BANDUNG, Akwnulis.com. Pagi yang cerah sudah disibukkan dengan hinggar bingar para demonstran yang melantangkan aspirasinya via speaker didepan ruanganku. Memekakkan telinga sih tidak, tetapi perlu perjuangan berat untuk bisa berdamai dengan keramaian ini sementara target pembuatan surat telaahan menjadi tantangan tersendiri.
Sesaat jadi teringat sebuah buku mungil berjudul ‘Law Attraction’ yang di salahsatu halamannya membahas tentang ‘berdamai dengan keadaan’ sebuah situasi dimana kita harus menerima dengan ikhlas, suara-suara yang selama ini mengganggu kita, baik suara diluar tubuh ataupun yang selalu terdengar di dalam otak kita.
Jikalau berhasil berdamai maka rasa tenang akan merasuk di jiwa dan dipastikan raga lebih nyaman serta cenderung sehat dan bugar.
Tapi itu tadi, sungguh sulit berkonsentrasi ditengah teriakan para demonstran yang begitu berapi-api dalam lautan orasi. Menghanyutkan perasaan dan memecah konsentrasi sehingga begitu sulit mengetikkan jari di keyboard agar muncul menjadi tulisan dinas di layar monitor… OMG.
***
Akhirnya di switch aja, dari ngonsep nota dinas jadi urusan lain…
Trung!.
Eh salah… Tring!!!
Lebih baik buka-buka acara kemarin terkait Indeks Reformasi Birokrasi ah.
“Weits naon eta?”
“Kalem mas bro, Ay juga lagi belajar, pelan-pelan yaa”
“Okey”
Salaman dulu, lalu buka-buka catatan kemarin. Ditulis di halaman buku saku kecil yang menjadi andalan sebagai alat pengingat tambahan di tengah kemajuan teknologi yang begitu pesat.
“Masih pake buku agenda gitu?. Ih kuno”
Sebuah cibiran yang menohok, tapi EGP ah. Ngapain juga ngeributin nyinyirin orang. Biarin aja, ntar berhenti sendiri. Lagian kalau mau ngikutin ya ngikutin aja. Gitu aja repot.
Kembali ingatan loncat ke 5 tahun lalu, dimana setiap rapat dan pertemuan sudah paperless style. Bermodal smartphone Samsung Note 3 ber stylus dan Samsung Tablet 10.1. Poin-poin penting segera di tulis digital menggunakan aplikasi note atau aplikasi lainnya, gaya weh.
Suatu hari, karena keteledoran, kedua gadget itu ‘tikunclung’ (jatuh ke ember berisi air), padahal hanya sepersekian detik. Keduanya kompak matot dan hilang semua catatan penting serta goresan stylusku hiks hiks hiks.
Apalagi belum jaman penyimpanan awan (cloud), hilang semua.
Sejak itulah, agenda kecil dan ballpoin senantiasa menemani aktifitas bekerja. Sebagai backup dikala smartphone ini abis batere ataupun kejadian ‘tikunclung‘ lagi.
“Lha mana tulisan indeks reformasi birokrasinya pa?”
“Oh iya, kok jadi nulis ini”
… dan demonstran masih berhasil mengganggu konsentrasiku hari ini. Wassalam (AKW).
One thought on “Mau nulis Indeks RB”