
BANDUNG, akwnulis.com. Pahitnya kopi menjadi pemecah suasana yang cenderung formal berhias angka-angka akuntansi. Diawali dari basa basi, penuh janji dan ambisi ditutup dengan angka-angka target yang mengejar presisi. Meskipun yakin secara niat, semua yang hadir memiliki tujuan hakiki.
“Kenapa bicara pahitnya kopi?”
“Karena rasa kopi pahit bisa menetralisir pahitnya angka-angka rumit dalam perjalanan kehidupan”
‘Ahaay lebaay’
Tapi benar saja, setelah ungkapan ‘kopi pahit’ tadi mengemuka, suasana perbincangan dalam meeting perdana ini menjadi cair dan penuh keakraban. Angka-angka yang menjadi target tetap dibahas dalam kerangka keilmuan, tetapi suasana penuh kekeluargaan.
“Ngapain ngurusin angka-angka?”
Senyum dikulum menjadi jawaban sederhana. Dengan pendekatan telepati, jawaban tiba tanpa perlu berteriak lantang yang menggegerkan dunia.

“Ini efek mutasi, berpindah tugas baru beberapa hari, bersua kembali dengan angka-angka yang menari. Berbalas pantun membaca neraca akuntansi demi sebuah kemajuan lembaga keuangan di wilayah tasikmalaya yang loh jinawi”
Kata berima menjadi jawaban, nafas perlahan menandakan ketenangan. Secangkir kopi hitam di gelas yang hitam tidak menghitamkan pandangan, malah menyalakan secercah cahaya untuk menghapus kelam setelah lembaga ditinggal oleh sesepuh yang penuh dedikasi di dunia perbankan lokal di jabar selatan, selama-lamanya.
Secangkir kopi hitam tanpa gula, menjadi saksi diskusi yang berusaha menghasilkan keputusan penuh arti. Inilah meeting perdana pasca mutasi, hidup kopi, Wassalam (AKW).
Karena pahitnya kopi bisa menetralisir pahitnya kehidupan…. Hmmm…… Boleh juga.
LikeLike
Nggak percaya?… silahkan coba.
LikeLike
Mentos dan KopLok… Dua buah kosakata baru yang menghiasi meeting hari itu
LikeLike
Indahnya diskusi bertabur kata yang miliki aneka arti. Jangan dulu kita salah mengerti, ternyata artinya bikin pipi jadi berseri.
LikeLike