
JAKARTA, akwnulis.com. Menanti bukan berarti tanpa arti, tetapi bernilai tentang makna kesabaran yang hakiki. Apalagi jika sudah dilakukan ikhtiar tiada henti, maka menanti adalah sebuah seni, seni merenungi perjalanan diri dalam takdir yang sudah pasti.
“Bukankah hidup inipun adalah menanti?.. menanti antrian sambil memupuk amal sebagai bekal hidup yang sebenarnya di akherat nanti”
Terdiam sejenak dan hening menghampiri… maaf bukan pak Hening tetapi suasana tenang yang mendamaikan hati dalam sepi.
“Memang disitu sepi?”
Pertanyaan kepo yang ada benarnya, boro-boro sepi karena banyak orang yang sedang mengantri dan berbicara dengan bahasa masing-masing, termasuk dengan bahasa hati.
Patut dijelaskan disini bahwa makna sepi ini adalah persepsi. Karena sepi kali ini adalah sebuah pengejawantahan jurus masa silam yaitu ‘sepi dalam keramaian’ atau bertapa dalam keramaian…
“Bisa gitu?”
“Susah tahu, karena menurut pengertian KBBI bahwa bertapa itu adalah mengasingkan diri dari keramaian dunia dengan menahan hawa nafsu (makan, minum, tidur, birahi) untuk mencari ketenangan batin.”
Jadi yang dilakukan sekarang adalah ‘bertapa 4.0‘. Berusaha mengasingkan diri dari dunia sekitar, dunia sendiri dan fokus serta konsentrasi sehingga seakan hanya ada diri ini ditemani gadget kesayangan dan….. tetep inget urusan duniawi… tidak lupa sambil ngetik ide-ide yang dituangkan di dalam blog pribadi, sambil jangan lupa satu telinga diaktifkan, siapa tahu ada panggilan dari petugas yang sedari pagi melayani para pengantri.
“Ohhh main HP, pasti bakalan cuek yah sama dunia sekitar heuheuheu… gaya lo pake istilah -bertapa 4.0- huhuy”
“Hahahaha… πππππ”
Perlahan-lahan hening kembali.
***
“Mister akawenulisdotcom, ditunggu di loket 212!”
“Wuih langsung namanya dipanggil, kereen”
“Keren atuh da akuh yang mengarang dan menulisnya!”
“Ah sialan, kirain beneran”
Panggilan itulah yang mengakhiri penantian selama 2 hari ini. Sehingga dari terang berganti malam, dilanjutkan dari gulita diganti siang nan ceria… dan akhirnya semuanya tuntas pada waktunya.

Jadi nikmatilah penantian dengan tetap berbaik sangka. Menit dan jam yang seakan terasa lama adalah misteri dunia, karena sebenarnya semua sama bahwa 1 jam adalah 60 menit saja. Tetapi emosi dan rasa bisa membuat waktu begitu lama atau bisa juga begitu cepat melewati hari-hari kita.
Selamat berkarya meskipun penantian mendera, jangan biarkan raga dan jiwa terjebak antrian dunia, tapi bebaskan dalam kreasi imaginasi yang tiada batas nan pasti.
Wassalam, Jakarta awal nopember. (AKW).
Diantos pak…tulisan ttg pengalaman korea nya…
Pasti seruuuu…
Tdk sepi dlm keramaian hi…hi…..π
LikeLiked by 1 person
Hehehehehe…. siyappp bu.
LikeLike
Kesabaran yang berbuah manis walau nguap berkepanjangan…”tunduh” π«
LikeLiked by 1 person
Betul pisan bu….
LikeLike