegaran berbeda dan diyakini menjaga kualitas imun tubuh yang sangat diperlukan di masa pandemi corona.
Jadi yang disajikan kali ini adalah KOJAMTAGUL (Kopi jahe merah tanpa gula)…. maaf jangan protes dengan singkatannya, ini hak prerogatif penulis hehehehe.
Disajikan di cangkir krem berkelir coklat serta dengan latar belakang air kolam yang keruh dan beberapa ikan yang kebetulan mejeng menemani frame kojamtagul ini, maka tiada sabar untuk segera mencoba minuman kesegaran ini.
Oh iya kawan, disajikannya panas dan gula terpisah. Jadi bagi yang belum (merasa) manis, bisa menambahkannya. Tapi kalau yang sudah yakin dengan ‘kemanisan diri’ maka tinggalkan gula dengan segera.
Bismillah… srupuuut…
Hmm… rasa kopinya tetap dapat dengan body medium dan less acidity alias lempeng rasa kopi robusta biasa, tapi plusnya adalah kesegaran yang hadir dari rasa jahe merahnya yang menghangatkan rongga mulut, lidah hingga ke tenggorokan dan sementara berakhir di lambung untuk bersua dengan aneka makanan minuman yang sudah hadir lebih dahulu.
Recomended deh sebagai minuman hangat penyegar badan sekaligus tetap bisa menikmati rasa kopi yang begitu berarti.
Sebagai pendukung sruputan kopi ini hadir juga menu makan siang yang tak kalah ajibnya. Dari mulai sambal dadak, tumis kangkung, tempe goreng, nasi pulen, kerupuk dann…. gurame bakar…. siap disantap.. karena memang waktunya pas untuk makan siang.
Photo : Gurame Bakar dkk / dokpri.
Kombinasi yang lengkap minum makan kali ini….. dan tiada cara lain yang pertama dilakukan adalah dengan senantiasa bersyukur kepada Illahi Rabb atas rejeki yang senantiasa terlimpah kepada hambanya.
Terima kasih Pak H.OM atas jamuannya, semoga dibalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Amiin.
Tak terasa kopi jahe merah tanpa gula habis di gelas ketiga, begitupun gurame bakar dan kawan-kawannya bisa dituntaskan tanpa banyak tersisa, kecuali duri-duri yang memang jika tertelan akan menyiksa. Selamat beraktifitas kawan, Wassalam(AKW).
CIKOLE, akwnulis.com. Silaturahmi itu menghadirkan rejeki. Bersua dalam ikatan janji akhirnya dapat berbagi informasi dan juga sajian secangkir kopi yang memiliki banyak arti.
Kali ini silaturahmi dengan salah satu pejabat di dinas peternakan provinsi jawa barat yang senantiasa humble dan ramah serta menyambut hangat kedatangan kami di sela-sela fungsi pekerjaan beliau yang bejibun.
Tema diskusinya tidak jauh-jauh dari pekerjaan dimana peran kemitraan yang menjadi ujung tombak pembicaraan. Menyambungkan tugas pokok dan fungsi dalam semangat kolaborasi, meskipun baru sebatas menautkan ide, tetapi yakinlah bahwa untuk mampu berlari kencang diperlukan satu langkah awal yang mungkin mengayun perlahan.
Urusan kerjaan mah ntar aja dibahas di nota dinas dan aplikasi kinerja onlen ya. Disini mah moo bahas kopi yang tersaji dan dokumentasi tentang si kohitala yang senantiasa memiliki aneka cerita.
Photo : Kopi & Ketan bakar / dokpri.
Kopi yang disajikan adalah kopi java preanger ciwidey yang diproses melalui mesin kopi sederhana dengan komposisi yang menitikberatkan kesederhanaan dan kecepatan sehingga hadirlah sajian kopi panas tanpa gula dengan ukuran rasa lite.
Rasanya bisa dinikmati oleh berbagai kalangan dan jikalau masih perlu rasa manis…. tatap wajah ku… ahaay pede ya. Yaa klo merasa kurang manis, ya minta gula atuh.
Yang keren adalah lalawuh… eh teman-teman untuk sruput kopinya. Diawali dengan roti koboy alias singkong kukus, dilamjutkan denganketan bakar lengkap dengan bumbu. Baru aja mencapek eh memamah biak, datang lagi colenak (dicocol enak) sebuah snack tradisional yang ngangenin suasana masa kecil di kampung halaman. Tape singkong diguyur cairan gula merah dan kelapa, nikmat pisan… sambil tak lupa minta tambahan kopinya untuk terus disruput.
Photo : Kopi, Colenak dan Buntut Bajing / dokpri.
dan… sebagai pelengkap dokumentasi akhir, tak lupa sesi photo sajian kopi ditemani oleh sepiring colenak dan latar belakang tanaman buntut bajing (ekor musang) berwarna hijau menggemaskan.
Jangan marah yaa para pembaca, buntut bajing yang dimaksud adalah nama tanaman hias yaaa… jadi Kopi buntut bajing adalah kopi yang di photo bersama tanaman hias buntut bajing hehehehe…. bukan memaksa tetapi maksakeun.
Akhirnya alarm kekenyangan yang mengingatkan sruputan kopi beserta teman-temannya hari ini. Nggak kebayang di perut campuraduk, saling mempengaruhi rasa dan kepentingan.
Fabiayyi alaa irobbikuma tukadziban…
Alhamdulillah semuanya enak. Hatur nuhun Pak Panca dan Pak Ahmad atas penyambutan dan suguhannya. Selamat beraktifitas di hari Senin ini ya Guys, Wassalam(AKW).