
Bandung, akwnulis.com. Sebuah pagi membentuk cerita sendiri, seiring waktu membulatkan harapan dalam ke-duapuluhempat-an jam yang nggak mau diganggu gugat, tapi apa yang menjadi ciri?
Kembali kepada satu nilai tentang yang terkadang terkubur oleh emosi, terjebak labirin egois diri dan akhirnya berkelindan dengan ambisi, yaitu nilai syukur dan tasyakur diri.
“Ah memang mudah dikata, menjadi retorika, padahal berbeda dalam implementasinya”
Jadi, kembali ke masing-masing hati nurani, “Apa tujuan hidup di dunia ini?”
Pertanyaan yang dipandang berat oleh sebagian besar pihak padahal memang semua hal pasti ada tujuannya, jadi tidak usah terhenyak dengan pertanyaan tersebut, “Bener khannn?”
“Trus gimana jawabnya”
Sebenernya gampang, sedikit konsentrasi, pejamkan mata, luangkan waktu beberapa detik untuk bersyukur dalam ucap dzikir sederhana, “Alhamdulilahi robbil alamin”
Pas buka mata, ehhh… sudah ada Kang Adit nawarin kopi di pagi yang menghangat ini.
“Mangga pak, Kohitala ala halimun…”
Ah senangnyaa….. Maksudnya kopi yang tersaji diseduh pake manual brew oleh Tim Kang Adit dan disajikan di ruangan Halimun Gedung sate.
“Alhamdulillah, Hatur nuhun”
“Sami-sami”
Sruputan pertama begitu menggoda, selanjutnya srupuut lagi atuh… mungpung panasnya terjaga.
Suasana pagi yang dijejali aneka tugas di hari ini, langsung segar dan menambah motivasi, apalagi setelah sruputan terakhir, motivasi makin menjadi…. untuk ngopi lagi hihihihi….
Catatan : Ini bukan cerita pagi ini, tapi kemarin dan kemarin dikala hari kerja yang penuh derita.. upss.. penuh tugas yang mendera.
Selamat wikend, selamat ngopi dan bercengkerama dengan keluarga tercinta. Wassalam (AKW).